Monday, November 23, 2015

Polpot, Sang Jagal dari Kamboja

Kehidupan Awal
Polpot yang memiliki nama asli Saloth Sar lahir pada 19 Mei 1925, ia merupakan anak ke kedelapan dari sembilan bersaudara dan yang kedua dari tiga putra dari pasangan Pen Saloth dan Sok Nem. Keluarga itu tinggal di sebuah desa nelayan kecil bernama Prek Sbauv, Provinsi Kampong Thom selama daerah kolonialisme Prancis. Pen Saloth adalah seorang petani padi yang memiliki 12 hektar lahan dan beberapa kerbau. Keluarga tersebut dianggap cukup kaya dengan standar seperti itu di masanya. 

Ketika usianya 6 tahun ia pindah ke Phnom Penh, disana ia tinggal bersama saudara laki-lainya yang bekerja sebagai Pejabar Istana, Disana ia juga belajar tentang prinsip-prinsip agama Budha. Lalu Pada tahun 1935, Saloth Sar pindah ke École Miche, sebuah sekolah Katolik di Phnom Penh. Pada 1946, ia bergabung dalam organisasi perlawanan anti Perancis pimpinan Ho Chi Minh dari Vietnam , ia juga bergabunga dalam organisasi terlarang Partai Komunis Indochina.  Pada tahun 1947, ia berkesempatan masuk secara ekskulsif ke Lycée Sisowath, tetapi sayang dia tidak berhasil dalam studinya.

Beasiswa ke Paris
Setelah beralih ke sekolah teknik di Russey Keo, di utara Phnom Penh, Saloth Sar mendapatkan beasiswa belajarr di di EFR di Paris Jurusan elektronik radio dari tahun 1949 hingga 1953. Di Paris ia aktif berpartisipasi dalam membangun  Gerakan brigade buruh internasional di Zagreb, Republik Federal Yugoslavia pada tahun 1950. Setelah Uni Soviet mengakui Viet Minh sebagai pemerintah Vietnam pada tahun 1950 , Partai Komunis Prancis (PKP) mengambil peran dalam penyebab kemerdekaan Vietnam. Pandangan anti-kolonialisme dari PKP menarik banyak perhatian anak muda Kamboja, termasuk Sar. Pada tahun 1951, ia bergabung dengan sebuah organisasi rahasia komunis yang dikenal sebagai Cercle Marxiste ("lingkaran Marxis"), yang telah menguasai Asosiasi Mahasiswa Khmer (AMK) pada tahun yang sama. Dalam beberapa bulan, Sar bergabung dengan PKP.

Ia juga bersama beberapa pemuda Kamboja lainya membentuk “ Kelompok Pelajar Paris” yang merupakan cikal bakal kawah lahirnya para pemimpin-pemimpin Khmer Merah, mereka antara lain adalah Leng Shary, Khieu Sampan, Khieu Ponnary dan Song Ten. Para pemuda ini secara terang-terangan menentang pemerintahan Raja Norodom sihanouk yang memerintah Kamboja saat itu. Ia juga bergabung dalam Partai Komunis Indocina yang merupakan gabungan dari 3 unit partai yang bekerja secara independen yaitu partai komunis Kamboja, Vietnam dan Laos. Dari 3 Unit Partai ini Partai Komunis Vietnam adalah kelompok yang paling mendominasi.

Pulang Kampung ke Kamboja
Karena gagal ujian dalam tiga tahun berturut-turut, Saloth Sar dipanggil pulang kembali ke Kamboja pada bulan Januari 1953. Di Kamboja ia sangat aktif dalam gerakan-gerakan kaum komunis lalu ia bergabung dalam Partai Revolusioner Rakyat Khmer (KPRP) selain itu juga berusaha menjalin kontak dengan Komunis Vietnam dengan mengunjungi mereka diperbatasan timur Kamboja. 
Setelah Konverensi Geneva 1954, yang bertujuan untuk mencari penyelesaian konflik di Indocina pada khususnya, terjadi pertentangan politis antara faksi sayap kiri dan kanan untuk menguasai pemerintahan. Raja Kamboja, Norodom Sihanouk menggunakan polisi dan tentara untuk menekan kelompok-kelompok politik yang ekstrim. Sementara itu Pemilihan Umum tahun 1955 yang berjalan kurang “Fair” membuat Faksi sayap kiri meninggalkan cara-cara perjuangan konstitusional dan beralih menuju perjuangan bersenjata dengan melancarkan perang gerilya pada pemerintah
Hingga sampai tahun 1960, Polpot bersama “Kelompok Paris” akhirnya berhasil menguasai kendali KRPP dan kemudian mengganti namanya menjadi Partai Buruh Kamboja atau Worker’s Party’s Kampuhea (WPK). Dengan perubahan nama ini ia berniat membuang pengaruh Vietnam dari Partai, karena dia tidak suka didekte oleh Vietnam. Dalam Partai ini pula dia terpilh sebagai Pejabat ketiga dalam Komite Pusat Partai, yang memberikan peluang baginya untuk membangun fraksinya yang lebih kuat dalam tubuh partai 

Memulai Pemberontakan
Pada bulan Januari 1962, pemerintah Kamboja menangkap sebagian besar para pimpinan partai yang berhaluan kiri menjelang pemilihan parlemen, yang berlangsung pada bulan Juni tahun itu. Koran dan media- media lainnya yang kritis pada pemerintah turut dibungkam juga. Akhirnya Aksi pemerintah tersebut telah efektif menghancurkan gerakan sosialis di Kamboja. Pada bulan Juli 1962, Sekretaris Jendral Partai Komunis Tou Samouth ditangkap dan kemudian dibunuh saat dalam tahanan.

Kematian Tou Samouth memberikan peluag besar bagi Sar untuk meraih keluasaan tertinggi Partai. Pada pertemuan partai tahun 1963, yang dihadiri oleh sekitar 18 orang, Sar terpilih sebagai Sekretaris Jendral Partai. Pada Maret, Saloth Sar bersembunyi setelah namanya diumumkan dalam daftar tersangka yang diburu oleh aparat pemerintah. Lalu Ia melarikan diri ke wilayah perbatasan Kamboja -Vietnam dan menjalin kerjasama dengan unit Komunis Vietnam yang sedang berperang melawan Vietnam Selatan.

Pada awal tahun 1964, Saloth Sar meyakinkan Vietnam untuk membantu kaum sosialis Kamboja dengan mendirikan basis mereka sendiri. Pertemuan Komite pusat partai di akhir tahun itu mengeluarkan deklarasi perjuangan bersenjata, dengan menekankan prinsip "kemandirian". Di kamp-kamp perbatasan, ideologi Khmer Merah secara bertahap mulai dikembangkan. 

Setelah gelombang represi yang dilakukan pemerintahan Sihanouk pada tahun 1965, gerakan Khmer Merah di bawah Saloth Sar tumbuh sangat pesat. Banyak guru dan siswa meninggalkan kota untuk ke pedesaan bergabung dengan gerakan ini.

Pada bulan April 1965, Saloth Sar pergi ke Vietnam Utara untuk meminta bantuan melakukan pemberontakan terhadap pihak Kerajaan Kamboja, namun Vietnam Utara menolak untuk mendukung pemberontakan tersebut karena telah menjalin kesepakatan dengan Sihanouk untuk memungkinkan, Vietnam Utara menggunakan wilayah Kamboja dalam perang mereka melawan Vietnam Selatan.Pada awal tahun 1966, Saloth Sar berkunjung ke China disana ia ingin menjalin kontak yang lebih dekat dengan China karena dia adalah penganut ajaran Komunis Mao Zedong,dukungan dari China kian meneguhkan keinginan Saloth Sar untuk lepas dari ikatan komunis Vietnam yang menganut ajaran komunis Uni Soviet yang bertentangan dengan ajaran Mao.  Setelah kembali ke Kamboja ia kemudian mengadakan pertemuan partai di mana sejumlah keputusan penting dibuat, diantaranya mengganti nama Partai menjadi Partai Komunis Kamboja (PKK).

Saloth Sar lalu memutuskan untuk melancarkan pemberontakan nasional, meskipun Vietnam Utara menolak untuk membantu terlibat secara langsung dengan serangan awal dilancarkan pada 18 Januari 1968 dengan menyerang pangkalan militer selatan dari Battambang. Daerah Battambang sudah menyaksikan dua tahun kerusuhan besar para petani. Serangan itu didorong oleh tentara, tapi Khmer Merah telah merebut sejumlah senjata, yang kemudian digunakan untuk menggerakkan pasukan polisi dari desa Kamboja. Sampai tahun 1968 pemberontakan ini berhasil dilancarkan di sebelas provinsi dari delapan belas provinsi Kamboja. 

Pada tahun 1970, Pangeran Sihanouk digulingkan, oleh kudeta militer pimpinan Jendral Lon Nol yang pro Amerika Serikat, karena tidak setuju dengan sikap netral Kamboja Kemudian Sihanouk membalas sakit hati pada Lon Nol dan Amerika Serikat dengan bergabung dengan Pol Pot, musuh lamanya, dalam menentang pemerintahan baru militer Kamboja. Pada tahun yang sama, AS menginvasi Kamboja untuk mengusir orang Vietnam Utara dari perkemahan perbatasan mereka, tapi malah mengusir mereka lebih dalam ke Kamboja dimana mereka bersekutu dengan Khmer Merah.
Dari tahun 1969 sampai 1973, AS sebentar-sebentar membom tempat-tempat suci Vietnam Utara di timur Kamboja, menewaskan sampai 150.000 petani Kamboja. Akibatnya, petani meninggalkan pedesaan oleh ratusan ribu dan menetap di ibu kota Kamboja, Phnom Penh.

Pemerintahan Khmer Merah (1975 – 1979)
Semua peristiwa ini mengakibatkan destabilisasi ekonomi dan keamanan di Kamboja yang membuat gelombang dukungan kuat rakyat untuk Pol Pot. Pada tahun 1975, Amerika Serikat telah menarik seluruh pasukannya dari Vietnam. Pemerintahan militer pimpinan Lon Nol yang penuh diwarnai korupsi tidak mampu mempertahankan kekuasaanya karena kehilangan dukungan dari Amerika Serikat kewalahan menghadapi Khmer Merah.  Akhirnya Pol Pot bersama tentara Khmer Merah yang terdiri dari gerilyawan petani remaja, berhasil menguasai  Phnom Penh dan pada 17 April 1975 secara efektif sukses menguasai seluruh Kamboja.

Setelah berkuasa, Pol Pot memulai percobaan radikal untuk mewujudkan sebuah negara agraria yang terinspirasi dari Revolusi Kebudayaan Mao Zedong yang telah ia saksikan secara langsung saat berkunjung ke Cina. Program "Lompatan Jauh ke Depan" ala Mao termasuk evakuasi paksa warga kota dan pembersihan pada musuh-musuhnya

Dia mulai menyatakan tahun Khmer Merah mulai berkuasa sebagai, " Tahun Nol ", dan masyarakat yang akan segera "dimurnikan." Kapitalisme, budaya Barat, kehidupan kota, agama, dan semua pengaruh asing itu harus dipadamkan, mendukung bentuk ekstrem dari komunisme petani. Semua orang asing dengan demikian diusir, kedutaan ditutup, dan setiap bantuan ekonomi atau medis asing ditolak. Penggunaan bahasa asing dilarang. Koran dan stasiun televisi ditutup, radio dan sepeda disita, dan surat dan telepon penggunaan dibatasi, Uang dilarang. Semua bisnis tertutup, agama dilarang, pendidikan dihentikan, perawatan kesehatan dihilangkan, dan otoritas orangtua dicabut. Jadi Kamboja itu tertutup dari dunia luar. Semua kota-kota Kamboja itu kemudian dievakuasi paksa. Di Phnom Penh, dua juta penduduk diungsikan dengan berjalan kaki ke pedesaan di bawah todongan senjata. Sebanyak 20.000 meninggal sepanjang jalan. Jutaan warga Kamboja yang terbiasa dengan kehidupan kota yang sekarang dipaksa menjadi tenaga kerja budak di Pol Pot di ladang-ladang pertanian yang kemudian berubah "ladang pembunuhan" di mana mereka segera mulai sekarat karena terlalu banyak bekerja, kekurangan gizi dan penyakit, setiao orang hanya dijatah makan satu kaleng beras (180 gram) per orang setiap dua hari.Mereka juga harus bekerja mulai sekitar 4 pagi hingga jam 10 malam, dengan hanya dua waktu istirahat diperbolehkan selama hari 18 jam, semua di bawah pengawasan bersenjata Khmer Merah. Setelah tanaman padi dipanen, Khmer Merah akan menyita seluruh hasil panen tersebut. Mereka juga membuat kebijakan aneh dengan menyuruh sepuluh sampai lima belas keluarga tinggal bersama dengan seorang ketua di kepalai setiap kelompok. Semua keputusan kerja dibuat oleh supervisor bersenjata tanpa partisipasi dari para pekerja yang diberitahu, "Apakah Anda hidup atau mati tidak penting." Setiap hari kesepuluh adalah hari istirahat. Ada juga tiga hari libur selama festival Tahun Baru Khmer. Sepanjang pemerintahan Polpot Kamboja menjadi ladang pembantaian, dengan tujuan ingin menghilangkan sisa-sisa "masyarakat lama" – yaitu masyarakat berpendidikan, seperti biksu, polisi, dokter, pengacara, guru, dan mantan pejabat pemerintah.. Siapapun yang dicurigai tidak setia kepada Pol Pot dan para pemimpin Khmer Merah, dibunuh. Khmer Merah juga membuat kampanye "Apa yang busuk harus dihilangkan,". Di desa-desa, pertemuan tanpa pengawasan dari lebih dari dua orang dilarang. Kaum muda diambil dari orangtua mereka dan ditempatkan di communals. Mereka kemudian menikah dalam upacara pernikahan kolektif yang melibatkan ratusan orang atau lebih. Akibat kekejaman Khmer Merah ini diperkirakan kurang lebih 1,5 hingga 2 juta rakyat Kamboja meninggal karena menjadi korban kebiadaban Khmer Merah.

Serangan Vietnam
Pada tanggal 25 Desember 1978, Vietnam melancarkan invasi besar-besaran ke Kamboja karena dua alasan besar yaitu, sengketa perbatasan serta pertentangan idiologi dua negara tersebut, dimana Kamboja mengikuti ajaran Komunis Mao Tse Tung dari China sementara Vietnam menganut ajaran komunis dari Uni Soviet. Akhirnya pada tanggal 7 Januari 1979, Phnom Penh jatuh.Pada bulan Januari 1979, Vietnam membentuk pemerintah boneka di bawah pimpina Heng Samrin, yang terdiri dari anggota Khmer Merah yang sebelumnya melarikan diri ke Vietnam untuk menghindari pembasmian yang terjadi sebelumnya pada tahun 1954. Namun Pol Pot berhasil mempertahankan jumlah pengikut yang cukup untuk tetap bertempur di wilayah-wilayah yang kecil di sebelah barat Kamboja. China, yang merupakan sekutu utama Polpot melancarkan serangan pada Vietnam, namun serangan itu dalam waktu singkat dapat dipatahkan dengan mudah oleh Vietnam.

Pol Pot yang mundur ke perbatasan Kamboja-Thailand dengan sisa-sisa tentara Khmer Merah mulai melancarkan perang gerilya melawan pemerintah Kamboja yang berlangsung selama 17 tahun ke depan.

Pasca Pemerintahan Partai Komunis
Pol Pot mundur dari jabatannya sebagai pimpinan tertinggi Khmer Merah pada tahun 1985, namun secara de facto dia tetap menjadi pimpinan tertinggi Khmer Merah. Pada 1989, Vietnam mundur dari Kamboja. Pol Pot menolak proses perdamaian, dan tetap berperang melawan pemerintah koalisi yang baru. Khmer Merah bertahan melawan pasukan pemerintah hingga tahun 1996.

Saat banyak pasukannya dan beberapa petinggi Khmer Merah mulai meninggalkannya. Pol Pot memerintahkan eksekusi terhadap rekan dekatnya Son Sen dan sebelas anggota keluarganya pada 10 Juni 1997 karena mencoba mengadakan kesepakatan dengan Pemerintah Kamboja. Pol Pot lalu melarikan diri namun berhasil ditangkap Kepala Militer Khmer Merah, Ta Mok dan dijadikan tahanan rumah seumur hidup. Pada April 1998, Ta Mok lari ke daerah hutan sambil membawa Pol Pot setelah sebuah serangan Pemerintah yang baru. Beberapa hari kemudian, pada 15 April 1998, Pol Pot meninggal - kabarnya akibat serangan jantung. Jasadnya kemudian dibakar di wilayah pedesaan, disaksikan oleh beberapa anggota eks-Khmer Merah

Polpot, Sang Jagal dari Kamboja
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.