Setelah
masuknya Masyumi dalam koalisi pemerintahan yang merubah komposisi kabinet
menandai lahirnya Kabinet Amir Sjarifoeddin Jilid II yang lebih kuat lagi
karena didukung oleh banyak partai
Dari
perundingan RI-Belanda, di atas kapal Amerika yang bernama Renville, pada
tanggal 17 Januari 1948 telah ditandatangani Persetujuan Renville. Dalam Persetujuan
Renville tercantum antara lain fasal yang menyatakan, bahwa RI harus menarik
semua pasukan yang berasa di kantong-kantong yang terdapat di belakang garis
demarkasi hasll 'ciptaan' van Mook dan harus dimasukkan ke daaerah Republik.
PNI dan Masyumi yang semula ikut mendukung perundingan Renville dan ikut
berunding sebagai anggota delegasi, menjelang penandatanganan perun- dingan
menyatakan menarik diri dari delegasi dan kabinet, dan setelah penandatanganan
PNI menarik dukungan terhadap persetujuan Renville. Dengan demikian kabi net
Amir kehilangan dukungan dua partai besar dan pada tanggal 23 Januari 1948
kabinet Amir mengundurkan diri. Mengenai tindakan Masyumi dan PNI terhadap
penandatanganan Renville Sumarsono berpendapat, bahwa oposisi yang dilakukan
kedua partai itu adalah hanya suatu cara untuk mengeluarkan Sayap Kiri dan
pemerintahan.
Perjanjian
Renville
Setelah
terbentuknya Kabinet Amir Jilid II maka tugas berat kabinet ini adalah
menyelesaikan konflik dengan Belanda pasca Agresi Militer Belanda I. Atas
prakarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa dibentuklah Komisi Tiga Negara (KTN)
sebagai mediator antara Indonesia-Belanda. Dalam KTN Indonesia memilih
Australia sebagai wakilnya sedangkan Belgia menunjuk Belanda, Selain itu Belgia
dan Amerika serikat juga memilih Amerika Serikat sebagai penengahnya. Akhirnya
setelah usaha sekian lama atas prakarsa KTN Perundingan perdamaian dapat diselenggarakan
di atas kapal angkutan pasukan milik Angkatan Laut Amerika serikat, USS
Renville. Perundingan ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dibawah pimpinan
Herremans, wakil Belgia di dalam KTN. Sementara perundingan komisi Teknis
mengalami jalan buntu. Hal ini mengalami jalan buntu karena Belanda menolak
saran KTN untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB. Pihak Belanda tidak
mau merundingkan soal-soal politik selama masalah genjatan senjata belum
selesai. Karena macetnya perundingan, pemerintahan Indonesia kemudian
mengeluarkan keterangan mengenai sebab-sebab kemacetan tersebut. Dinyatakan
bahwa Belanda hanya menyetujui hal-hal yang menguntungkan pihaknya. Kecepatan
gerakan pasukan Belanda menunjukkan keinginan untuk menduduki daerah seluas
mungkin dengan dalih melakukan operas pembersihan berdasarkan kedudukan mereka
yang terdepan.
Untuk
mengatasi kemacetan perundingan ini, KTN mengajukan usul baru supaya
masing-masing pihak berunding terlebih dahulu dengan KTN. Kedua belah pihak
setuju dan diadakan perundingan pendahuluan dengan KTN. Dari perundingan
tersebut meneytujui bahwa perjanjian linggarjati dapat dijadikan dasar
perundingan. Kemudian KTN mengajukan usul politik yang didasarkan atas
persetujuan Linggarjati, yaitu :
a. Kemerdekaan
bagi bangsa Indonesia
b. Kerjasama
Indonesia Belanda
c. Suatu
negara yang berdaulat atas dasar federasi
d. Uni
antara Indonesia Serikat dan bagian lain kerrajaan Belanda
Akhirnya
pada tanggal 17 Januari 1947 kedua belah pihak bertemu kembali diatas kapal
Renville untuk menandatangani persetujuan genjatan senjata dan prinsip-prinsip
politik yang telah disetujui bersama dengan disaksikan oleh KTN.
Kesepakatan
yang diambil dalam perundingan Renville adalah :
a. Wilayah
Indonesia meliputi Jawa Tengah dan ¾ Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.
b. Kedua
belah pihak akan menerima PBB sebagai penengah.
c. Kedaulatan
Indonesia masih dipegang oleh Belanda sebelum diserahkan kepada RIS.
Jatuhnya
Kabinet Amir Sjarifuddin II
Pada
saat perundingan berlangsung diadakan reshuffle Kabinet amir sjarifuddin.
Tujuan pemerintah adalah untuk memperkuat kabinetnya dalam rangka mengahadapi
perundingan dengan Belanda. Walaupun kabinet Amir merupakan kabinet koalisi
yang kuat, namun setelah kabinet Amir menerima hasil perjanjian Renville,
partai-partai politik kembali menentangnya dan menarik kembali
menteri-menterinya dari kabinet. Sebagai hasil sidang KNI-P pada tanggal 18
Januari 1948, PNI dan Masyumi mengeluarkan mosi tidak percaya pada Kabinet Amir
Jilid II ini, karena menganggap persetujuan tersebut tidak menjamin dengan
tegas akan kelanjutan dan kedudukan Republik. Kabinet Amir yang hanya didukung
oleh sayap kiri tidak berhasil dipertahankan dan akhirnya pada tanggal 23
Januari 1948 Amir Sjarifuddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden
Soekarno.
Kabinet Amir Sjarifoeddin II
4/
5
Oleh
Unknown