Sunday, January 31, 2016

Maladewa dan Islam : Dua Hal Yang Tak Terpisahkan

Islam hadir di Maladewa sejak berabad lampau tepatnya pada Abad 12 M. Seperti di banyak kawasan, agama ini dibawa oleh pedagang asal Timur Tengah dan Gujarat untuk kemudian diterima luas oleh masyarakat setempat. Maka tidak mengherankan apabila Islam telah menjadi agama resmi semenjak 9 Abad Silam.
Islam di Maldewa kini tidak hanya merupakan sebuah agama namun telah menjadi bagian tak terpisahkan serta identitas bagi negara tersebut, bahkan konstitusi terbaru yang dikeluarkan pada tahun 2008 lebih keras lagi yang menyatakan bahwa Penduduk Maladewa yang beragama Non-Islam akan kehilangan kewarga negaraanya. 

Kisah Islam Menerangi Maladewa
Kisah awalnya masuknya Islam di negara kepulauan tersebut didapatkan dari catatan perjalanan Muhammad Ibn Batuta, seorang pengembara asal Maroko yang mengunjungi Maladewa pada tahun 1344 M. Menurut dia, konon awalnya masuknya Islam ke negara tersebut disebarkan seorang ulama bernama Abu Barakath Yoosuf Al Barbari, yang pernah sekali singgah di Maladewa ketika sedang dalam perjalanan dakwah dan mengembara. Saat ia tiba, rakyat Maladewa tengah dicekam ketakutan. Rannamari, penguasa laut menurut kepercayaan masyarakat kala itu, keluar dari tempatnya sebulan sekali. Ia datang untuk menjemput korban berupa seorang anak perempuan muda yang masih perawan. Jika tidak diberi, ia akan mengamuk hingga mengakibatkan bencana bagi semua orang.

Korban, anak perempuan malang itu, dipilih untuk dikorbankan berdasarkan kesepakatan bersama rakyat. Setelah terpilih, anak perawan itu dibawa ke candi di dekat pantai sendirian. Rannamari akan menjemputnya. Esok pagi, anak gadis itu meninggal dalam kondisi mengenaskan. Ia menjadi korban keganasan dewa laut. Gadis itu meninggal dalam kondisi telah diperkosa.
Saat masyarakat tengah diliputi ketegangan, Abu Barakath datang. Ia menginap di rumah salah seorang warga yang kebetulan anaknya terpilih untuk dikorbankan kepada dewa laut yang serakah.
Abu Barakath merasakan betul kesedihan yang melanda keluarga tempatnya menginap. Ia yakin, itu cuma cerita mistik atau mitos. Dan sebagai umat Islam, ia tertarik untuk membantu keluarga tempatnya menginap dan membebaskan rakyat dari cerita tahyul atau syirik. Maka ia bersedia menjadi korban.
Abu Barakath lantas didandani layaknya anak perempuan. Ia dibawa ke candi dengan tatapan penuh heran masyarakat setempat. Pria cerdas yang memang ulama itu kemudian duduk di dalam candi tanpa sekalipun lalai dari mengingat Allah. Sepanjang malam ia tak henti membaca Alquran.
Esoknya beramai-ramai penduduk mendatangi candi. Dengan rasa penasaran mereka ingin menyaksikan apa yang terjadi pada anak perawan buatan itu. Betapa terperanjatnya, penduduk setempat saat melihat ‘anak perempuan’ yang dipersembahkan bagi dewa laut itu masih hidup. Apalagi ia tampak masih khusyuk membaca Alquran. Kegembiraan segera meliputi masyarakat Maldewa. Mereka berterima kasih kepada pahlawan yang telah mengalahkan dewa laut Rannamari.
Raja Maladewa, yang saat itu berkuasa Sri Tribuvana Aditiya mendengar kisah itu lalu mendatangi Abu Barakath Al Barbari dan mendengarkan cerita yang sesungguhnya. Menurut keyakinan raja, kekuatan buruk telah dikalahkan oleh kekuatan suci orang mulia dan ayat suci Alquran. Serta merta dia bersyahadat dan menyatakan diri sebagai Islam dan menjadi orang Maladewa pertama yang masuk Islam pada tahun 1153 M, kemudian langkahnya tersebut diikuti oleh istri dan anak-anaknya. Di tahun yang sama dengan pengaruhnya, raja memerintahkan semua rakyatnya mengikuti langkahnya memeluk Islam dan meninggalkan agama lama mereka Hindu-Budha. Lalu kerajaan pun juga diubah menjadi Kerajaan Islam (Kesultanan) dan menjadikan Agama Islam sebagai Agama Nasional. Jadilah Maladewa negeri dengan mayoritas penduduk beragama Islam sejak saat itu.
Masjid di Maldewa
Di negara kepulauan ini, masjid atau lebih dikenal sebagai miski, menjadi simbol penting pusat kegiatan Agama.
Selalu ada masjid di beberapa pelosok Maladewa. Kebanyakan bangunan masjid dicat putih dan terbuat dari batu karang dengan menggunakan seng atau jerami sebagai atapnya.
Kisah pembangunan Masjid di negara ini diawali dari pembangunan masjid pertama yang mereka sebut sebagai Hukuru Miskiiy atau masjid Jum’at atau Masjid Jami bersamaan dengan pembangunan Masjid Ied yang dibangun oleh Raja Aditya pada tahun 1153 M.
Bahkan dua masjid tua peninggaln Sultan pertama mereka tersebut lainya dimasukkan  UNESCO dalam daftar warisan budaya dunia bersama belasan Masjid masjid tua lainya di negara tersebut.
Di Malé, Ibukota Maladewa berdiri Islamic Center dan Masjid Besar yang dibangun pada tahun 1984 dengan dana bantuan dari negara-negara Teluk Persia, Pakistan, Brunei, dan Malaysia.

Islam Agama Negara
Setelah Maladewa menjadi Negara Republik pada tahun 1968 Parlemen negara ini mengeluarkan undang-undang negara yang menyatakan Islam sebagai agama resmi negara pada tahun 1997. Ditetapkan pula bahwa setiap warga negara harus beragama Islam dan pengamalan agama selain Islam dilarang berdasarkan undang-undang. Perkecualian bagi orang asing yang non-Muslim, mereka bisa menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya namun harus dilakukan secara privasi serta tidak diperbolehkan mengajak penduduk untuk berpartisipasi. Dalam hal ini, presiden merupakan ‘penguasa tertinggi penegak syariat Islam’.
Pemerintah juga melarang peredaran barang atau material apapun yang bercirikan non-Islam, namun tiap warga negara diperbolehkan menyimpan literatur-literatur agama, seperti Injil, tapi hanya untuk kepentingan pribadi. Begitu pun penjualan pernak-pernik agama non-Islam — kartu dan pohon Natal — kecuali hanya dibatasi untuk orang asing dan turis. Langkah serta kebijakan lain adalah pelarangan bagi aktivitas penyiaran agama non-Islam serta misionaris. Peralihan agama dari Islam ke non-Islam sangat bertentangan dengan hukum syariat dan dapat berdampak bagi hilangnya hak kewarganegaraan.
Penduduk Maladewa
Penduduknya mempunyai akar etnik dari India Selatan, Sinhalese, dan Arab. Sebagian besar mempraktikkan Islam Sunni.
Dalam revisi konstitusi terbaru tahun 2008 pada Pasal 9 D dinyatakan warga non-Muslim tidak bisa menjadi warga negara Maladewa, untuk makin menegaskan bahwa Islam telah menyatu dan menjadi identitas bagi penduduk Maladewa.
Royal Islamic Strategic Research Centre (RISSC), sebuah organisasi riset independen dari Yordania pada 2010, melaporkan, bahwa Maladewa merupakan sebuah negara Muslim dengan prosentase muslim sebesar  99,41 % dari total populasi Maladewa. Sementara konstitusi Maladewa mengklaim bahwa penduduknya 100 persen Muslim, karena secara tidak langsung, Islam merupakan sebuah persyaratan seseorang untuk memegang status sebagai warga negara Maladewa.
Pada 1994 Undang-Undang Perlindungan Agama diberlakukan. Undang-Undang ini membatasi kebebasan beribadah selain agama Islam.
Selama ratusan tahun, Muslim Sunni mempraktikkan Islam secara liberal. Namun, di bawah kekuasaan Presiden Maumoon Abdul Gayoom yang otokratik selama tiga dekade, ia menerapkan elemen Islam garis keras di negara yang terletak 700 kilometer di selatan Sri Lanka tersebut.
Seiring berakhirnya kekuasaan Gayoom pada 2008, pakaian bagi perempuan menjadi lebih konservatif. Sebelumnya, perempuan banyak yang berbusana dengan warna-warna terang, namun kini mereka cenderung mengenakan jubah hitam dan penutup kepala. Di pulau yang lebih konservatif, seperti Himandhoo, perempuan mengenakan abaya hitam dan cadar. 

Hari Juma’at
Bagi negara yang memiliki mata uang Rufiyaa ini. Hari Jumat merupakan hari istimewa, karena hari kerja ditetapkan mulai Ahad hingga Kamis sedangkan hari Jumat ditetapkan sebagai hari libur.
Hari Jumat menjadi hari terpenting bagi Muslim Maladewa untuk mengunjungi masjid. Untuk itu, pertokoan dan perkantoran di seluruh penjuru negara mengakhiri aktivitas mereka pada pukul 11.00 siang. Khutbah Jumat dilaksanakan satu setengah jam setelahnya, atau sekitar Pukul 12.30.
Islam juga sangat berdampak pada hukum di Maladewa. Hukum Islam syariah yang dikenal oleh Dhivehi dengan nama sariatu membentuk aturan dasar yang disesuaikan dengan kondisi lokal penduduk.
Selama bulan Ramadhan, kafe dan restoran ditutup pada siang hari dan hanya buka menjelang waktu berbuka dan pada pada malam hari. serta pemerintah membatasi jam kerja pula.

Di negara yang 30 persen pendapatannya berasal dari pariwisata ini, Adzan dikumandangkan lima kali sehari dan tiap kafe,  toko dan kantor diwajibkan  menghentikan aktivitasnya selama lima belas menit setelah azan berkumandang.

Maladewa dan Islam : Dua Hal Yang Tak Terpisahkan
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.