Sunday, December 13, 2015

Muso, Dalang Pembrontakan PKI Madiun 1948

Soe Hok Gie dalam bukunya ‘Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan’ mengatakan ada tiga tokoh kunci yang menjadi dalang peristiwa ini yakni, Muso, Alimin, dan Sardjono. Di samping ketiganya, tentu tokoh-tokoh PKI lainnya turut mendukung, termasuk juga Amir Sjarifuddin.

Dari beberapa tokoh yang berperan dan bertanggung jawab atas lahirnya Madiun Affairs 1948 itu adalah Muso atau Paul Mussotte bernama lengkap Muso Manowar adalah seorang tokoh komunis Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahu 1926/1927 dan merupakan dalang dari Pemberontakan PKI Madiun 1948.

Muso dilahirkan di desa Pagu (Kediri) pada tahun 1897. Ia dididik di sekolah guru di Jakarta dan bersahabat dengan Alimin. Selama masa pendidikannya, ia menjadi murid kesayangan Dr. Hazeu (penasehat urusan Bumiputera)  dan teosopis D. Van Hinloopen Labberton. Muso pernah tinggal di rumah Tjokroaminoto (tokoh pergerakan SI) bersama dengan Alimin dan Soekarno. Sebagai individu ia seorang yang cerdas, organisatoris, serta penulis politik yang baik. Muso adalah seorang yang keras dan tegas, bahkan terkadang nekat.

Dia adalah salah satu pemimpin PKI di awal 1920-an. Dia adalah pengikut Stalin dan anggota dari Internasional Komunis di Moskwa. Pada tahun 1925 beberapa orang pemimpin PKI membuat rencana untuk menghidupkan kembali partai ini pada tahun 1926, meskipun ditentang oleh beberapa pemimpin PKI yang lain seperti Tan Malaka. Pada tahun 1926 Musso menuju Singapura dimana dia menerima perintah langsung dari Moskwa untuk melakukan pemberontakan kepada penjajah Belanda. Musso dan pemimpin PKI lainnya, Alimin, kemudian berkunjung ke Moskwa, bertemu dengan Stalin, dan menerima perintah untuk membatalkan pemberontakan dan membatasi kegiatan partai menjadi dalam bentuk agitasi dan propaganda dalam perlawananan nasional. Akan tetapi pikiran Musso berkata lain.

Pada bulan November 1926 terjadi beberapa pemberontakan PKI di beberapa kota termasuk Batavia (sekarang Jakarta), tetapi pemberontakan itu dapat dipatahkan oleh penjajah Belanda. Musso dan Alimin ditangkap. Setelah keluar dari penjara Musso pergi ke Moskwa, tetapi kembali ke Indonesia pada tahun 1935 untuk memaksakan "barisan populer" yang dipimpin oleh 7 anggota Kongres Komintern. Akan tetapi dia dipaksa untuk meninggalkan Indonesia dan kembali ke Uni Soviet pada tahun 1936.

Pada 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Indonesia lewat Yogyakarta. Di negara kawah Candradimukanya Komunisme tersebut Muso mendapat kehormatan untuk berada di bawah asuhan dan bimbingan langsung dari Stalin sehingga dapat difahami mengapa para tokoh komunis Indonesia merasa beruntung betul dengan kepulangan Muso ke Indonesia pada tanggal 11 Agustus 1948, setelah 22 tahun belajar komunis lama di Moskow.

Muso pulang ke Indonesia bersama dengan Suripno dengan naik pesawat mendarat di Bukit Tinggi, dan kedua maestro pembantai 1948 ini langsung ke Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta untuk menemui sahabat lamanya, yang waktu itu sudah menjadi Presiden. Setelah menghadap Presiden Soekarno, Muso dan Suripno langsung memberikan ceramah di muka Badan Konggres Pemuda Republik Indonesia. Dalam caramah itu Muso dan Suripno memuji-muji kebesaran dan kehebatan Uni Sovyet. Namun sungguh malang pidatonya di depan Badan Konggres Pemuda itu tidak mendapat perhatian dari para pemuda . Belum lagi Muso selesai bicara, ruang pertemuan sudah nyaris kosong ditinggalkan pengunjungnya. Kemudian Muso langsung berangkat ke kampung halamannya di Kediri untuk menjumpai keluarga sekaligus melancarkan kampanye menyebarluaskan ideologi komunisme, dimana waktu itu golongan komunis masih berada dalam berbagai kelompok yang tergabung dalam FDR.

Setelah melakukan provokasi dan agitasi dimana-mana, maka bak seorang preman penguasa wilayah, maka Ia rebut pimpinan FDR dari tangan Mr. Amir Syarifuddin. Muso mengambil langkah strategis, yaitu FDR dilebur hanya menjadi PKI (Partai Komunis Idonesia)  langsung dipimpin olehnya  dengan didampingi didampingi Mr. Amir Syarifuddin, Maruto Darusma, Tan Ling Djie, Abdulmajid dan Setiadjit dan Alimin.

Pada tanggal 5 September 1948 dia memberikan pidato yang menganjurkan agar Indonesia merapat kepada Uni Soviet. Gebrakan Muso dalam menyebarluaskan faham komunisme ditengah-tengah masyarakat, khususnya di Daerah Madiun dan sekitarnya yang notabene masyarakatnya masih buta huruf dan tidak memehami bahasa Indonesia, yaitu pada tanggal 15 Agustus 1948 dengan mengadakan rapat raksasa di alun-alun Madiun, dengan pongahnya dalam pidatonya Muso mengutuk dan mencaci maki Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Hatta yang dianggapnya tidak becus memimpin negara.

Rapar Raksasa tersebut dihadiri oleh puluhan ribu rakyat dari Karisidenan Madiun. Mereka ramai datang, sebaba sebelumnya para agitator dan propagandis PKI telah menyebar berita kepada rakyat di Karisidenan Madiun bahwa akan diadakan ceramah akbar dengan pembicara "Nabi Muso dari Moskow" yang akan memimpin rakyat ke arah revolusi Indonesia merdeka. Kebohongan ini mirip sekali dengan dusta besar komunis kepada rakyat yang dihasut untuk ikut pemberontakan tahun 1926, yang dijanjikan bahwa Kemal Ataturk pemimpin Turki akan mengirim kapal terbang angkatan udaranya untuk membantu pemberontakan tersebut.

Pemberontakan terjadi di Madiun, Jawa Timur ketika beberapa militan PKI menolak untuk dilucuti. PKI memproklamasikan berdirinya "Republik Soviet Indonesia" di Madiun pada tanggal 18 September 1948 dan mengangkat Musso sebagai presiden dan Amir Sjarifuddin sebagai perdana menteri. Akan tetapi pemberontakan dapat dipadamkan oleh pihak militer. Pada tanggal 30 September 1948, Madiun direbut oleh TNI dari Divisi Siliwangi. Ribuan kader partai terbunuh dan sejumlah 36.000 orang dipenjarakan. Di antara yang terbunuh adalah Musso yang mati tertembak di Ponorogo pada tanggal 31 Oktober, ketika rombongannya bertemu dengan pasukan TNI yang memburunya.

Fakta menariknya yaitu ternyata Muso  adalah keturunan pendiri Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Ia adalah anak dari KH Hasan Muhyi alias Rono Wijoyo, seorang pelarian pasukan Diponegoro yang menikah dengan Nyai Juru. Sebagai anak seorang kyai dan berada di lingkungan pesantren, sejak kecil tentu saja Muso kecil rajin nyantri. Cerita ini disampaikan oleh KH Mohammad Hamdan Ibiq, pengasuh Ponpes Kapurejo, Pagu, Kediri. Menurut Gus Ibiq, Muso selain masih keluarganya, juga pernah nyantri layaknya putra para kyai, penuturan ini berdasarkan cerita dari para leluhurnya.

Saat di Surabaya, Musso pernah kos di Jl. Peneleh VII No. 29-31 rumah milik HOS Tjokroaminoto, guru sekaligus bapak kosnya. Selain Musso, di rumah kos itu juga ada Soekarno, Alimin, Semaun, dan Kartosuwiryo. Musso, Alimin, dan Semaun dikenal sebagai tokoh kiri Indonesia. Sedangkan nama yang terakhir, menjelma menjadi tokoh Darul Islam, ekstrem kanan. Mereka dicatat dalam sejarah perjalanan revolusi di Indonesia.

Saat kos itu, Musso menjadi salah seorang sumber ilmu Bung Karno dalam setiap percakapan. Seperti misalnya saat Musso membahas tentang penjajahan Belanda, "Penjajahan ini membuat kita menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa."



Muso, Dalang Pembrontakan PKI Madiun 1948
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.