Brunei
Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya
di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei
terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Negara ini
terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam,
baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.
Brunei
Darussalam adalah sebuah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki
absolut berdasar hukum islam dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara
dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Menteri Pertahanan dengan dibantu
oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah
yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala
negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan
sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah
tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan
status yang dihormati di dalam negeri.
Brunei
tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000, Sultan
mengaktifkan kembali parlemen yang telah hilang sejak tahun
1984 dengan menunjuk orang-orang didalamnya. Namun parlemen Brunei tidak mempunyai kuasa selain menasihati sultan. Disebabkan
oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling
stabil dari segi politik di Asia.
Pertahanan
Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana
terdapat pasukan Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan
keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara
tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak
pemberontakan yang terjadi pada awal dekad 1960-an. Pemberontakan itu
dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari Singapura.
Sejarah Brunei Darussalam
Para
peneliti sejarah telah mempercayai terdapat sebuah kerajaan lain sebelum
berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang disebut orang Tiongkok sebagai Po-ni.
Catatan orang Tiongkok dan orang Arab menunjukkan bahwa kerajaan perdagangan
kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal abad ke-7 atau ke-8. Kerajaan itu
memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak yang
berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan dengan
China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya yang
berpusat di Sumatra pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Borneo
utara dan gugusan kepulauan Filipina. Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan
(vazal) Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa. Nama Brunei tercantum
dalam Negarakertagama sebagai daerah bawahan Majapahit. Kekuasaan Majapahit
tidaklah lama karena setelah Hayam Wuruk wafat Brunei dapat membebaskan diri
dan kembali sebagai sebuah negeri yang merdeka dan pusat perdagangan penting.
Agama
Islam masuk ke Brunei pada abad ke-15. Sejak itu, Kerajaan Brunei berubah
menjadi Kesultanan Islam. Pada abad ke-16, Kesultanan Brunei tergolong kuat
wilayahnya, dan daerah kekuasaannya meliputi pula beberapa pulau di Filipina
Selatan. Sejarah yang ditulis bangsa Barat mengatakan pula bahwa pada masa
jayanya Brunei dinilai menjadi pelindung kawanan bajak laut yang beroperasi di
Laut Cina Selatan.
Pada
awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara telah
menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan Brunei.
Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh
pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada
tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam
dari Malaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari
abad ke-15 hingga abad ke-17 dengan memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau
Borneo (Kalimantan) dan ke Filipina Selatan. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah
(1473-1521) Brunei bahkan berhasil menaklukkan Manila dan kesultanan Brunei
sukses memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon dan Sulu serta di
sebelah selatan dan barat Kalimantan; dan pada zaman pemerintahan sultan yang
kesembilan, Hassan (1605-1619), Kerajaan ini berhasil membangun susunan aturan
adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini.
Pada
tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada
Sultan Sulu di Filipina Selatan sebagai tanda terimakasih atas bantuanya dalam
menyelesaikan perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran
Mohidin. Komflik dalam keluarga kerajaan Brunei merupakan faktor utama yang
menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang berakar dari persoalan perebutan
tahta kerajaan, selain itu juga disebabkan masuknya pengaruh penjajah Inggris
ke Brunei .
Pada
Tahun 1839, pasukan inggris dipimpin James Brooke tiba di Kalimanta utara lalu
merebut Serawak dari Brunei. Setelah itu James Brooke terus memperluas
wilayahnya, pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya jatuh ke
tangan James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan
Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah
Brunei yang tersisa adalah wilayah Brunei saat ini yang ada di Kalimantan
utara.
Pada
tahun 1888, Brunei telah jatuh menjadi daerah protektorat Inggris yang membuat
Brunei hanya memiliki kedaulatan terhadap urusan dalam negerinya dan segala
urusan luar negerinya dibawah kendali Inggris. Pada tahun 1906, Brunei kehilangan
kembali kedaulatanya dengan dipaksa menerima suatu lagi langkah perluasan
kekuasaan Inggris dengan dipaksa menerima residen Inggris yang bertugas
menjalankan kekuasaan eksekutif serta menasihati baginda Sultan dalam semua
perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat setempat dan agama.
Pada
saat ada rencana memberikan kemerdekaan bagi jajahan Inggris di Semenanjung
Malaya dan Kalimantan Utara pada tahun 1950-an dan awal 1960-an dalam bentuk
Federasi Malaysia, Brunei yang awalnya tertarik namun kemudian berpaling dan
mendeklarasikan kemerdekaan sendiri dari Inggris pada tahun 1959 yang membuat Brunei kembali berdaulat atas
urusan rumah tangganya sendiri kecuali dalam urusan hubungan luar negeri,
keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Inggris. Usaha
untuk membentuk sebuah badan konstituante pada tahun 1962 terpaksa dibatalkan karena
terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat Brunei namun dengan
bantuan Inggris, pemberontakan ini berhasil ditumpas dengan cepat.
Sementara
itu pada tahun 1962, terjadi pemberontakan lagi di Brunei dan Kalimantan Utara
lainnya. Pemberontakan itu dipimpin oleh Azhari. Ia memperjuangkan kemerdekaan
bagi seluruh Kalimantan Utara, yang meliputi Sabah, Serawak dan Brunei.
Perjuangan Azhari ini didukung oleh Indonesia, dalam Operasi Komando Dwikora pada
zaman pemerintahan Soekarno. Pemberontakan yang berlangsung selama lebih dua
tahun itu hampir berhasil, lapangan terbang sudah dikuasai. Hampir seluruh
wilayah Brunei dapat dikuasai pemberontak, kecuali daerah sekitar istana sultan
dan daerah minyak yang dijaga ketat oleh pasukan Inggris. Akhirnya setelah
pasukan Inggris turun tangan pasukan Azhari dapat dipukul mundur dan membuat
dia melarikan diri ke Indonesia, sedangkan ribuan pengikutnya ditangkan dan ratusan
di antara mereka dijatuhi hukuman lebih dari 15 tahun penjara.
Pada
1967, Omar Ali Saifuddin III yang bergelar “Paduka Seri Begawan Sultan Haji Omar 'Ali Saifuddien Sa'adul Khairi
Waddien” turun takhta dan digantikan oleh putra sulungnya Hassanal
Bolkiah, yang dinobatkan menjadi Sultan Brunei ke-29 pada 5 Oktober 1967.
Setelah turun tahta Sultan omar tetap berada dalam pemerintahan dengan menjabat
sebagai Menteri Pertahanan. Pada tahun 1970, Ibu kota Brunei yang sebelumnya
bernama Brunei Town, diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang
jasa-jasa Sultan Omar Ali
Pada
tanggal 4 Januari 1979, Brunei dan Inggris telah menandatangani Perjanjian
Kerjasama dan Persahabatan. Akhirnya setelah perjuangan yang panjang Pada 1
Januari 1984, Brunei Darussalam berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya. Saat
ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, dengan
berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta
sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
Wilayah Brunei Darussalam
Menurut
Musa (1998:84) Luas seluruh daerah kesultanan ini adalah 5.765 Km2. Daerahnya
terbagi menjadi 4 distrik, masing-masing Brunei/Muara, Tutong, Belait, dan
Temburong. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria
yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait,
kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh
fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub
Panaga yang terkenal terletak di sini. Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa,
dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat
sepanjang tahun.
Sosial dan Budaya
Kira-kira
dua pertiga jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik
minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang
Tionghoa (Han) yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya. Etnis-etnis
ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu yang
merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa. Bahasa Inggris juga dituturkan
secara meluas, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat yang agak besar dengan
sejumlah besar warganegara Britania dan Australia.
Populasi
penduduk negara ini hanya mencapai ratusan ribu penduduk. Menurut Kemenlu (2012)
Populasi: 411,000 (data dari Jabatan Perancangan dan Kemajuan Ekonomi/JPKE pada
Kantor Perdana Menteri, berdasarkan hasil Sensus Penduduk bulan Juni 2011).
Agama Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama
negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha (terutamanya
oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen, serta agama-agama orang asli (dalam komunitas-komunitas
yang amat kecil).
Budaya
Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Hindu dan
Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia. Penjualan dan
penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim dibenarkan
membawa dalam 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk negara ini.
Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an, semua klub dan kelab malam
dipaksa tutup.
Brunei Darussalam, Kerajaan Islam Asia Tenggara Yang Sangat Kaya
4/
5
Oleh
Unknown