Pada
10 Oktober tahun 1911, meletuslah Revolusi China dimana rakyat China yang
mayoritas suku Han berhasil mengakhiri 200 tahun pemerintahan Kekaisaran
Dinasti Qing (1644-1912) yang didominasi oleh minoritas etnis Manchu,yang
dinilai korup dan lemah dalam membendung intervensi asing. Setelah revolusi ini
sistem pemerintahan China berganti dari Monarki menjadi Republik sehingga
menempatkan China sebagai negara pertama di Asia yang berbentuk republik.
Pada
29 Desember 1911, Sun Yat-sen terpilih sebagai presiden oleh majelis Nanjing yang
mewakili tujuh belas provinsi yang kemudian pada tanggal 1 Januari 1912, ia
secara resmi dilantik secara resmi menjadi Presiden pertama Republik China
Namun
sayangnya Dr Sun Yat Sen hanya menjabat Presiden selama tiga bulan ( 29
Desember 1911-10 Maret 1912. Hal ini dikarenakan intrik-intrik gerakan para
tuan tanah yang banyak mengontrol pemerintahan dan kehidupan negara serta
minimnya dukungan militer pada pemerintahanya.
Ia
kemudian menyerahkan kursi kepresidenan kepada Jenderal Yuan Shikai, yang
merupakan mantan perdana menteri pemerintahan Dinasti Qing. Yuan secara
resmi terpilih sebagai presiden pada tahun 1913. Dalam menjalankan
pemerintahanya ia menggunakan kekuatan militer dan mengabaikan lembaga republik
yang didirikan oleh pendahulunya. Setelah menduduki jabatanya, Dia membuat
keputusan kontroversial dengan segera menghapuskan kekuasaan Kuomintang (KMT),
melarang "organisasi rahasia" (yang secara implisit termasuk KMT).
Selanjutnya pada tahun 1915 Yuan menyatakan dirinya sebagai Kaisar China.
Penguasa
baru China ini mencoba untuk meningkatkan sentralisasi pemerintahan dengan
menghapuskan sistem provinsi, namun langkah ini mengundang perlawanan para
bangsawan dan gubernur provinsi. Kemudian banyak provinsi menyatakan
kemerdekaan dan menjadi negara panglima perang. Tindaka-tindakanya membuat para
pendukungnya meninggalkanya sehingga akhirnya, Yuan menyerah menjadi Kaisar
pada tahun 1916 dan meninggal beberapa waktu kemudian.
Setelah
kematian Yuan, para pengikutnya membentuk pemerintahan di Beijing sementara
partai (nasionalis) Kuomintang Sun Yat-Sen membentuk pemerintahan tandingan di
Kanton. Sepuluh tahun selanjutnya, China terlibat dalam perang sipil. Pada
tahun 1919, terjadi protes mahasiswa terhadap respon pemerintah yang lemah
terhadap Perjanjian Versailles yang berisi Jepang mengambil alih koloni Jerman
di China, yang dianggap tidak adil oleh para intelektual China. Kebencian pada
barat ini membuat paham komunis mulai menyebar di China dan akhirnya pada tahun
1920 berdiri Partai Komunis China
Yuan
Shikai meninggal dunia dengan mewariskan kesimpangsiuran perundang-undangan dan
angkatan bersenjata Tentara China Utara tanpa seorang panglima yang diakui
sebagai pemimpinnya. Akibatnya era 1916-1928 di China dikenal sebagai periode warlordisme atau
periode para jenderal perang. Selama masa ini para warlord saling
berperang untuk mendapatkan pengaruh kekuasaan.
Sementara
itu di wilayah China Selatan Sun Yat Sen masih memiliki pengaruh yang besar.
Dengan bantuan Rusia, Sun Yat Sen mengorganisasi ulang Partai Kuomintang. Dalam
kebijakanya, ia mengizinkan anggota Partai Komunis untuk bergabung untuk
mempersatukan China kembali.
Dekade Nanjing
Setelah
kematian Sun pada bulan Maret 1925, Chiang Kai-shek menjadi pemimpin Partai
Kuomintang. Pada tahun 1926, Chiang memimpin Ekspedisi Utara untuk tujuan
mengalahkan panglima perang dan mempersatukan China. Dalam ekpedisi tersebut
Chiang menerima bantuan Uni Soviet dan Kaum komunis. Namun, ditengah perjalanan
ia memutuskah hubungan dengan Uni Soviet karena curiga Soviet ingin
menyingkirkan Kuomintang yang dikenal sebagai Nasionalis dan akan berbalik
mendukung komunis untuk menguasai China. Setelah itu pecahlah pertempuran
antara Kuomintang dan China yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban.
Pada
saat yang sama, konflik kekerasan terjadi di Tiongkok Selatan, yang merupakan
basis kaum Komunis disana mereka membantai pendukung Nasionalis. Peristiwa ini
akhirnya mengarah pada Perang Saudara Tiongkok antara Nasionalis dan Komunis.
Chiang Kai-shek berusaha menekan pihak Komunis ke pedalaman saat ia berusaha
untuk menghancurkan mereka, sehingga Partai Komunis terpaksa mengadakan long
march ke daerah barat daya dan mendirikan basis gerinya di Provinsi Yan'an dan
Shaanxi. Selama long march ini, muncul pemimpin PKC yang baru Mao Zedong.
Setelah
berhasil mempersatukan China dan mendesak komunis, Chiang Kai Sek akhirnya
mendirikan pemerintahan dengan Nanking sebagai ibukota pada tahun 1927. Kemudian
pada tahun 1928, tentara Chiang menjatuhkan pemerintah Beiyang yang menjadi
penanda dimulainya Dekade Nanjing.
Pada
tahun 1930 pihak Nasionalis yang mengambil alih kekuasaan militer dan
menyatukan Tiongkok memulai tahap kedua dengan menetapkan sebuah konstitusi
sementara dan memulai periode yang disebut "pengawasan”
Undang-undang
disahkan dan kemudian menggelar kampanye mempromosikan hak-hak perempuan. Selanjutnya
gerakan pembangunan yang dimulai dari desa muali digalakkan. Selain itu Pemerintah
Nasionalis juga mengumukan rencananya membuat konstitusi baru pada 5 Mei 1936.
Selama
zaman ini serangkaian perang besar-besaran terjadi di Tiongkok barat, termasuk
Pemberontakan Kumul, Perang Tiongkok-Tibet dan Invasi Soviet ke Xinjiang.
Meskipun pemerintah pusat berusaha secara penuh mengendalikan seluruh negara
selama periode ini, namun secara kenyataanya sebagian besar wilayah China di
bawah kekuasaan semi-otonom oleh panglima perang lokal, pemimpin militer
provinsi atau koalisi panglima perang. Pemerintahan Nasionalis terkuat berada
di wilayah timur di sekitar ibukota Nanjing, tapi militeris regional seperti
Feng Yuxiang dan Yan Xishan mempertahankan otoritas lokal.
Invasi Jepang ke China
Industrialisasi
besar-besaran di Jepang serta pertunbuhan penduduk yang tinggi dan juga faktor
kemenangan Faksi militer dalam pemerintahan Jepang membuat Jepang memerlukan
bahan baku dan daerah pemasaran untuk industrinya selain itu Jepang juga perlu
daerah baru untuk penduduknya karena wilayah Jepang yang sempit, akhirnya
Jepang pun mulai menyusun ekspansi militernya secara matang
Pada
bulan September 1931 Jepang merebut Manchuria dari China kemudian mendirikan negara boneka bernama Manchukuo
dengan mengangkat kaisar Qing Puyi sebagai kepala negaranya pada tahun 1932.
Hilangnya Manchuria membuat pukulan besar bagi perekonomian China dibawah Kuomintang.
Liga Bangsa-Bangsa yang didirikan pada akhir Perang Dunia I, tidak dapat
bertindak apa-apa dalam menghadapi pembangkangan Jepang.
Setelah
berhasil menguasai Manchuria, Jepang kemudian berusaha menguasai wilayah China
lainya, namun pada saat itu pemerintahan Chiang pada saat itu lebih sibuk
dengan kampanye pemusnahan Komunis dibandingkan dengan melawan penjajah Jepang.
Pada bulan Desember 1936, terjadi peristiwa yang terkenal dengan nama Insiden
Xian, dalam peristiwa tersebut Chiang Kai-shek, dalam sebuah acara diculik oleh
Zhang Xueliang dan dipaksa untuk bersekutu dengan Partai Komunis untuk melawan
Jepang, dan Chiang pun setuju dan akhirnya terbentuklah Persatuan Partai
Kuomintang –Partai Komunis China melawan Jepang.
Perlawanan
China mulai memanas setelah pada 7 Juli 1937, terjadi bentrokan antara pasukan China
dan Jepang di luar Beijing dekat Jembatan Marco Polo. Pertempuran ini
menyebabkan awal perang terbuka antara China dan Jepang, meskipun kedua pihak
tidak menyatakan perang. Setelah insiden tersebut Shanghai jatuh ke tangan
Jepang setelah tiga bulan pertempuran selanjutnya Ibu kota Nanjing juga jatuh
pada bulan Desember 1937. Kejatuhan Nanjing diikuti oleh insiden pembunuhan dan
perkosaan massal yang dikenal sebagai Pembantaian
Nanjing. Ibu kota negara sementara akhirnya dipindahkan ke Wuhan yang
kemudian diganti menjadi Chongqing yang menjadi pusat pemerintahan sampai 1945.
Pada
1940 Jepang mendirikan pemerintahan boneka di China dengan menunjuk Wang Jingwei
sebagai Presidenya.
Front
Persatuan antara Kuomintang dan Partai Komunis China memberikan keuntungan
besar bagi pihan PKC untuk menyebarkan ajaran dan propagandanya pada masyarakat
China
Setelah
tahun 1940 konflik antara Kuomintang dan Komunis menjadi lebih sering terjadi di
daerah-daerah yang tidak di bawah kendali Jepang. Masuknya Amerika Serikat ke
Perang Pasifik setelah 1941 mengubah sifat hubungan mereka. Komunis memperluas
pengaruh mereka, dan Kuomintang berusaha untuk menetralisir penyebaran pengaruh
komunis. Sementara itu Tiongkok utara telah disusupi secara politik oleh
politisi Jepang di Manchukuo yang menggunakan fasilitas, seperti Wei Huang
Gong.
Pada
tahun 1945 Republik Tiongkok muncul dari perang, nominal dengan kekuatan
militer yang besar namun sebenarnya ekonomi terpuruk dan di ambang perang
saudara habis-habisan. Ekonomi memburuk, dilemahkan oleh tuntutan militer dari
perang asing dan perselisihan internal, dengan inflasi spiral, pengambilan
keuntungan oleh pihak Nasionalis, spekulasi dan penimbunan. Kelaparan datang
setelah perang, dan jutaan orang kehilangan tempat tinggal akibat banjir dan
kondisi tidak menentu di banyak bagian negara.
Situasi
semakin rumit setelah kesepakatan Sekutu di Konferensi Yalta pada bulan
Februari 1945 dengan masuknya pasukan Uni Soviet ke Manchuria untuk mempercepat
kekalahan Jepang. Kuomintang awalnya yakin bahwa niat Soviet menduduki
Manchuria adalah membantu mereka mengalahkan Jepang dan tidak ada kepentingan
lain.
Setelah
berakhirnya Perang Dunia II pada 15 Agustus 1945, Pemerintah Nasionalis-Kuomintang
memindahkan ibukota kembali ke Nanjing. Dengan bantuan Amerika, tentara
Nasionalis pindah ke utara seiring menyerahnya Jepang di daerah itu. Uni Soviet
yang masih menduduki Manchuria kemudian membantu Partai Komunis agar bisa lebih
kuat lagi dalam menghadapi konflik dengan Kuomintang.
Berdirinya Republik Rakyat China
Menjelang
berakhirnya Perang Dunia II perang, Amerika Serikat mengerahkan kapal perang US
Marines untuk mengantisipasi Uni Soviet menyerang Beijing dan Tianjin serta
sebagai upaya memberikan dukungan logistik pada pasukan Kuomintang di sebelah utara dan timur
laut Tiongkok.
Untuk
membantu tujuan ini, pada 30 September 1945 Divisi Marinir Pertama tiba di
Tiongkok dan diberi tugas dengan tuntutan keamanan di wilayah Semenanjung
Shandong dan bagian timur Provinsi Hebei.
Melalui
pengaruh mediasi Amerika Serikat gencatan senjata militer disepakati pada bulan
Januari 1946, namun setelah itu pertempuran kembali terjadi antara Kuomintang
dan Komunis. Ditengah isu permasalahan ketidakberesan korupsi yang mnjangkiti
pemerintah Republik China pimpinan Kuomintang, serta meningkatnya hasutan dan
propaganda yang dilakukan Partai Komunis, rakyat China mulai ragu pada
Kuomintang dan berpaling bersimpati pada Partai Komunis.
Meski
terlambat, pemerintah saat itu berusaha untuk menarik simpati dan dukungan
rakyat melalui reformasi internal. sayangnya usaha ini sia-sia karena korupsi
merajalela dan kekacauan politik dan ekonomi telah merajalela. Pada akhir 1948
posisi Kuomintang kian suram dan terjepit. Militer Kuomintang mengalami demoralisasi, sehingga meskipun Kuomintang
memiliki keuntungan dalam jumlah angkatan bersenjata dan senjata, serta menguasai
wilayah dan populasi yang jauh lebih besar dan menikmati dukungan internasional
yang cukup besar namun mereka terus mengalami banyak kekalahan dari Tentara
Pembebasan Rakyat, Partai Komunis China.
Pada
Januari 1949 Beijing diambil alih oleh Komunis tanpa perlawanan. Antara April
dan November Kuomintang kehilangan kota-kota besar kepada Komunis dengan
sedikit perlawanan. Dalam kebanyakan kasus pedesaan dan kota-kota kecil
sekitarnya telah berada dibawah pengaruh komunis, jauh sebelum kota. Akhirnya,
pada tanggal 1 Oktober 1949, pihak Komunis mendirikan Republik Rakyat China.
Sementara
itu Parta Kuomintang pimpinan Chiang Kai-shek pada 1 Oktober 1949 bersama para
pendukungnya yang kurang lebih berjumlah dua juta serta ratusan ribu pasukan
meninggalkan China daratan menuju ke Pulau Taiwan. Selanjutnya pada 7 Desember
1949 Chiang menyatakan Taipei sebagai ibukota sementara Republik China.
Sejarah Berdirinya Republik Rakyat China
4/
5
Oleh
Unknown