Saturday, November 28, 2015

Brunei Darussalam, Kerajaan Islam Asia Tenggara Yang Sangat Kaya



Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Negara ini terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.

Brunei Darussalam adalah sebuah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut berdasar hukum islam dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri.

Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000, Sultan mengaktifkan kembali parlemen yang telah hilang sejak tahun 1984 dengan menunjuk orang-orang didalamnya. Namun parlemen Brunei tidak mempunyai kuasa selain menasihati sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.

Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dekad 1960-an. Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari Singapura.

Sejarah Brunei Darussalam
Para peneliti sejarah telah mempercayai terdapat sebuah kerajaan lain sebelum berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang disebut orang Tiongkok sebagai Po-ni. Catatan orang Tiongkok dan orang Arab menunjukkan bahwa kerajaan perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal abad ke-7 atau ke-8. Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak yang berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan dengan China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Borneo utara dan gugusan kepulauan Filipina. Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan (vazal) Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa. Nama Brunei tercantum dalam Negarakertagama sebagai daerah bawahan Majapahit. Kekuasaan Majapahit tidaklah lama karena setelah Hayam Wuruk wafat Brunei dapat membebaskan diri dan kembali sebagai sebuah negeri yang merdeka dan pusat perdagangan penting.

Agama Islam masuk ke Brunei pada abad ke-15. Sejak itu, Kerajaan Brunei berubah menjadi Kesultanan Islam. Pada abad ke-16, Kesultanan Brunei tergolong kuat wilayahnya, dan daerah kekuasaannya meliputi pula beberapa pulau di Filipina Selatan. Sejarah yang ditulis bangsa Barat mengatakan pula bahwa pada masa jayanya Brunei dinilai menjadi pelindung kawanan bajak laut yang beroperasi di Laut Cina Selatan.

Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam dari Malaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17 dengan memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo (Kalimantan) dan ke Filipina Selatan. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) Brunei bahkan berhasil menaklukkan Manila dan kesultanan Brunei sukses memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon dan Sulu serta di sebelah selatan dan barat Kalimantan; dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), Kerajaan ini berhasil membangun susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini.

Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan sebagai tanda terimakasih atas bantuanya dalam menyelesaikan perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin. Komflik dalam keluarga kerajaan Brunei merupakan faktor utama yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang berakar dari persoalan perebutan tahta kerajaan, selain itu juga disebabkan masuknya pengaruh penjajah Inggris ke Brunei .

Pada Tahun 1839, pasukan inggris dipimpin James Brooke tiba di Kalimanta utara lalu merebut Serawak dari Brunei. Setelah itu James Brooke terus memperluas wilayahnya, pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya jatuh ke tangan James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei yang tersisa adalah wilayah Brunei saat ini yang ada di Kalimantan utara.

Pada tahun 1888, Brunei telah jatuh menjadi daerah protektorat Inggris yang membuat Brunei hanya memiliki kedaulatan terhadap urusan dalam negerinya dan segala urusan luar negerinya dibawah kendali Inggris. Pada tahun 1906, Brunei kehilangan kembali kedaulatanya dengan dipaksa menerima suatu lagi langkah perluasan kekuasaan Inggris dengan dipaksa menerima residen Inggris yang bertugas menjalankan kekuasaan eksekutif serta menasihati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat setempat dan agama.

Pada saat ada rencana memberikan kemerdekaan bagi jajahan Inggris di Semenanjung Malaya dan Kalimantan Utara pada tahun 1950-an dan awal 1960-an dalam bentuk Federasi Malaysia, Brunei yang awalnya tertarik namun kemudian berpaling dan mendeklarasikan kemerdekaan sendiri dari Inggris pada tahun 1959  yang membuat Brunei kembali berdaulat atas urusan rumah tangganya sendiri kecuali dalam urusan hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Inggris. Usaha untuk membentuk sebuah badan konstituante pada tahun 1962 terpaksa dibatalkan karena terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat Brunei namun dengan bantuan Inggris, pemberontakan ini berhasil ditumpas dengan cepat.

Sementara itu pada tahun 1962, terjadi pemberontakan lagi di Brunei dan Kalimantan Utara lainnya. Pemberontakan itu dipimpin oleh Azhari. Ia memperjuangkan kemerdekaan bagi seluruh Kalimantan Utara, yang meliputi Sabah, Serawak dan Brunei. Perjuangan Azhari ini didukung oleh Indonesia, dalam Operasi Komando Dwikora pada zaman pemerintahan Soekarno. Pemberontakan yang berlangsung selama lebih dua tahun itu hampir berhasil, lapangan terbang sudah dikuasai. Hampir seluruh wilayah Brunei dapat dikuasai pemberontak, kecuali daerah sekitar istana sultan dan daerah minyak yang dijaga ketat oleh pasukan Inggris. Akhirnya setelah pasukan Inggris turun tangan pasukan Azhari dapat dipukul mundur dan membuat dia melarikan diri ke Indonesia, sedangkan ribuan pengikutnya ditangkan dan ratusan di antara mereka dijatuhi hukuman lebih dari 15 tahun penjara.

Pada 1967, Omar Ali Saifuddin III yang bergelar “Paduka Seri Begawan Sultan Haji Omar 'Ali Saifuddien Sa'adul Khairi Waddien” turun takhta dan digantikan oleh putra sulungnya Hassanal Bolkiah, yang dinobatkan menjadi Sultan Brunei ke-29 pada 5 Oktober 1967. Setelah turun tahta Sultan omar tetap berada dalam pemerintahan dengan menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Pada tahun 1970, Ibu kota Brunei yang sebelumnya bernama Brunei Town, diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa-jasa Sultan Omar Ali

Pada tanggal 4 Januari 1979, Brunei dan Inggris telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Akhirnya setelah perjuangan yang panjang Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya. Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan.

Wilayah Brunei Darussalam
Menurut Musa (1998:84) Luas seluruh daerah kesultanan ini adalah 5.765 Km2. Daerahnya terbagi menjadi 4 distrik, masing-masing Brunei/Muara, Tutong, Belait, dan Temburong. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini. Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat sepanjang tahun.

Sosial dan Budaya
Kira-kira dua pertiga jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang Tionghoa (Han) yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya. Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa. Bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania dan Australia.

Populasi penduduk negara ini hanya mencapai ratusan ribu penduduk. Menurut Kemenlu (2012) Populasi: 411,000 (data dari Jabatan Perancangan dan Kemajuan Ekonomi/JPKE pada Kantor Perdana Menteri, berdasarkan hasil Sensus Penduduk bulan Juni 2011). Agama Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen, serta agama-agama orang asli (dalam komunitas-komunitas yang amat kecil).

Budaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Hindu dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia. Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk negara ini. Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an, semua klub dan kelab malam dipaksa tutup.


Brunei Darussalam, Kerajaan Islam Asia Tenggara Yang Sangat Kaya
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.