Kurang lebih satu bulan setelah
Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada bulan Desember 1948, TNI mulai
menyusun strategi guna melakukan pukulan balik terhadap tentara Belanda yang
dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan kereta api, menyerang konvoi
Belanda, serta tindakan sabotase lainnya.
Belanda terpaksa memperbanyak
pos-pos disepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah diduduki.
Hal ini berarti kekuatan pasukan Belanda tersebar pada pos-pos kecil diseluruh
daerah republik yang kini merupakan medan gerilya. Dalam keadaaan pasukan
Belanda yang sudah terpencar-pencar, mulailah TNI melakukan serangan terhadap
Belanda.
Serangan umum 1 maret merupakan
serangan yang dilakukan oleh jajaran tinggi militer Divisi III/GM III untuk
merebut kembali kota Yogyakarta sekaligus membuktikan bahwa TNI dan Republik
Indonesia masih kuat, sehingga diharapkan akan semakin memperkuat posisi
Indonesia dalam perundingan yang berlangsung di PPB. Tujuan utama serangan
tersebut adalah untuk meruntuhkan moral pasukan Belanda serta membuktikan
kepada internasional bahwa TNI memiliki kekuatan yang cukup besar untuk
melakukan perlawanan.
Tiga alasan penting yang
dikemukakan Bambang Sugeng untuk memilih Yogyakarta sebagai sasaran utama
adalah:
1. Yogyakarta adalah Ibukota RI, sehingga bila dapat direbut walau hanya
untuk beberapa jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia
melawan Belanda.
2. Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih
adanya anggota delegasi UNCI (KTN) serta pengamat militer dari PBB.
3. Langsung di bawah wilayah Divisi III/GM III sehingga tidak perlu
persetujuan Panglima/GM lain dan semua pasukan memahami dan menguasai situasi/daerah
operasi.
Selain itu sejak dikeluarkan
Perintah Siasat tertanggal 1 Januari 1949 dari Panglima Divisi III/Gubernur
Militer III, untuk selalu mengadakan serangan terhadap tentara Belanda. Serangan
yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah
Divisi III/GM III ini dilakukan dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan
pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III,
Kolonel Bambang Sugeng. Dalam
serangan ini, Soeharto pada waktu itu menjabat sebagai Komandan Brigade
X/Wehrkreis III yang berperan sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.
Serangan
dimulai pada pagi hari secara serentak di seluruh wilayah Divisi III/GM III,
dengan fokus serangan Ibukota Republik, Yogyakarta, serta koar-besaran oleh
pasukan Brigade X yang diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX.
Sedangkan
serangan terhadap pertahanan Belanda yang dilakukan di Magelang dan
penghadangan di jalur sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi
Rahasia yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng
kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun dan Komandan Wehrkreis II Letkol
Sarbini.
Pada saat
yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan
fokus penyerangan adalah Kota Solo guna mengikat tentara Belanda dalam
pertempuran agar tidak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta. Adapun pos
komando serangan umum ini ditempatkan di Desa Muto.
Jalannya Serangan Umum 1 Maret
Tepat tanggal 1
Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yg serentak dilakukan di
seluruh wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan ialah Ibukota
Republik Indonesia, Yogyakarta.
Pasukan Brigade IX dibawah
perintahh Letkol Achmad Yani, diperintahkan melakukan penghadangan terhadap
bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta, sesuai
Instruksi Rahasia yg dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel
Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun & Komandan
Wehrkreis II Letkol Sarbini. Pada saat yg bersamaan, serangan juga dilakukan di
wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan ialah kota Solo, guna mengurung tentara Belanda dalam pertempuran
agar tak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta. Pos komando ditempatkan di
desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap
mendekati kota dalam jumlah
kecil mulai disusupkan masuk ke dalam kota.
Pagi hari
sekitar pukul 06. 00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke
segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin
pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.
Sektor Timur dipimpin Ventje
Sumual, sektor selatan & timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh
Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono
& Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta
selama 6 jam. Tepat pukul 12. 00 siang, sebagaimana yg telah direncanakan, seluruh
pasukkan TNI mundur. Serangan terhadap kota Solo yg juga dilakukan secara
besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga tak dapat mengirim
bantuan dari Solo ke Yogyakarta, Sementara itu serangan oleh
Brigade IX, hanya dapat memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda dari
Magelang ke Yogyakarta. Hingga akhirnya Tentara Belanda dari Magelang dapat
menerobos hadangan gerilyawan Republik, & sampai di Yogyakarta sekitar
pukul 11. 00.
Kerugian Di Kedua Belah Pihak Serangan Umum 1 Maret
Pihak Belanda 6 orang tewas dan
14 orang luka-luka, sementara di pihak Indonesia tercatat 300 prajurit gugur,
53 polisi gugur, dan jumlah rakyat yang ikut gugur tidak bisa dihitung secara
pasti. Sementara itu, menurut media Belanda, korban dari pihak mereka selama
bulan maret adalah 200 orang tewas dan luka-luka.
Arti Penting Serangan Umum 1 Maret 1949
1. Menunjukkan kepada dunia internasional keberadaan pemerintah dan TNI
masih kuat dan solid
2. Dukungan terhadap perundingan/diplomasi yang berlangsung di PBB
3. Meningkatkan moral bangsa Indonesia
4. Meruntuhkan mental pasukan Belanda
5. Mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia
Itulah sejarah singkat serangan
umum 1 Maret 1949 yang harus kita ketahui sebagai penerus bangsa. Ingat
perjuangan para pakhlawan tidaklah mudah dan mereka rela mengorbankan jiwa dan
raga. Sebagai penerus bangsa kita harus melakukan yang terbaik demi Negara kita
tercinta ini.
Perkembangan Setelah
Serangan Umum 1 Maret
Mr.
Alexander Andries Maramis, yang berkedudukan di New Delhi menggambarkan betapa
gembiranya mereka mendengar siaran radio yang ditangkap dari Burma, mengenai
serangan besar-besaran Tentara Nasional Republik Indonesia terhadap Belanda.
Berita tersebut menjadi Headlines di berbagai media cetak yang terbit di India.
Hal ini diungkapkan oleh Mr. Maramis kepada dr. W. Hutagalung, ketika bertemu
pada tahun 50-an di Pulo Mas, Jakarta.
Serangan
Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar dari Republik Indonesia,
mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI sudah lemah bahkan tidak ada . Tak lama
setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yang menjadi
salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan
kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau
sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota
Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat -
artileri, pasukan infantri dan komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah
yang menyegel nasib Hindia Belanda untuk selamanya. Sekaligus menaikkan posisi tawar Indonesia terutama dalam Perjanjian Roem -Royen yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia.
Serangan Umum 1 Maret 1949, Meruntuhkan Moral Belanda
4/
5
Oleh
Unknown