Setelah
Pemerintah Indonesia mengalami tentangan dari Kelompok Oposisi di KNI-P karena
kurang setuju tentang pembentukan Sistem Pemerintahan Presidensiil yang
dianggap bisa membuat kekuasaan Presiden tak terbatas dan PNI sebagai Partai
tunggal seperti pemerintahan dikhawarirkan akan berubah menjadi Diktator.
Maka
untuk meredam gejolak tentangan dari oposisi, Pemerintah membatalkan rencananya
menjadikan PNI sebagai Partai tunggal pada 31 agustus 1945 selain itu pada
bulan Oktober 1945, BP-KNIP juga menuntut pada pemerintah agar memiliki sebagai
Fungsi seperti Parlemen tidak hanya sebagai penasehat dan pembantu Presiden
semata, kemudian pada 3 November 1945 Pemerintah mengelaurakan Maklumat
Pemerintah untuk serta mengajak rakyat Indonesia membentuk Partai politik
seluas-luasnya untuk menyampaikan aspirasi mereka serta memperhebat revolusi
nasional dalam rangka menghadapi pemilu yang rencananya akan dilaksanakan pada
Januari 1946 mendatang.
Kemudian
BP-KNIP yang dimotori kelompok Sosialis mengeluarkan semacam mosi tak percaya
pada Sistem pemerintahan Presidensiil yang ada terhadap kabinet melalui usulan
dari BP-KNIP kepada pemerintah yang disiarkan dalam pengumuman Badan Pekerja
KNIP No. 5 tahun 1945 tanggal 11 November 1945 yang berbunyi, “Supaya
lebih tegas adanya kedaulatan rakyat dalam susunan pemerintahan Republik
Indonesia, maka berdasarkan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar yang
dirubah, badan Pekerja dalam rapatnya telah membicarakan soal
pertanggungjawaban para Menteri kepada Badan perwakilan Rakyat (menurut sistem
sementara kepada Komite Nasional Pusat)”,
Selain alasan diatas perubahan sistem pemerintahan dianggap
sebagai cermin demokrasi Indonesia waktu itu. Hal ini tertulis pada maklumat di
atas, “Guna menyempurnakan tata usaha Negara kepada susunan demokrasi”. Selain
itu, alasan lain adalah salah satunya berfungsi untuk mengurangi kekuasaan
presiden sebagai satu-satunya pemegang kekuasaan tertinggi di negara, karena
dengan keharusan presiden untuk melapor atau bertanggung jawab kepada parlemen
menunjukkan bahwa presiden tidak absolut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Dengan berbagai alasan dan latar belakang peristiwa
diatas Pemerintah Indonesia pada 14 November 1945 akhirnya mengeluarakan
maklumat yang berisi,
“Pemerintah
Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat,
dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat
sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna
menyempurnakan tata usaha Negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting
dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah, tanggungjawab
adalah di dalam tangan Menteri.”
Selanjutnya KNIP dalam sidang ketiga tanggal 25-27 November 1945 menyetujui pula adanya pertanggungjawaban menteri tersebut dengan kata-kata “… membenarkan kebijakan presiden perihal mendudukkan perdana menteri dan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai suatu langkah yang tidak dilarang oleh Undang-Undang Dasar dan perlu dalam keadaan sekarang.”
Maklumat
ini menjadi titik balik perubahan sistem pemerintahan Indonesia, yang semula
presidensil (12 September – 14 Novmber 1945) menjadi parlementer. Yang membuat
nantinya pemerintahan (Perdana Menteri bersama Kabinet) bertanggung jawab
kepada parlemen (KNIP) yang berfungsi sebagai badan legislatif bukan pada
Presiden lagi, hal ini sesuai dengan isi maklumat No.X 16 Oktober 1945 yang
menyebutkan KNIP sebagai fungsi legislatif.
Pengumuman maklumat ini menandai kemenangan Kelompok Oposisi Sosialis yang telah menguasai KNI-P Pimpinan Sutan Sjahrir dan setelah maklumat tersebut Kelompok
Oposisi Sosialis di KNI-P segera mengusulkan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri
pertama Indonesia dan Soekarno pun menyambutnya dengan senang hati dan saat
itulah awal berlangsungnya kekuasaan Perdana Menteri Sutan Sjahrir atau yang
lebih dikenal Kabinet Sjahrir I karena nantinya Sjahrir berhasil menjadi
Perdamna Menteri sebanyak 3 periode pemerintahan,
Sistem
kabiner parlementer yang berlaku sejak tanggal 14 November 1945 hingga 27 Desember
1949 menggunakan Konstitusi UUD 1945 dan selama itu terdapat Sembilan kali
pergantian kabinet, antara lain sebagai berikut.
1.) Kabinet Presidensial Pertama, 2 September
1945-14 November 1945.
2.) Kabinet Syahrir I, 14 November 1945-12
Maret 1946.
3.) Kabinet Syahrir II, 12 Maret 1946-20
Oktober 1946.
4.) Kabinet Syahrir III, 20 Oktober 1946-27
Juni 1947.
5.) Kabinet Amir Syarifuddin I, 3 Juli
1947-11 November 1947.
6.) Kabinet Amir Syarifuddin II, 11 November
1947-29 Januari 1948.
7.) Kabinet Hatta I (Presidensial), 29
Januari 1948-4 Agustus 1948.
8.) Kabinet Darurat (PDRI), 19 Desember
1948-13 Juli 1949.
9.) Kabinet Hatta II (Presidensial), 4
Agustus 1949-20 Agustus 1949.
Namun Perubahan Pemerintahan ini melalui Maklumat 14 November 1945 jelas-jelas melanggar konstitusi karena bertolak belakang dengan UUD 1945 yang berlaku saat itu. Dan seiring berjalannya waktu, Indonesia merasa tak cocok dengan sistem ini. Hal ini dibuktikan dengan sering jatuh bangunnya kabinet yang membuat pemerintahan kurang stabil dan membuat pembangunan terhambat
Maklumat Pemerintah 14 November 1945, Peralihan Sistem Pemerintahan
4/
5
Oleh
Unknown
2 komentar
Tulis komentarTrmksh infonya
Replybermanfaat sekali. lanjutkan
Reply