Islam
hadir di Maladewa sejak berabad lampau tepatnya pada Abad 12 M. Seperti di
banyak kawasan, agama ini dibawa oleh pedagang asal Timur Tengah dan Gujarat
untuk kemudian diterima luas oleh masyarakat setempat. Maka tidak mengherankan
apabila Islam telah menjadi agama resmi semenjak 9 Abad Silam.
Islam
di Maldewa kini tidak hanya merupakan sebuah agama namun telah menjadi bagian
tak terpisahkan serta identitas bagi negara tersebut, bahkan konstitusi terbaru
yang dikeluarkan pada tahun 2008 lebih keras lagi yang menyatakan bahwa
Penduduk Maladewa yang beragama Non-Islam akan kehilangan kewarga negaraanya.
Kisah Islam Menerangi Maladewa
Kisah
awalnya masuknya Islam di negara kepulauan tersebut didapatkan dari catatan perjalanan
Muhammad Ibn Batuta, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Maladewa
pada tahun 1344 M. Menurut dia, konon awalnya masuknya Islam ke negara tersebut
disebarkan seorang ulama bernama Abu Barakath Yoosuf Al Barbari, yang pernah
sekali singgah di Maladewa ketika sedang dalam perjalanan dakwah dan
mengembara. Saat ia tiba, rakyat Maladewa tengah dicekam ketakutan. Rannamari,
penguasa laut menurut kepercayaan masyarakat kala itu, keluar dari tempatnya
sebulan sekali. Ia datang untuk menjemput korban berupa seorang anak perempuan
muda yang masih perawan. Jika tidak diberi, ia akan mengamuk hingga
mengakibatkan bencana bagi semua orang.
Korban,
anak perempuan malang itu, dipilih untuk dikorbankan berdasarkan kesepakatan
bersama rakyat. Setelah terpilih, anak perawan itu dibawa ke candi di dekat
pantai sendirian. Rannamari akan menjemputnya. Esok pagi, anak gadis itu
meninggal dalam kondisi mengenaskan. Ia menjadi korban keganasan dewa laut.
Gadis itu meninggal dalam kondisi telah diperkosa.
Saat
masyarakat tengah diliputi ketegangan, Abu Barakath datang. Ia menginap di
rumah salah seorang warga yang kebetulan anaknya terpilih untuk dikorbankan
kepada dewa laut yang serakah.
Abu
Barakath merasakan betul kesedihan yang melanda keluarga tempatnya menginap. Ia
yakin, itu cuma cerita mistik atau mitos. Dan sebagai umat Islam, ia tertarik
untuk membantu keluarga tempatnya menginap dan membebaskan rakyat dari cerita
tahyul atau syirik. Maka ia bersedia menjadi korban.
Abu
Barakath lantas didandani layaknya anak perempuan. Ia dibawa ke candi dengan
tatapan penuh heran masyarakat setempat. Pria cerdas yang memang ulama itu
kemudian duduk di dalam candi tanpa sekalipun lalai dari mengingat Allah.
Sepanjang malam ia tak henti membaca Alquran.
Esoknya
beramai-ramai penduduk mendatangi candi. Dengan rasa penasaran mereka ingin
menyaksikan apa yang terjadi pada anak perawan buatan itu. Betapa
terperanjatnya, penduduk setempat saat melihat ‘anak perempuan’ yang
dipersembahkan bagi dewa laut itu masih hidup. Apalagi ia tampak masih khusyuk
membaca Alquran. Kegembiraan segera meliputi masyarakat Maldewa. Mereka
berterima kasih kepada pahlawan yang telah mengalahkan dewa laut Rannamari.
Raja
Maladewa, yang saat itu berkuasa Sri Tribuvana Aditiya mendengar kisah itu lalu
mendatangi Abu Barakath Al Barbari dan mendengarkan cerita yang sesungguhnya.
Menurut keyakinan raja, kekuatan buruk telah dikalahkan oleh kekuatan suci
orang mulia dan ayat suci Alquran. Serta merta dia bersyahadat dan menyatakan
diri sebagai Islam dan menjadi orang Maladewa pertama yang masuk Islam pada
tahun 1153 M, kemudian langkahnya tersebut diikuti oleh istri dan anak-anaknya.
Di tahun yang sama dengan pengaruhnya, raja memerintahkan semua rakyatnya
mengikuti langkahnya memeluk Islam dan meninggalkan agama lama mereka
Hindu-Budha. Lalu kerajaan pun juga diubah menjadi Kerajaan Islam (Kesultanan)
dan menjadikan Agama Islam sebagai Agama Nasional. Jadilah Maladewa negeri
dengan mayoritas penduduk beragama Islam sejak saat itu.
Masjid
di Maldewa
Di negara kepulauan ini, masjid atau lebih
dikenal sebagai miski, menjadi simbol penting pusat kegiatan Agama.
Selalu ada masjid di beberapa pelosok
Maladewa. Kebanyakan bangunan masjid dicat putih dan terbuat dari batu karang
dengan menggunakan seng atau jerami sebagai atapnya.
Kisah pembangunan Masjid di negara ini
diawali dari pembangunan masjid pertama yang mereka sebut sebagai Hukuru
Miskiiy atau masjid Jum’at atau Masjid Jami bersamaan dengan pembangunan Masjid
Ied yang dibangun oleh Raja Aditya pada tahun 1153 M.
Bahkan dua masjid tua peninggaln Sultan
pertama mereka tersebut lainya dimasukkan UNESCO dalam daftar warisan budaya dunia
bersama belasan Masjid masjid tua lainya di negara tersebut.
Di Malé, Ibukota Maladewa berdiri Islamic
Center dan Masjid Besar yang dibangun pada tahun 1984 dengan dana bantuan dari
negara-negara Teluk Persia, Pakistan, Brunei, dan Malaysia.
Islam Agama Negara
Setelah
Maladewa menjadi Negara Republik pada tahun 1968 Parlemen negara ini
mengeluarkan undang-undang negara yang menyatakan Islam sebagai agama resmi
negara pada tahun 1997. Ditetapkan pula bahwa setiap warga negara harus
beragama Islam dan pengamalan agama selain Islam dilarang berdasarkan
undang-undang. Perkecualian bagi orang asing yang non-Muslim, mereka bisa
menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya namun harus dilakukan secara privasi
serta tidak diperbolehkan mengajak penduduk untuk berpartisipasi. Dalam hal
ini, presiden merupakan ‘penguasa tertinggi penegak syariat Islam’.
Pemerintah
juga melarang peredaran barang atau material apapun yang bercirikan non-Islam,
namun tiap warga negara diperbolehkan menyimpan literatur-literatur agama,
seperti Injil, tapi hanya untuk kepentingan pribadi. Begitu pun penjualan
pernak-pernik agama non-Islam — kartu dan pohon Natal — kecuali hanya dibatasi
untuk orang asing dan turis. Langkah serta kebijakan lain adalah pelarangan
bagi aktivitas penyiaran agama non-Islam serta misionaris. Peralihan agama dari
Islam ke non-Islam sangat bertentangan dengan hukum syariat dan dapat berdampak
bagi hilangnya hak kewarganegaraan.
Penduduk Maladewa
Penduduknya
mempunyai akar etnik dari India Selatan, Sinhalese, dan Arab. Sebagian besar
mempraktikkan Islam Sunni.
Dalam
revisi konstitusi terbaru tahun 2008 pada Pasal 9 D dinyatakan warga non-Muslim
tidak bisa menjadi warga negara Maladewa, untuk makin menegaskan bahwa Islam
telah menyatu dan menjadi identitas bagi penduduk Maladewa.
Royal
Islamic Strategic Research Centre (RISSC), sebuah organisasi riset independen
dari Yordania pada 2010, melaporkan, bahwa Maladewa merupakan sebuah negara
Muslim dengan prosentase muslim sebesar
99,41 % dari total populasi Maladewa. Sementara konstitusi Maladewa
mengklaim bahwa penduduknya 100 persen Muslim, karena secara tidak langsung,
Islam merupakan sebuah persyaratan seseorang untuk memegang status sebagai
warga negara Maladewa.
Pada
1994 Undang-Undang Perlindungan Agama diberlakukan. Undang-Undang ini membatasi
kebebasan beribadah selain agama Islam.
Selama
ratusan tahun, Muslim Sunni mempraktikkan Islam secara liberal. Namun, di bawah
kekuasaan Presiden Maumoon Abdul Gayoom yang otokratik selama tiga dekade, ia
menerapkan elemen Islam garis keras di negara yang terletak 700 kilometer di
selatan Sri Lanka tersebut.
Seiring
berakhirnya kekuasaan Gayoom pada 2008, pakaian bagi perempuan menjadi lebih
konservatif. Sebelumnya, perempuan banyak yang berbusana dengan warna-warna
terang, namun kini mereka cenderung mengenakan jubah hitam dan penutup kepala.
Di pulau yang lebih konservatif, seperti Himandhoo, perempuan mengenakan abaya
hitam dan cadar.
Hari Juma’at
Bagi
negara yang memiliki mata uang Rufiyaa ini. Hari Jumat merupakan hari istimewa,
karena hari kerja ditetapkan mulai Ahad hingga Kamis sedangkan hari Jumat
ditetapkan sebagai hari libur.
Hari
Jumat menjadi hari terpenting bagi Muslim Maladewa untuk mengunjungi masjid.
Untuk itu, pertokoan dan perkantoran di seluruh penjuru negara mengakhiri aktivitas
mereka pada pukul 11.00 siang. Khutbah Jumat dilaksanakan satu setengah jam
setelahnya, atau sekitar Pukul 12.30.
Islam
juga sangat berdampak pada hukum di Maladewa. Hukum Islam syariah yang dikenal oleh
Dhivehi dengan nama sariatu membentuk aturan dasar yang disesuaikan dengan
kondisi lokal penduduk.
Selama
bulan Ramadhan, kafe dan restoran ditutup pada siang hari dan hanya buka
menjelang waktu berbuka dan pada pada malam hari. serta pemerintah membatasi
jam kerja pula.
Di
negara yang 30 persen pendapatannya berasal dari pariwisata ini, Adzan
dikumandangkan lima kali sehari dan tiap kafe, toko dan kantor diwajibkan menghentikan aktivitasnya selama lima belas
menit setelah azan berkumandang.
Maladewa dan Islam : Dua Hal Yang Tak Terpisahkan
4/
5
Oleh
Unknown