Thursday, November 12, 2015

Sejarah Kemerdekaan Myanmar

Awal Kedatangan Bangsa Eropa Ke Burma
Saat pemerintahan Binnyaran (1426-1446) untuk pertama kalinya tahun 1435 burma kedatangan bangsa eropa, yaitu Nicolo de Conti dari venesia, italia. Ia berkunjung ke Burma untuk mengadakan hubungan daganag dan tinggal di pegu selama empat bulan. Pada masa pemerintahan binnyaran ii (1492-1526) dating lagi dua orang penyelidik perniagaan dari italia yaitu Hieronomo de’Santo Stevand pada tahun 1496 dan yaitu Ludovico di Varthema yang menulis tentang kebaikan raja dan keindahan ibukotanya serta menceritakan melimpahnya binatang gajah. Ia juga membuat daftar barang-barang seperti sirlak, kayu cendana, kapas, sutera dan permata merah sebagai komoditi perdagangan mewah. Pada tahun 1512 Ruy Runes d’Acunha (pembantu Alfonso de’Albuquerque) dari portugis juga mengunjungi Martaban dan tahun 1519 secara resmi mulai mengadakan hubungan dagang dengan Burma.

Selain itu juga terdapat pada tahun 1635 bangsa Belanda mampu mendirikan perusahaan dagang di Syiriam dan mulai mengadakan monopoli dagang di daerah tersebut. Belanda dipandang berhasil dalam mencari keuntungan di Burma. Hal ini menyebabkan bangsa eropa lain seperti Inggris ingin juga memperoleh keuntungan dengan cara mendatangi Burma dan membentuk kongsi dagang juga yaitu EEIC.

Proses Masuknya Inggris Ke Burma
Pada saat Burma banyak terjadi kekacauan baik masalah perebutan kekuasaan, terjadinya pemberontakan bangsa Mon maupun perlawanan terhadap kedatangan orang-orang asing seperti Belanda dan Inggris ke Burma. Bersamaan dengan kedatangan orang-orang Barat tersebut, di Burma terjadi perebutan kekuasaan, muncul pemimpin baru dari dinasti Kenbaung bernama Aungzeya, setelah berhasil memukul mundur bangsa Mon. Alaungpaya minta bantuan Inggris untuk menghadapi bangsa Mon di Syriam dan Inggris bersedia membantu. Pada waktu itu Inggris sedang berupaya meluaskan usaha dagangnya dari India ke Pegu. Dengan bantuan Inggris pulalah kerajaan Ayut’ia di Ayut’ia tahun 1760 dapat ditaklukkan.

Pada tahun 1635 bangsa Belanda mampu mendirikan perusahaan dagang di Syiriam dan mulai mengadakan monopoli dagang di daerah tersebut. Belanda dipandang berhasil dalam mencari keuntungan di Burma. Bangsa Inggris bermaksud mengikuti jejak dari Belanda dengan mendirikan Perusahaan dagang di Syiriam (1647) yaitu EEIC. Akan tetapi Inggris tidak mampu menyaingi Belanda, sehingga pada pada tahun 1657 usaha dagang yang dibuat oleh Inggis ditutup.

Dengan adanya usaha dagang Inggris atau EEIC hubungan antara Inggris dengan penerus kerajaan Ayuttia menjadi renggang bahkan terhenti untuk beberapa tahun. Pengganti-pengganti Alaungpaya terutama Hsinbyushin (1763-1776) berhasil memperkuat kedudukannya dan tidak suka diperalat Inggris. Bahkan raja-raja berikutnya seperti Badawpaya (1782-1819). Beliau mengadakan perlawanan terhadap Inggris di India. Hal ini oleh Inggris dipandang sebagai ancaman, karena itu kekuatan Burma harus di hancurkan keadaan demikian itulah yang mendorong timbulnya konflik dan peperangan antara Inggris dengan Burma yang terjadi sampai tiga kali, yaitu Perang Burma-Inggris I (1824-1826); Perang Burma-Inggris II (1852-1853); Perang Burma-Inggris III (1885).

Terjadinya Perang Burma-Inggris
Setelah terjadinya perseteruan antara Burma dan Inggris menyebabkan terjadinya perang antara Burma dan Inggris. Pada awal peperangannya Burma mengalami kekalahan, sehingga Inggris mampu menguasai daerah Tenasserim dan Arakan dan menyebabkan dinasti Alaungpaya berakhir pada tahun 1885. Kekalahan itu terjadi bermula disaat Badawpaya meninggal dan kemudian diganti oleh cucunya, yaitu Bagyidaw (1819-1837). Ia termasuk raja yang lemah, karena itu selama pemerintahannya banyak dipengaruhi oleh panglima perangnya yaitu Maha Bandula. Ambisi Maha Bandula mengadakan pengasaan terhadap Bengal, Assam, Tenasserim dan Manipur menimbulkan reaksi keras dari pihak Inggris, sehingga menimbulkan peperangan antara Inggris dengan Burma tahun 1824 (perang Burma-Inggris I). Dalam perang Inggris-Burma ini, Inggris berhasil menduduki Rangoon, 1 April 1825 Maha Bandula gugur. Sedangkan Inggris melanjutkan serangan dan penguasaan terhadap Prome. Perang Inggris dengan Burma ini diakhiri dengan disepakatinya perjanjian Yandabo tanggal 24 Februari 1826. Isi perjanjiannya yaitu 
  1. Penyerangan Arakan, Tenasserim dan Manipur secara resmi kepada Inggris.
  2. Burma harus membayar pampasan perang sebesar satu juta poundsterling kepada Inggris.
  3. Burma harus berjanji mencegah intervensi di negeri-negeri diperbatasan timur laut British India.
  4. Burma harus menerima residen Inggris di Amapura.
  5. Burma harus mengangkat duta di Calcuta.
  6. Harus segera diadakan perundingan untuk mengatur hubungan-hubungan komersial atau dagang.

Pada masa pemerintahan Tharrawaddy, perjanjian Yandabo dinyatakan tidak berlaku dan ia tetap menunjukkan sikap bermusuhan dengan Inggris. Tharrawaddy meninggal tahun 1846 kemudian digantikan oleh Pagan Min (1846-1852). Pagan Min tetap melanjutkan sikap bermusuhan terhadap Inggris. Pagan Min menentang kedatangan dan perdagangan Inggris di Burma. Pemerintahan Pagan Min jatuh akibat serangan dari Inggris dalam perang Burma-Ingggris II, kemudian ia digantikan oleh Mindon Min (1853-1878). Sungai Irawadi merupakan jalur lalu lintas perairan yang sangat penting bagi Burma. Namun karena Inggris menduduki Rangun maka Inggris menguasai jalur lalu lintas sungai Irawadi, berarti Inggris menguasai seluruh aktivitas perdagangan di Burma. Akibat dari penguasaan Inggris itulah maka Mindon Min tahun 1857 memindahkan ibukotanya ke Mandalay dan berusaha menjalin hubungan baik kembali dengan Inggris.

Politik pemerintahan Mindon Min yang berusaha menjalin hubungan baik dengan Inggris tidak berhasil dan pada akhirnya tetap terjadi ketegangan antara Burma dengan Inggris. Hal ini dikarenakan :
  1. Inggris tidak bersedia menyerahkan Pegu kepada Mindon Min.
  2. Mindon Min kecewa, karena sejak peristiwa pemberontakan tahun 1866, Inggris melarang Mindon Min membeli persenjataan dari luar.
  3. Inggris memandang rendah terhadap Mindon Min.
  4. Mindon Min mengadakan perjanjian hubungan kerjasama dengan Perancis.
  5. Persoalan Karenni Barat.

Mindon Min tidak mempercayai bahwa Inggris secara serius bermaksud menguasai Pegu. Pada akhir bulan Maret 1853 delegasi perdamaian Burma yang dikepalai oleh Magwe Mungyi, menjumpai komisaris-komisaris Inggris, yaitu Phayre, Godwin dan Lambert dan memohon kepada mereka untuk mengembalikan daerah yang telah mereka ambil. Mereka juga mengatakan bahwa raja yang baru itu berbeda dengan yang dulu, ia sangat ingin bersahabat dengan Inggris. Dalhousie memberi kuasa pada komisaris untuk menawarkan penyerahan daerah tambahan yang telah diduduki disebelah utara Prome.

Diperkirakan akan terjadi perang lagi yang disokong oleh Kanaung Min. Tetapi Mindon Min memveto setiap gerakan permusuhan dan mengirim surat yang meyakinkan kepada Phayre bahwa pejabat-pejabat perbatasan telah diperintahkan mencegah setiap permusuhan. Akan tetapi angkatan perang di Pegu, harus tetap siaga dalam menghadapi perang. Sementara itu, Dalhoousie dan Letnan Phayre berusaha untuk tidak hanyut kembali dalam peperangan. Meskipun raja secara diam-diam menyetujui lepasnya Pegu, perdamaian di perbatasan perlahan-lahan tercipta dan hubungan persaudaraan berkembang maju antara Rangoon dan Istana Ava. Selama hubungan baik itu berlangsung, Mindon Min mengirim missi good will ke Calcutta yang dikepalai oleh Dalla Wun. Tujuannya yakni menghimbau gubernur jenderal untuk mempertimbangkan penyerahan kembali Pegu. Meskipun tanpa kompromi Lord Dalhousie menolak missi tersebut sehingga Mindon mengirimkan kembali utusan ke ibukotanya yang dikepalai oleh Phayre, ke istana Ava tahun 1855. Dari segi pandangan Kompeni India Timur yang terus menunjuk pada pokok perjanjian missi itu diangap sebagai kegagalan. Akan tetapi sebaliknya sebagai suatu langkah menuju saling pengertian yang lebih baik antara Inggris dan Burma missi itu sangat berhasil sekali. Ketika Pegu dianeksir tahun 1852 terjadi pemisahan Komisaris dibawah gubernur jendral. Tahun 1862 pemisahan tiga komisaris itu disatukan menjadi bentuk propinsi Burma-Inggris, ibukotanya Rangoon dan Phayre menjadi Kepala Komisaris pertama. Ini tentunya menghasilkan uniformitas administrasi yang lebih besar. Ini juga awal dari reorganisasi pemerintahan secara perlahan-lahan ke dalam departemen-departemen.

Mindon Min meninggal tahun 1878. Sepeninggal Mindon Min di Istana Mandalay terjadi kekacauan di internal kerajaan karena perebutan tahta kerajaan. Tahta kerajaan akhirnya dipegang oleh Thibaw (1878-1885). Pada masa pemerintahannya timbul kerusuhan anti Inggris, terjadi beberapa peristiwa yang antara lain :
  1. Pengusiran orang-orang Inggris dari Mandalay.
  2. Browne (Residen Inggris) di Mandalay pada bulan Agustus 1879 kembali ke Britis Burma dan menyerahkan tugasnya kepada pembantunya, yaitu Mr St. Barbe.
  3. Bulan September 1897 Sir Luis Cavagnari (Residen Inggris di Kabul) mati terbunuh oleh bangsa Afgan. Sedangkan Inggris khawatir kalau peristiwa ini diikuti oleh Thibaw, sehingga Inggris segera menarik Barbe dan stafnya dari Mandalay.

Karena itulah Inggris cepat-cepat bertindak tegas dengan mengirimkan tentara dari India ke Burma untuk menjaga kemungkinan serangan dari Thibaw.

Sementara itu Thibaw mengadakan perjanjian dengan Perancis untuk minta bantuan peralatan militer dan persenjataan setelah keadaan stabil kembali, sesuai dengan perjanjian Burma-Perancis yang telah dilakukan sebelumnya. Namun karena Inggris menentang perjanjian tersebut, maka Perancis terpaksa membatalkan perjanjian yang telah disepakati antara Perancis dengan Burma. Atas dasar tindakan Inggris yang menggagalkan perjanjian antara Perancis-Burma itulah maka Thibaw mengadakan serangan terhadap usaha dagang Inggris di Burma. Akibatnya terjadilah peperangan antara Inggris Burma. Operasi Inggris yang dipimpin oleh Prendergast berhasil menguasai sungai Irawadi dan Mandalay, tahun 1885 (perang Burma-Inggris III). Thibaw menyerah kemudian disingkirkan ke India. Inggris segera membentuk pemerintahan baru (sementara) atas Burma dibawah kekuasaan Concil of State. Pemerintahan baru itu terdiri dari tiga belas orang dibawah pimpinan Panglima Tertinggi Pendudukan, yaitu Prendergast. Kemudian pada tahun 1886 Burma disatukan dengan British India yang berstatus sebagai propinsi. Sejak itulah Burma kehilangan kemerdekaannya dibawah jajahan Inggris sampai 1942.

Masa Imperialisme Inggris di Burma
Setelah kalahnya Burma dalam perang Burma Inggris III, Burma secara resmi telah menjadi wilayah jajahan Inggris sehingga pada saat itu dimulailah imperialisme Inggris di Burma. Inggris menjadikan Burma masuk kedalam India atau wilayah British India. Dalam hal ini Burma berstatus salah satu propinsi British India yaitu suatu wilayah jajahan Inggirs di India yang secara politis penguasa atas Burma diperlakukan sama dengan India. Semua bentuk dan tindakan politik, undang-undang dan peraturan Inggris di India berlaku pula di Burma. Ternyata Inggris tidak memandang atau memperdulikan perbedaan kondisi, sejarah, adat budaya, soaila ekonomi antara India dan Burma. Meskipun demikian, dalam praktik pemerintahaan tidak langsung seperti sistem Belanda yang berlaku di Jawa. Kehidupan warga desa berjalan seperti biasa, sebagian besar seperti dibawah pemerintahan orang-orang Burma. Akibat yang tak dapat dihindari dari bergabungnya Burma ke India yakni standardisasi pemerintahan Burma menurut model India.

Sir Charles Crosthwaite, yang datang dengan pikiran kuat dan pasti tentang pemerintahan India, dengan membawa konsep rencana yang telah siap untuk menjadikan desa, seperti di India, sebagai basis unit politik dan sosial. Teorinya adalah bahwa kalangan kepala kampung dalam pemerintahan sebelumnya, yang kenal sebagai Myothungyi, menurut istilah “mengungguli dan merampas hak kekuasaan penuh kepala desa”. Politik itu dijalankan dengan peraturan desa Burma Udik tahun 1887 dan undang-undang desa Burma 1889, yang diperlakukan diseluruh negeri itu. Kedua langkah-langkah ini memberikan tugas-tugas yang bersifat hukum yang berhubungan dengan pemeliharaan ketertiban dan pengumpulan pendapatan atas kepala kampung dan desa. Mr. J. S. Furnivall, seorang administrator di Burma telah mencermati sistem Myothungyi itu. Pertama-tama ia menulis, bahwa desa-desa mempunyai tugas-tugas yang dibebankan padanya tanpa hak-hak kompensasi apapun. Kedua, agar mempersamakan tugas-tugas kepala kampung seperti untuk menggabungkan pendapatan yang mencukupi dengan pemerintahan yang efisien. Ketiga, dengan lenyapnya kebiasaan Myothungyi yang menyukai perselisihan yang serius antar desa berdekatan dengan keputusannya. Kesimpulan umumnya adalah bahwa “ zaman pemerintahan sendiri rakyat Burma telah digantikan oleh sistem hukum asing”.

Hubungan antara Burma dan India mempunyai akibat-akibat yang tidak menguntungkan. Antara lain mengakibatkan terjadinya gelombang migarasi bangsa India ke Burma secara besar-besaran, sehingga menimbulkan tekanan ekonomi rakyat Burma. Lagi pula, hubungan India yang diletakkan oleh administrator-administrator Inggris di Burma bersikap negatif terhadap agama negeri itu. Sekarang Budhisme bukan hanya sekedar agama rakyat tetapi juga menjadi agama negara, dan hal tersebut terjadi sejak saat pemerintahan Anawrahta di Pagan (1044 - 1077). Karena itu penghapusan raja membangkitkan masalah penting mengenai posisi organisasi Buddhis di bawah pemerintahan baru itu. Kondisi demikian itulah yang menjadi penyebab timbulnya kebencian rakyat Burma terhadap orang-orang India dan Inggris. Tahun 1900 seorang Komisaris Straits Settlements dan pendaftar- pandaftar tanah diangkat untuk lebih efisien mengenai masalah-masalah pajak pendapatan tanah. Dari tahun 1900 juga pengawasan yang lebihh dekat dilakukan atas pendidikan telah dilembagakan dan perluasan yang luar biasa pendidikan negeri telah dimulai.

Namun tidak dalam hal ekonomi, Ekonomi Burma tetap saja buruk. Tekanan ekonomi akibat tidakan Inggris dan migrasi orang-orang India di Burma, menyebabkan penderitaan luar biasa bagi rakyat Burma. Eksploitasi beras secara besar-besaran di daerah lembah Irawadi, Pegu dan Arakan oleh Inggris sejak tahun 1852, mengakibatkan bangsa Burma tidak mempunyai kesempatan lagi mengekspor beras. Pengembangan kota Rangoon sebagai pusat perdagangan, menyebabkan terjadinya migrasi penduduk (didatangkan oleh Inggris) ke daerah tersebut untuk meningkatkan penanaman padi. Pemerintah Inggris memaksa atau melibatkan Burma untuk mengisi kekosongan atau kekurangan ekspor beras dengan cara penguasaan tanah-tanah subur. Kedatangan para migran India yang rata-rata mencapai 250.000 jiwa tiap tahun dan penggunaan tenaga kerja orang-orang Burma menambah depresi ekonomi Burma. Akumulasi dari peristiwa-peristiwa itulah yang pada akhirnya menimbulkan nasionalisme Burma dan gerakan menentang imperialisme Inggris.
Pada awal abad XX gerakan koperasi diresmikan sebagai tindak lanjut untuk memerangi keburukan ekonomi Burma. Suatu departemen koperasi telah didirikan untuk memajukan masyarakat petani yang dibiayai oleh bank-bank tananhnya. Tahun 1937 ketika Burma telah berpisah dengan India dan telah mendapatkan pengawasan lengkap atas masalah-masalah dalam negerinya, salah satu tindakan pertama dari badan legeslatif barunya adalah mengeluarkan Burma Tenancy Bill untuk melindungi para penyewa tanah, menentang oposisi kuat para Chettyar. Usaha-usaha industri secara besar-besaran lain dikembangkan oleh modal dan keterampilan teknik Inggris di Burma adalah tambang peraklead Bawdwin di Negara-negara Shan Utara, dikerjakan oleh Burma Corporation, pertambangan Mawchi di Karenni, yang menghasilkan ½ produksi timah dan wolfram di Burma; dan tambang timah dan wolfram lain ada di Tenasserim. Sebelum penaklukan oleh Inggris, transportasi utama Burma adalah memulai sungai-sungai besar dan sejumlah anak-anak sungai. Ini yang pertama akan dikembangkan oleh perusahaan Inggris, dan Irrawaddy Flotilla Company yang didirikan tahun 1865, mengoperasikan armada kapal yang di abad sekarang. Armada itu melayari Irrawaddy sampai ke Bhamo, Chindwin sampai ke Homalin, dan kota-kota besar delta. Kemudian datang expansi besar yaitu jalan kereta api.

Gerakan Nasionalisme dan Perjuangan Kemerdekaan Burma
Gerakan nasional Burma dimulai pada tahun 1906 yang ditandai dengan pembentukan  YMBA (Young Man Budhis Asociation) atau Persatuan Pemuda Birma.  Mula-mula organisasi tersebut bergerak dalam bidang agama dan sosial, sehingga belum bercorak  politik,  tetapi  lebih  banyak  bergerak  dalam  bidang pendidikan.

Sekitar  tahun 1920 Komisi Simon menganjurkan Myanmar pisah dari  India. Semula pemisahan itu diusulkan oleh kaum nasionalis, tetapi setelah pemisahan itu diusulkan  secara  resmi dan didukung oleh pemerintah  serta bisnis di  Inggris,  tiba-tiba  kaum  nasionalis  curiga. Hal  ini  disebabkan  karena  para  pemimpin  nasionalis khawatir  bahwa  pemerintah  Inggris  menginginkan  untuk  mempertahankan penjajahannya di Myanmar setelah Inggris terpaksa meninggalkan India, Karena itu kaum nasionalis segera mendirikan sebuah Liga Anti Pemisahan. Hal ini ditandai dengan berlangsungnya pemogokan di universitas, dan kemudian dilanjutkan dengan perubahan YMBA menjadi GCBA (Dewan  Umum  Persatuan  Burma)  pada  tahun 1921,  yang  merupakan  organisasi politik  nasionalis  yang  luas.  Setelah  gerakan nasional  Burma menunjukkan  tujuan politik yang  jelas, maka  Inggris mengubah haluan politik kolonialnya. Tahun  1923 Inggris memperkenalkan  sistem  Dyarchy   seperti  yang  diterapkan  di  provinsi  di India. Usaha  Inggris  itu dapat memecah GCBA dalam dua partai yaitu Partai Dua Puluh  Satu  yang  puas  dengan  perubahan itu  dan  bersedia  duduk  dalam  dewan perundang-undangan serta Partai U Chit Hlaing yang membela prinsip non-koperasi dan  ingin  berjuang  untuk  memperoleh konsesi  baru.  Dalam  perkembangannya, maka muncullah tokoh-tokoh nasionalisme Myanmar seperti DR. Ba Maw dari Partai Sinyetha, U Ba Pe dari Partai Dua Puluh Satu, dan U Saw dari Partai U Chit Hlaing, kemudian muncul pula Thakin U Nu dan U Aung San dari Partai Thakin.

Perkembangan nasionalisme Burma mulai kelihatan setelah Perang Dunia I, terutama setelah Inggris memisahkan Burma dari konstitusi India (Inggris). PD I cukup  menggoncangkan Burma  dan  segera  mendorong  lahirnya  kesadaran politik yang lebih nasionalistis. Karena  berhasil mempengaruhi  publik, maka  kaum nasionalis memperoleh kemenangan  setelah  diadakan  pemungutan  suara.  Untuk membalas  sikap  kaum nasionalis  itu,  Inggris melaksanakan memorandum untuk memilih pemisahan atau tetap  bersatu dengan  India.  Setelah  kaum nasionalis  gagal membujuk  Inggris  agar menyetujui  dimasukkannya  Myanmar  untuk  sementara  di dalam  federasi  India dengan hak mengundurkan diri, akhirnya menyetujui pemisahan (1935).

Pada  tahun  1935  lahir  organisasi  Dobama  Asiayone  (Kami  Masyarakat Burma). Gerakan ini diilhami paham sosialis dan ajaran komunis, serta terpengaruh modernisasi  Jepang. Karena para anggotanya saling menyebut  thakin  (tuan), maka partai itu juga disebut partai Thakin. Tujuan penyebutan itu adalah agar Inggris juga menyebut  thakin  kepada  para  anggota  partai  itu, misalnya  Thakin Nu,  Thakin U Aung San, dan  lain-lain. Dengan demikian secara  tidak  langsung  Inggris mengakui kedudukan  yang  sama  dengan  orang-orang  Myanmar.  Partai  Thakin  bersifat revolusioner,  tuntutannya  bersifat  radikal  karena  mereka menuntut  kemerdekaan penuh  bagi  Myanmar.  Untuk  mencapai  tujuannya  itu,  partai  Thakin  bersedia menerima bantuan dari manapun datangnya.

Adapun  taktik  perjuangannya  adalah  menghidupkan  kembali  perhatian rakyat  terhadap  rasa nasionalisme  dengan  cara  mengorganisir  petani,  buruh  dan gerakan  pemuda.  Setelah  tahun 1937  (setelah Burma  mendapat  otonomi  yang lebih  luas), maka agitasi mereka  semakin meningkat dan pada  tahun 1938 gerakan mereka  menjadi  penyebab  meningkatnya  gangguan  menentang  Inggris  sehingga secara  tidak  langsung menjatuhkan Kabinet Ba Maw, yakni pemerintahan pertama yang dibentuk berdasarkan UUD baru. Pada saat itu perkembangan nasionalisme Burma berada di simpang jalan antara  kelompok  nasionalis  moderat  yang  berkuasa dengan  kelompok  nasionalis radikal  yang  mencoba  mencari  dukungan  rakyat guna  merebut  kepemimpinan pergerakan dari tangan politisi yang lebih tua. Akhirnya generasi muda pimpinan U Aung San berhasil merebut kepemimpinan pergerakan di Burma.

Pada saat meletusnya perang dunia ke II. Beberapa nasionalis Burma melihat pecahnya Perang Dunia II sebagai sebuah kesempatan untuk memeras konsesi dari Inggris di pertukaran atas dukungan dalam upaya perang. Gerakan Nasionalis Burma lainnya, seperti gerakan thakin, menentang partisipasi Burma dalam perang dalam kondisi apapun. Aung San bersama-sama mendirikan Partai Komunis Burma (CPB) dengan Thakins lainnya pada bulan Agustus 1939. Marxisliteratur serta traktat dari Sinn Fein gerakan di Irlandia telah banyak beredar dan membaca di kalangan aktivis politik. Aung San juga bersama-sama mendirikan Partai Revolusioner Rakyat (PRP), lalu berganti nama menjadi Partai Sosialis setelah Perang Dunia II. 

Dia juga berperan dalam mendirikan thet Bama htwet yat Bama gaing (Blok Kebebasan) dengan bekerjasama dengan dari Dobama, ABSU, politik biarawan aktif dan Ba Maw 's Sinyètha (Partai Rakyat Miskin). Setelah organisasi Dobama menyerukan pemberontakan nasional, surat perintah penangkapan dikeluarkan bagi banyak pemimpin organisasi termasuk Aung San, yang melarikan diri ke China. Disana, dia berniat menjalin kerjasama dengan Komunis China namun kedatanganya di China diketahui oleh otoritas Jepang yang menawarkan dukungan dengan membentuk unit intelijen Asia, yang disebut Kikan Minami dengan dipimpin oleh Kolonel Suzuki dengan tujuan penutupan Jalan Burma dan mendukung pemberontakan nasional

Setelah Perang Dunia II usai Inggris kembali ke Myanmar. Inggris ingin menawarkan perundingan tentang kemerdekaan pada Gerakan politik Myanmar yang dipimpin U Aung San. Aung San hadir sebagai arsitek kemerdekaan Myanmar yang baru setelah Perang Dunia II, Aung San akhirnya mampu menegosiasikan kesepakatan kemerdekaan pada bulan Januari 1947 dengan Inggris, di mana Birma akan diberikan independensi total dari Inggris. Meskipun Aung San dikenal sebagai tokoh kontroversial untuk beberapa etnis minoritas , dia juga ssering mengadakan pertemuan berkala dengan para pemimpin etnis di seluruh Birma dalam upaya untuk menciptakan rekonsiliasi dan persatuan untuk semua Burma. Namun naas nasibnya Sewaktu mengadakan sidang mempersiapkan kemerdekaan Myanmar, tiba-tiba segerombolan orang bersenjata masuk dan membunuh U Aung San. Ternyata gerombolan tersebut atas suruhan U Saw, sehingga U Saw akhirnya dihukum mati.  Peran Aung San selanjutnya diganti salah seorang rekanya yaitu yaitu U Nu dan pada tanggal 4  Januari  1948 kemerdekaan Burma diproklamasikan.

Sejarah Kemerdekaan Myanmar
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.

1 komentar:

Tulis komentar
avatar
June 21, 2018 at 1:46 PM

Birma merdeka dari Inggris dan Jepang selepas perang dunia

Reply