Wednesday, January 6, 2016

Masa Penjajahan Inggris di Indonesia Pimpinan Gubernur Jendral Sir Thomas Stanford Raffles (1811-1816)

Kebijakan yang diterapkan oleh Penguasa Perancis, Napoleon Bonaparte di Eropa pada tahun 1806 untuk melakukan blokade perdagangan Inggris di Eropa daratan, membuat Inggris yang sedang tumbuh industrinya membutuhkan daerah pemasaran yang luas, oleh karena itu Inggris menjadikan target India dan Indonesia yang merupakan wilayah jajahan sekutu dekat Inggris yaitu Belanada untuk dijadikan tempat pemasaran barang-barang industri Inggris. Apalagi sekutu mereka tersebut sekarang sedang dikuasai Perancis.

Setelah Gubernur Jendral Belanda, Daendels dipanggil kembali ke Belanda. Penggantinya, adalah Gubernur Jenderal Janssens yang pemerintahanya sangat lemah sehingga dalam serangan Inggris Belanda ke Pulau Jawa. Dia tidak mampu bertahan dan terpaksa menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda-Perancis itu ditandai dengan Kapitulasi Tuntang yang ditandatangani pada tanggal 18 September 1811 oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak Belanda. Isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.

a. Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris.
b. Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
c. Semua pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris dapat memegang jabatannya             terus.
d. Semua hutang pemerintah Belanda yang dahulu, bukan menjadi tanggung jawab Inggris.

Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Raja Muda atau Gubernur Jendral (Viceroy) Lord Minto yang berkedudukan di India, mengangkat secara resmi Thomas Stamford Raffles sebagai Wakil Gubernur Jendral Inggris (Liuetenant Governor) untuk Jawa dan bawahannya (Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan) pada 18 Oktober tahun 181. Hal itu berarti bahwa gubernur jenderal tetap berpusat di Calcutta, India. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Indonesia.

Pemerintahan Raffles di Indonesia cenderung mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat Indonesia karena hal berikut ini.
a. Para raja dan rakyat Indonesia tidak menyukai pemerintahan Daendels yang sewenang-wenang           dan kejam.
b. Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia, Raffles beberapa kali melakukan misi rahasia           ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda di Indonesia, seperti Palembang, Banten, dan                           Yogyakarta dengan janji akan memberikan hak-hak lebih besar kepada kerajaan-kerajaan                     tersebut.
c. Sebagai seorang liberalis, Raffles memiliki kepribadian yang simpatik. Beliau menjalankan                  politik murah hati dan sabar walaupun dalam praktiknya terkadang agak berlainan.

Kebijakan Pemerintahan Thomas S. Raffles
Dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia, Raffles didampingi oleh suatu Badan Penasihat (Advisory Council) yang terdiri atas Gillespie, Cranssen, dan Muntinghe. Tindakan-tindakan Raffles selama memerintah di Indonesia (1811-1816) adalah sebagai berikut.

I) Bidang Birokrasi Pemerintahan
a. Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan, yang terdiri atas beberapa distrik. Setiap distrik                 terdapat beberapa divisi (kecamatan) yang merupakan kumpulan dari desa-desa.
b. Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem           pemerintahan kolonial yang bercorak barat.
c. Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya sebagai kepala                     pribumi secara turun-temurun. Mereka dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung di         bawah kekuasaan pemerintah pusat.

II) Bidang Perekonomian dan Keuangan
a. Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedangkan pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan.
b. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (Verplichte                       Leverantie) karena dianggap terlalu berat dan dapat mengurangi daya beli rakyat.
c. Menetapkan sistem sewa tanah (landrent). Sistem ini didasarkan pada anggapan bahwa                         pemerintah kolonial adalah pemilik tanah dan para petani dianggap sebagai penyewa (tenant)               tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani diwajibkan membayar pajak atas penggunaan               tanah pemerintah.
d. Pemungutan pajak pada mulanya secara perorangan. Namun, karena petugas tidak cukup                     akhirnya dipungut per desa. Pajak dibayarkan kepada kolektor yang dibantu kepala desa tanpa             melalui bupati.

III) Bidang Hukum
Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Apabila Daendels berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada perlakuan yang sama bagi setiap warga negara.

IV) Bidang Sosial
a. Penghapusan kerja rodi (kerja paksa).
b. Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya beliau melanggar undang-undangnya sendiri           dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli               dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare, yang sedang          mengalami kekurangan tenaga kerja.
c. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau.

V) Bidang Ilmu Pengetahuan
Masa pemerintahan Raffles di Indonesia memberikan banyak peninggalan yang berguna bagi ilmu pengetahuan, antara lain berikut ini.
a. Ditulisnya buku berjudul History of Java. Dalam menulis buku tersebut, Raffles dibantu oleh               juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II.
b. Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk mengadakan                         penelitian yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, diterbitkan         dalam tiga jilid di Edinburgh, Scotlandia pada tahun 1820.
c. Raffles juga aktif dalam mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan         dan ilmu pengetahuan.
d. Ditemukannya bunga bangkai yang akhirnya diberi nama Rafflesia Arnoldi.
e. Dirintisnya Kebun Raya Bogor.

Kebijakan utama Raffles selama berkuasa di Indonesia yang paling sangat dikenal adalah kebijakanya mengenai sewa tanah atau biasa disebut Land rent

Tujuan Pelaksanaan Kebijakan Sewa Lahan adalah sebagai berikut
Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas untuk memotivasi mereka         agar bekerja lebih giat sehingga kesejahteraanya menjadi lebih baik.
Daya beli masyarakat semakin meningkat sehingga daapt membeli barang-barang industri                   Inggris.
Pemerintah kolonial mempunyai pemasukan negara secara tetap dan cukup terjamin.
Memberikan kepastianhukum atas tanah yang dimiliki petani.
Secara bertahap untuk mengubah sistem ekonomi barang menjadi ekonomi uang.

Sistem sewa tanah dalam pelaksanaannya telah menimbulkan perubahan-perubahan penting sebagai berikut:
Unsur paksaan diganti dengan unsur kebebasan dan sukarela.
Ikatan yang bercorak tradisional dirubah menjadi hubungan  perjanjian atau kontrak.
Ikatan adat-istiadat yang sudah berjalan turun-temurun menjadi semakin longgar, karena                     pengaruh budaya barat.

Penyebab Kegagalan Kebijakan Sewa Lahan (Land rent)
Keuangan negara dan pegawai-pegawai yang cakap jumlahnya terbatas.
Masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarakat India yang sudah mengenal perdagangan                 ekspor.
Sistem ekonomi desa pada waktu itu belum memungkinkan diterapkannya ekonomi uang.
Belum adanya pengukuran tanah milik penduduk secara tepat.
Adanya pejabat yang bertindak sewenang-wenang dan korup.
Pajak terlalu tinggi sehingga banyak tanah yang tidak digarap


Selama lima tahun Raffles berkuasa di Indonesia terjadi beberapa kali persengketaan dengan pribumi. Hal ini terjadi di Palembang (1811), Yogyakarta (1812), Banten (1813), dan Surakarta (1815).
Pulau Jawa sebagai basis kekuatan untuk menguasai Kepulauan Nusantara. Sebagai realisasinya, Raffles berhasil menjalin hubungan dengan raja-raja di Jawa dan Palembang untuk mengusir Belanda dari Hindia. Tetapi nampaknya Raffles tidak tahu balas budi. Setelah berhasil mengusir Belanda dari Hindia, Raffles mulai tidak simpati terhadap tokoh-tokoh yang membantunya. Sebagai contoh dengan apa yang terjadi pada Raja Palembang, Baharuddin. Raja Baharuddin termasuk raja yang banyak jasanya terhadap Raffles dalam mengenyahkan Belanda dari Nusantara, tetapi justru Raffles ikut mendukung usaha Najamuddin untuk menggulingkan Raja Baharuddin.

Pada waktu Raffles berkuasa, konflik di lingkungan istana Kasultanan Yogyakarta nampaknya belum surut. Sultan Sepuh yang pernah dipecat oleh Daendels, menyatakan diri kembali sebagai Sultan Hamengkubuwana II dan Sultan Raja dikembalikan pada kedudukannya sebagai putera mahkota. Tetapi nampaknya Sultan Raja tidak puas dengan tindakan ayahandanya, Hamengkubuwana II. Melalui seorang perantara bernama Babah Jien Sing, Sultan Raja berkirim surat kepada Raffles. Surat itu isinya melaporkan bahwa di bawah pemerintahan Hamengkubuwana II, Yogyakarta menjadi kacau. Dengan membaca isi surat dari Sultan Raja itu, Raffles menyimpulkan bahwa Sultan 

Hamengkubuwana II seorang yang keras dan tidak mungkin diajak kerja sama bahkan bisa jadi akan menjadi duri dalam pemerintahan Raffles di tanah Jawa. Oleh karena itu, Raffles segera mengirim pasukan di bawah pimpinan Kolonel Gillespie untuk menyerang Keraton Yogyakarta dan memaksa Sultan Hamengkubuwana II turun dari tahta. Sultan Hamengkubuwana II berhasil diturunkan dan Sultan Raja dikembalikan sebagai Sultan HamengkubuwanaIII. Sebagai imbalannya Hamengkubuwana III harus menandatangani kontrak bersama Inggris. Isi politik kontrak itu antara lain sebagai berikut.
Sultan Raja secara resmi ditetapkan sebagai Sultan Hamengkubuwana III, dan Pangeran                       Natakusuma (saudara Sultan Sepuh) ditetapkan sebagai penguasa tersendiri di wilayah bagian             dari Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Paku Alam I.
Sultan Hamengkubuwana II dengan puteranya Pangeran Mangkudiningrat diasingkan ke                     Penang.
Semua harta benda milik Sultan Sepuh selama menjabat sebagai sultan dirampas menjadi milik           pemerintah Inggris. bahwa para pimpinan atau pejabat Pribumi sudah dialihfungsikan menjadi             pegawai pemerintah yang digaji.

Berakhirnya Kekuasaan Inggris di Indonesia
Segala kebijakan yang terjadi di Indonesia baik yang dilakukan oleh Belanda maupun Inggris semua terkait dengan situasi yang sedang terjadi di Eropa. Pada tahun 1814, Dalam Perang Koalisi yang terjadi di Eropa Napoleon Bonaparte akhirnya kalah dan menyerah kepada Inggris. Belanda pun terlepas dari penjajahan Prancis. Belanda dan Inggris yang sejak dahulu merupakan sekutu dekat, pasca kekalahan Napoleon, mengadakan pertemuan di London, Inggris. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan yang tertuang dalam Convention of London 1814 yang isinya sebagai berikut;
a. Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
b. Jajahan Belanda seperti Sri Lanka, Kaap Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris.
c. Cochin (di Pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan kepada

Belanda sebagai gantinya.Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dulu direbut Inggris.
Inggris pun harus menyerahkan kembali jajahannya di Indonesia kepada Belanda. Penyerahan itu berlangsung di Batavia pada tanggal 19 agustus 1816. Sejak itu, berakhirlah kekuasaan Inggris di Indonesia, dan pemerintah Belanda berkuasa kembali. Perubahan politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahan Rafles di Indonesia.

Raffles yang jatuh hati pada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya Convention of London. Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall, yang berkuasa hanya lima hari. Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung. Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa interregnum (masa transisi).

Akhirnya Belanda pun menguasai indonesia dan untuk menjalankan pemerintahan, Belanda mengangkat komisaris jenderal, yang terdiri atas tiga orang, yakni Van Der Capellen, Buyskers, dan diketuai oleh Mr. Elout. Mr. Elout ini adalah seorang liberalis, beraliran konservatif. Namun Van Der Capellan menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. 

Perlu diketahui oleh pembaca semua Negara-negara Eropa yang tergabung dalam pasukan koalisi yang menjadi lawan Prancis mengadakan Kongres Wina, dengan mengambil keputusan bahwa sebagai benteng untuk menghadapi Prancis, Belanda harus kuat. Oleh karena itu, dalam Traktat London tahun 1814, ditetapkan bahwa Indonesia harus dikembalikan kepada Belanda. Jadi, pengembalian Indonesia kepada Belanda bukan karena Inggris kalah perang, tetapi karena kedua negara tersebut merupakan sekutu dalam perang di Eropa.

Masa Penjajahan Inggris di Indonesia Pimpinan Gubernur Jendral Sir Thomas Stanford Raffles (1811-1816)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.