Thursday, December 3, 2015

Serangan Umum 1 Maret 1949, Meruntuhkan Moral Belanda

Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada bulan Desember 1948, TNI mulai menyusun strategi guna melakukan pukulan balik terhadap tentara Belanda yang dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta tindakan sabotase lainnya.

Belanda terpaksa memperbanyak pos-pos disepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan Belanda tersebar pada pos-pos kecil diseluruh daerah republik yang kini merupakan medan gerilya. Dalam keadaaan pasukan Belanda yang sudah terpencar-pencar, mulailah TNI melakukan serangan terhadap Belanda.

Serangan umum 1 maret merupakan serangan yang dilakukan oleh jajaran tinggi militer Divisi III/GM III untuk merebut kembali kota Yogyakarta sekaligus membuktikan bahwa TNI dan Republik Indonesia masih kuat, sehingga diharapkan akan semakin memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang berlangsung di PPB. Tujuan utama serangan tersebut adalah untuk meruntuhkan moral pasukan Belanda serta membuktikan kepada internasional bahwa TNI memiliki kekuatan yang cukup besar untuk melakukan perlawanan.
Tiga alasan penting yang dikemukakan Bambang Sugeng untuk memilih Yogyakarta sebagai sasaran utama adalah:
1.    Yogyakarta adalah Ibukota RI, sehingga bila dapat direbut walau hanya untuk beberapa jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia melawan Belanda.
2.    Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya anggota delegasi UNCI (KTN) serta pengamat militer dari PBB.
3.    Langsung di bawah wilayah Divisi III/GM III sehingga tidak perlu persetujuan Panglima/GM lain dan semua pasukan memahami dan menguasai situasi/daerah operasi.

Selain itu sejak dikeluarkan Perintah Siasat tertanggal 1 Januari 1949 dari Panglima Divisi III/Gubernur Militer III, untuk selalu mengadakan serangan terhadap tentara Belanda. Serangan yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III ini dilakukan dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III, Kolonel Bambang Sugeng. Dalam serangan ini, Soeharto pada waktu itu menjabat sebagai Komandan Brigade X/Wehrkreis III yang berperan sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

Serangan dimulai pada pagi hari secara serentak di seluruh wilayah Divisi III/GM III, dengan fokus serangan Ibukota Republik, Yogyakarta, serta koar-besaran oleh pasukan Brigade X yang diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX.

Sedangkan serangan terhadap pertahanan Belanda yang dilakukan di Magelang dan penghadangan di jalur sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun dan Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini.

Pada saat yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan adalah Kota Solo guna mengikat tentara Belanda dalam pertempuran agar tidak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta. Adapun pos komando serangan umum ini ditempatkan di Desa Muto.

Jalannya Serangan Umum 1 Maret
Tepat tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yg serentak dilakukan di seluruh wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan ialah Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta.

Pasukan Brigade IX dibawah perintahh Letkol Achmad Yani, diperintahkan melakukan penghadangan terhadap bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta, sesuai Instruksi Rahasia yg dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun & Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini. Pada saat yg bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan ialah kota Solo, guna mengurung tentara Belanda dalam pertempuran agar tak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta. Pos komando ditempatkan di desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota dalam jumlah kecil mulai disusupkan masuk ke dalam kota.

Pagi hari sekitar pukul 06. 00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.

Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan & timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono & Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12. 00 siang, sebagaimana yg telah direncanakan, seluruh pasukkan TNI mundur. Serangan terhadap kota Solo yg juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga tak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta,  Sementara itu serangan oleh Brigade IX, hanya dapat memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Hingga akhirnya Tentara Belanda dari Magelang dapat menerobos hadangan gerilyawan Republik, & sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11. 00.

Kerugian Di Kedua Belah Pihak Serangan Umum 1 Maret
Pihak Belanda 6 orang tewas dan 14 orang luka-luka, sementara di pihak Indonesia tercatat 300 prajurit gugur, 53 polisi gugur, dan jumlah rakyat yang ikut gugur tidak bisa dihitung secara pasti. Sementara itu, menurut media Belanda, korban dari pihak mereka selama bulan maret adalah 200 orang tewas dan luka-luka.

Arti Penting Serangan Umum 1 Maret 1949
1.    Menunjukkan kepada dunia internasional keberadaan pemerintah dan TNI masih kuat dan solid
2.    Dukungan terhadap perundingan/diplomasi yang berlangsung di PBB
3.    Meningkatkan moral bangsa Indonesia
4.    Meruntuhkan mental pasukan Belanda
5.    Mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia

Itulah sejarah singkat serangan umum 1 Maret 1949 yang harus kita ketahui sebagai penerus bangsa. Ingat perjuangan para pakhlawan tidaklah mudah dan mereka rela mengorbankan jiwa dan raga. Sebagai penerus bangsa kita harus melakukan yang terbaik demi Negara kita tercinta ini.

Perkembangan Setelah Serangan Umum 1 Maret
Mr. Alexander Andries Maramis, yang berkedudukan di New Delhi menggambarkan betapa gembiranya mereka mendengar siaran radio yang ditangkap dari Burma, mengenai serangan besar-besaran Tentara Nasional Republik Indonesia terhadap Belanda. Berita tersebut menjadi Headlines di berbagai media cetak yang terbit di India. Hal ini diungkapkan oleh Mr. Maramis kepada dr. W. Hutagalung, ketika bertemu pada tahun 50-an di Pulo Mas, Jakarta.



Serangan Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar dari Republik Indonesia, mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI sudah lemah bahkan tidak ada . Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat - artileri, pasukan infantri dan komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang menyegel nasib Hindia Belanda untuk selamanya. Sekaligus menaikkan posisi tawar Indonesia terutama dalam Perjanjian Roem -Royen yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia.
Serangan Umum 1 Maret 1949, Meruntuhkan Moral Belanda
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.