Monday, January 4, 2016

Kabinet Amir Sjarifoeddin II

Setelah masuknya Masyumi dalam koalisi pemerintahan yang merubah komposisi kabinet menandai lahirnya Kabinet Amir Sjarifoeddin Jilid II yang lebih kuat lagi karena didukung oleh banyak partai


Dari perundingan RI-Belanda, di atas kapal Amerika yang bernama Renville, pada tanggal 17 Januari 1948 telah ditandatangani Persetujuan Renville. Dalam Persetujuan Renville tercantum antara lain fasal yang menyatakan, bahwa RI harus menarik semua pasukan yang berasa di kantong-kantong yang terdapat di belakang garis demarkasi hasll 'ciptaan' van Mook dan harus dimasukkan ke daaerah Republik. PNI dan Masyumi yang semula ikut mendukung perundingan Renville dan ikut berunding sebagai anggota delegasi, menjelang penandatanganan perun- dingan menyatakan menarik diri dari delegasi dan kabinet, dan setelah penandatanganan PNI menarik dukungan terhadap persetujuan Renville. Dengan demikian kabi net Amir kehilangan dukungan dua partai besar dan pada tanggal 23 Januari 1948 kabinet Amir mengundurkan diri. Mengenai tindakan Masyumi dan PNI terhadap penandatanganan Renville Sumarsono berpendapat, bahwa oposisi yang dilakukan kedua partai itu adalah hanya suatu cara untuk mengeluarkan Sayap Kiri dan pemerintahan.

Perjanjian Renville
Setelah terbentuknya Kabinet Amir Jilid II maka tugas berat kabinet ini adalah menyelesaikan konflik dengan Belanda pasca Agresi Militer Belanda I. Atas prakarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa dibentuklah Komisi Tiga Negara (KTN) sebagai mediator antara Indonesia-Belanda. Dalam KTN Indonesia memilih Australia sebagai wakilnya sedangkan Belgia menunjuk Belanda, Selain itu Belgia dan Amerika serikat juga memilih Amerika Serikat sebagai penengahnya. Akhirnya setelah usaha sekian lama atas prakarsa KTN Perundingan perdamaian dapat diselenggarakan di atas kapal angkutan pasukan milik Angkatan Laut Amerika  serikat, USS Renville. Perundingan ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dibawah pimpinan Herremans, wakil Belgia di dalam KTN. Sementara perundingan komisi Teknis mengalami jalan buntu. Hal ini mengalami jalan buntu karena Belanda menolak saran KTN untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB. Pihak Belanda tidak mau merundingkan soal-soal politik selama masalah genjatan senjata belum selesai. Karena macetnya perundingan, pemerintahan Indonesia kemudian mengeluarkan keterangan mengenai sebab-sebab kemacetan tersebut. Dinyatakan bahwa Belanda hanya menyetujui hal-hal yang menguntungkan pihaknya. Kecepatan gerakan pasukan Belanda menunjukkan keinginan untuk menduduki daerah seluas mungkin dengan dalih melakukan operas pembersihan berdasarkan kedudukan mereka yang terdepan.

Untuk mengatasi kemacetan perundingan ini, KTN mengajukan usul baru supaya masing-masing pihak berunding terlebih dahulu dengan KTN. Kedua belah pihak setuju dan diadakan perundingan pendahuluan dengan KTN. Dari perundingan tersebut meneytujui bahwa perjanjian linggarjati dapat dijadikan dasar perundingan. Kemudian KTN mengajukan usul politik yang didasarkan atas persetujuan Linggarjati, yaitu :
a.    Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia
b.    Kerjasama Indonesia Belanda
c.    Suatu negara yang berdaulat atas dasar federasi
d.    Uni antara Indonesia Serikat dan bagian lain kerrajaan Belanda
Akhirnya pada tanggal 17 Januari 1947 kedua belah pihak bertemu kembali diatas kapal Renville untuk menandatangani persetujuan genjatan senjata dan prinsip-prinsip politik yang telah disetujui bersama dengan disaksikan oleh KTN.
Kesepakatan yang diambil dalam perundingan Renville adalah :
a.    Wilayah Indonesia meliputi Jawa Tengah dan ¾ Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.
b.    Kedua belah pihak akan menerima PBB sebagai penengah.
c.    Kedaulatan Indonesia masih dipegang oleh Belanda sebelum diserahkan kepada RIS.

Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin II
Pada saat perundingan berlangsung diadakan reshuffle Kabinet amir sjarifuddin. Tujuan pemerintah adalah untuk memperkuat kabinetnya dalam rangka mengahadapi perundingan dengan Belanda. Walaupun kabinet Amir merupakan kabinet koalisi yang kuat, namun setelah kabinet Amir menerima hasil perjanjian Renville, partai-partai politik kembali menentangnya dan menarik kembali menteri-menterinya dari kabinet. Sebagai hasil sidang KNI-P pada tanggal 18 Januari 1948, PNI dan Masyumi mengeluarkan mosi tidak percaya pada Kabinet Amir Jilid II ini, karena menganggap persetujuan tersebut tidak menjamin dengan tegas akan kelanjutan dan kedudukan Republik. Kabinet Amir yang hanya didukung oleh sayap kiri tidak berhasil dipertahankan dan akhirnya pada tanggal 23 Januari 1948 Amir Sjarifuddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekarno.


Kabinet Amir Sjarifoeddin II
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.