Sunday, December 13, 2015

Masa Pemerintahan B.J Habibie ( 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999)


Setelah mundurnya Soeharto dari jabatan kepresidenan pada tanggal 21 maret 1998 menjadi awal lahirnya Reformasi di Indonesia. Perkembangan politik ketika itu ditandai dengan  pergantian presiden di Indonesia, setelah presiden Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan presiden RI, lewat pidatonya dihadapan wartawan dalm dan luar negeri , setelah itu Wapres B.J Habibie langsung diangkat sumpahnya menjadi presiden RI ketiga dihadapan pimpinan Agung, yang disaksikan oleh ketua DPR dan wakil –wakil Ketua DPR. Naiknya B. J Habibie menggantikan Soeharto mengundang perdebatan hukum dan kontroversial karena mantan presiden Soeharto menyerahkan secara sepihak kekuasaan kepada Habibie.

Diikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan Habibie terbagi atas tiga kelompok, yaitu : Pertama, menolak Habibie karena merupakan produk orde baru, kedua  bersikap netral karena pada saat itu tidak ada pemimpin Negara yang diterima semua kalangan sementara  jabatan presiden tidak boleh kosong. Ketiga mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan  ke Habibie ialah sah dan konstitusional. Masa pemerintahan Presiden B.J Habibie berlangsung dari tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999.pengambilan sumpah beliau sebagai presiden RI dilakukan di Credential Room, Istana Merdeka. Dalam pidato yang pertama setelah pengangkatannya B.J habibie menyampaikan hal-hal sebagai berikut pertama, mohon dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, kedua akan melakukan reformasi secara bertahap dan kontitusional di segala bidang, Ketiga akan meningkatkan kehidupan politik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik KKN dan ke empat akan menyusun kabinet  yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Kebijakan- Kebijakan pada masa pemerintahan B.J Habibie di era Reformasi
Kebijakan pertamanya adalah membentuk kabinet pada tanggal 22 Mei 1998 dengan nama “Kabinet Reformasi Pembangunan” ( berdasarkan keputusan presiden no 122 / M tahun 1998 ) di Istana Merdeka. Dengan keputusan presiden tersebut, presiden habibie memberhentikan dengan hormat para menteri Negara pada kebinet Pembangunan VII. Kabinet Reformasi pembangunan ini terdiri atas 36 Menteri yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai menteri koordinator, 20 Menteri Negara  yang memimpin Departemen, 12 Menteri Negara yang bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak 20 Menteri diantaranya adalah muka lama dari kebinet pembangunan VII , dan hanya 16 Menteri baru. Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan bangsa yang terdiri dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Jabatan Gubernur Bank Indonesia harus mempunyai kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak manapun berdasarkan UU. Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, presiden Habibie melantik menteri- menteri Kabinet reformasi Pembanguna. Presiden habibie mengatakan bahwa Kabinet Reformasi pembangunan disusun untuk melaksanakan tugas pokok reformasi total terhadap kehidupan ekonomi, politik dan hukum.

Pada bidang politik, Habibie melakukan Pembebasan Tahanan Politik, dalam rangka meningkatkan legitimasi baik di dalam maupun diluar negeri. Hal ini terlihat dengan diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti diberikan kepada Mohammad sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 ( kelompok yang sebagian besar terdiri dari mantan jenderal yang menuduh Soeharto melanggar prinsip pancasila dan DWI Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, Ketua Partai PUDI dan Dr. Mochatar pakpahan Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K.H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh – tokoh yang dibebaskan Habibie.

Selain itu Habibie mencabut Undang – undang Subversi dan menyatakan mendukung  budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang seklama ini menentang Orde Baru.

Selanjutnya pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa pemerintah Habibie ini banyak sekali bermunculan media masa. Kebebasan pers ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi alternative seperti AJI( Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya. Cara Habibie memberikan kebebasan pers ialah dengan mencabut SIUPP.

Perubahan dalam bidang politik diantaranya mengeluarkan UU NO.2 Tahun 1999 tentang partai politik. UU No 3 Tahun 1999 tentang pemilu, UU No 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Setelah reformasi pemilihan umum dilaksankan bahkan menjelang pemilu 1999, parpol yang mendaftar mencapai 141 dan seteklah diverifikasi oleh tim 11 Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat hanya 48 Parpol.  

Selanjutnya dalam hal politik lainnya  Habibie menyelesaikan masalah timor timor, Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan yaitu memberikan status khusus dengan otonomi luas atau memisahkan diri dari  RI. Otonomi luas berarti diberikan kewenangan atas bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan luar negeri. Pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiscal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhormat dan damai lepas dari NKRI, Habibie membebaskan tahanan Timor-Timu, seperti Gusmao dan Ramos Horta.

Pada tanggal 21 April 1999 di Dili, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh panglima TNI wiranto, wakil ketua komnas  HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucu  Mgr Basilio do Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas  dan Menlu Portugal Jaime gama disaksikan oleh sekjen PBB koffi Annan menandatangani kesepakatan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur  untuk mengetahui sikap rakyat Timor- Timur  untuk mengetahui sikap rakyat Timor- Timur  dalam memilih kedua opsi diatas. Pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang ingin juga melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan  dari GAM di Aceh, dan OPM di irian Jaya, selain itu pemerintah  RI harus menanggung  pengungsi Timur-Timor yang pro Indonesia di perbatasan yaitu di Atambua.

Dalam bidang politik juga dengan Intruksi Presiden No 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 telah mengintruksikan jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto karena diduga telah melakukan Praktik KKN.dan memberikan gelar pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut lengsernya Soeharto pada 12 Mei 1998, penghargaan ini merupakan bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor Reformasi.

Didalam bidang ekonomi pemerintahan berhasil menekan laju inflasi dan gejolak moneter  dibanding saat awal terjadi krisis, namun langkah dalam kebijakan ekonomi belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap  tidak mempunyai kebijakan yang konkrit dan sistematis seperti sektor riil belum pulih. Banyak kasus penyelewengan dana Negara dan bantuan Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi. 

Pada tanggal 21 agustus 1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Awal tahun selanjutnya pemerintah melikuidasi 38 bank swasta. 7 Bank diambil alih pemerintah dan 9 Bank mengikuti program rekapitulasi, selain itu harga beras juga meningkat, ditemukan penyelundupan beras keluar negeri dan penimbun beras.

Pada bidang Manajemen internal ABRI, terutama dalam tatanan konsep dan organisatornya. Pertimbangan yang mendasar yang melatar belakangi keputusan politik dan akademiks reformasi internal TNI, antara lain, pertama karena prediksi tantangan TNI kedepan  di abad XXI begitu besar, komplek dan multidimensional, atas dasar itu TNI harus segera menyesuaikan diri. Kedua karena TNI senantiasa harus mau dan mampu mendengar serta merespon aspirasi rakyat . ketiga karena TNI mengakui secara jujur , jernih  dan obyektif. Sebagai komponen bangsa yang lainnya, bahwa dimasa lalu ada kekurangan dan distorsi sebagai konsekuensi logis daei formal politik orba.

Kebijakan – kebijakan ABRI sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999 antara lain: pertama yaitu pemisahan POLRI dari ABRI, perubahan staf sosial politik menjadi staf territorial , likuidasi staf karyawan. Pengurangan fraksi ABRI di DPR, DPRD I//II, pemutusan hubungan organisatornya  dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan Parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam pemilu dan perubahan staf Sospo menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan bakorstanasda.
Keadaan sosial di masa Habibie terdapat kerusuhan antar kelompok yang sudah bermunculan sejak tahun 90 an semakin meluas dan brutal, konflik antar kelompok sering terkait dengan agama seperti di Purworejo juni 1998 kaum muslim menyerang lima gereja, di Jember adanya perusakan terhadap toko-toko milik cinasementara itu di Cilacap muncul kerusuhan anti Cina, adanya teror  ninja bertopeng melanda Jawa Timur dari Malang sampai Banyuwangi. Isu santet menghantui masyarakat kemudian di daerah – daerah yang ingin melepaskan diri seperti Aceh dan Papua semakin keras keinginan membebaskan diri. Juli 1998 OPM mengibarkan bendera bintang Kejora sehingga mendapatkan perlawanan fisik dari TNI.  Berakhirnya masa Habibie karena legitimasi sangat lemah, karena keadaan Habibie dianggap suatu paket warisan pemerintahan orde lama Soeharto. Munculnya beberapa kelompok menuntut pemerintahan transisi, ia tidak dipilih secara luber jurdil sebagai presiden dan merupakan satu paket pemilihan pola musyawarah mufakat dengan Soeharto. Pemerintahanan Habibie dituduh melakukan tindkan yang bertentangan dengan MPR mengenai masalah Timur- Timor. Dianggap tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR/ MPR sebelum menawarkan opsi kedua kepada masyarakat Timur Timor.

Akhirnya tanggal 30 agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat Timur Timor berlangsung aman dan dimenanangkan  oleh kelompok Pro kemerdekaan yang berarti Timur Timor lepas dari NKRI. Selain itu muncul tuntutan dari dunia internasional mengenai masalah pelanggaran HAM yang meminta pertangggung jawab keamanan pasca jajak pendapat. Terjadi kasus di Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka dan Organisasi papua merdeka, dengan kelompok separatisnya yang menuntut kemerdekaan dari wilayah RI.
Pada tanggal 1 - 21 Oktober 1999, MPR mengadakan Sidang Umum Tahunan yang dipimpin langsung oleh Ketua MPR Amien Rais. Kemudian pada tangggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggung jawabanya, dalam sidang tersebut Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia dan Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa menolak laporan pertanggung jawaban Habibie.


Sementara itu diluar Gedung DPR/ MPR yang sedang bersidang, mahasiswa dan rakyat yang anti Habibie bentrok dengan aparat keamanan. Mereka menolak pertangggungjawban Habibie, karena habibie yang dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orde Baru. Pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup rapat Paripurna dan Presiden Habibie mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Memunculkan dua calon kuat sebagai presiden, yaitu Megawati dan Abdurrahman Wahid, kemudian Abdurrahman wahid terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia keempat dan dilantik dengan ketetapan MPR No VII/MPR/1999 untuk masa bakti 1999-2004, tanggal 21 oktober 1999 Megawati terpilih menjadi wakil Presiden RI dengan ketetapan MPR No.VIII/MPR/1999. Terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati menjadi akhir pemerintahan presiden Habibie dengan TAP MPR No.III/ MPR/199 tentang pertanggungjawban Presiden RI B.J Habibie.
Masa Pemerintahan B.J Habibie ( 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.