Wednesday, December 9, 2015

Gerakan Separatis Tamil, Konflik Agama dan Budaya di Sri Lanka

Di Sri Lanka terdapat 2 etnis besar yang membangun masyarakat negara tersebut yaitu etnis Sinhala yang merupakan etnis terbesar dengan mayoritas menganut agama Budha dan berbahasa Sinhala selanjutnya etnis Tamil asli Sri Lanka serta sebagian berasal dari India yang mayoritas menganut agama Hindu dengan berbahasa Thamil. 

Tahun 1918 Sir Ponnambalan Arubchalam menyarankan agar etnis Sinhala dan Tamil untuk bersatu menuntut status kemerdekaan Srilanka kepada Inggris. Saran itu di terima dengan baik dan akhirnya mereka berjuang bersama sampai mendapat kemerdekaan walau sedikit terlambat di banding status dominion Pakistan dan India. Sampai Inggris meninggalkan Srilanka, etnis Tamil dan Sinhala hidup rukun berdampingan dalam semangat nasional terbina dengan baik.


Dua tahun kemudian pecah perselisihan Tamil dan Sinhala akibat isu yang mengadu domba di bidang politik. Perdana Mentri Don Stephen Senanayako(1947-1952) memprioritaskan kepentingan Tamil dengan menetapkan peraturan kenegaraan 1948 dan Sistem perwakilan dalam badan legislatif.

Tahun 1950 terjadi bentrokan rasial akibat peraturan pemerintah tersebut pada tahun 1948. Bentrokan terjadi diawali dari gerakan etnis Sinhala memburu, memprotes dan menghancurkan pemukiman Tamil di Srilanka selatan. Kerusuhan itu berakar dari masalah keagamaan, puncaknya tahun 1956 dan 1958 terjadi pemberontakan. Dalam pemilu tahun 1952, etnis Sinhala memenangkan 73 kursi dari 95 kursi yang diperebutkan. Tamil Srilanka mendapat 11 kursi, Islam 8 kursi dan dan Tamil India 3 kursi, dan akhirnya Solomon West Ridgeway Dias (SWRD) Bandaranaike menjadi Perdana Menteri.

Kekalahan Tamil dalam pemilu memunculkan ide pembentukan Negara Tamil Ceylon yang mengarah ke gerakan separatis kemerdekaan Tamil. Kekacauan di Sri Lanka ditambah dengan pernyataan Perdana Menteri SWRD Bandaranaike yang ingin menetapkan agama Buddha sebagai Agama resmi negara  dan bahasa Sinhala menjadi satu – satunya bahasa resmi di Srilanka.

Pernyataan itu mengguncang keamanan dan kestabilan politik Srilanka. Etnis Tamil memolak hal tersebut lalu melancarkan protes di depan gedung parleman di Colombo. Pengunjuk rasa di serbu oleh para etnis Sinhala, yang merasa mendapat perlindungan dari pemerintah Srilanka.

Tahun 1959 PM SWRD Bandaranaike di bunuh oleh seorang bikshu yang sangat panatik di kebun halaman rumahnya. Setelah itu istrinya yaitu Sirimavo Ratwatte Dias Bandaranaike diangkat menjadi Perdana Menteri wanita pertama di dunia. Tapi iapun mengikuti jejak suaminya. Dengan memberlakukan bahasa Sinhala sebagai bahasa nasional dan menasionalisasi beberapa perusahaan minyak asing.

Tetapi orang Tamil yang merupakan salah satu etnis terbesar, di seluruh pelosok Srilanka mendirikan organisasi-organisasi yang menurut otonomi terpisah dari pemerintah dukungan Sinhala. Di Jaffna lahir gerakan separatis dengan nama front persatuan pembebasan Tamil/Tamil united liberation front tulf. Organisasi itu di pimpin Samuel James Velupillai Chelvanayakan. Tahun 1976 dengan di bantu Appapillai Amirthalingam selaku Sekertaris Jendral. Setelah itu perjuangan di lanjutkan oleh murugesu Sivasiyhampam, dengan gerakan yang  terorganisai dalam parlemen Srilanka melalui 26 wakilnya serta melatih 3300 gerilyawan pada 1977.

Tahun 1972 berdirilah Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) di pimpin elupillai parabhakaran yang semula melatih 30 orang. Berkeahlian taktik kemiliteran sebelum tahun 1970. Telah berdiri Eelam People’s Revolutionary Liberation Front yang beranggotakan mahasiswa Tamil, tetapi di proklamasikan oleh KS Palmanabath tahun 1981. Organisasi yang cukup kuat dan seimbang dengan LTTE yaitu PLOTE (People Liberation Organitation of Tamil Eelam) yang di pimpin oleh 5 maheswaran penulis aktif dari Srilanka utara.

Perjuangan Separatis Tamil
Pada masa pemerintah PM Sirimavo Bandaranaike (1970-1977) banyak terjadi kekacauan akibat di berlakukannya undang-undang tahun 1972 dan pembalasan untuk masuk perguruan tinggi, banyak pemuda Tamil yang tidak puas. Meraka melakukan serangkaian teror, perampasan dan pembunuhan. Selain itu pemerintah juga sedang menghadapi posisi dari beberapa partai dan juga kekurangan bahan. Makanan  tingkat nasioanal akibat kurangnya pengetahuan dari mereka yang bertanggung jawab atas produksi dan import bahan makanan.

Untuk mengatasi masalah itu tanggal 22 februari 1974 majelis nasional bersidang dan menyetujui rancangan undang-undang untuk membatasi pers termasuk larangan bagi surat kabar untuk menyiarkan berita kekurangan pangan dan hal-hal lain yang di rahasiakan oleh Negara.

Pada tanggal 3 oktober 1974 golongan oposisi parlemen yang terdiri dari partai petsatuan nasional, partai Negara Tamil, dan golongan-golongan merdeka mengajukan mosi tidak percaya pada pemerintah pimpinan PM Ny sirimavo Bandarnaike dan mendesak pemerintah untuk menyerahkan kekuasaan. Sebagian akibat kegagalan pemerintah mengatasi berbagai tekanan tindak kekerasan dan rakyat menderita akibat kekurangan pangan.

Untuk mengatasi krisis pangan lima universitas di tutup, karena tidak tersedia bahan makanan bagi mahasiswa, dan rakyat di anjurkan untuk makan ubi. Menurut A.Jayeratman Wilson(1988) took pimpinan Tulf Chelvanayakan meninggal tahun 1977, maka hilanglah tokoh penggerak organisasi yang potensial dan Srilanka tampaknya tidak pernah memperhatikan tuntutan kaum sparatis Tamil untuk memberikan kemerdekaan di semenanjung Jaffa.

Pada tahun 1977  di Srilanka mendirikan pemilu baik tingkat nasional maupun tingkah daerah. Dalam pemilu ini terjadi perubahan besar, pemungutan suara di Srilanka bagian utara yang di huni mayoritas orang Tamil tetap gigih menuntut Negara terpisah, akan tetapi tetap di tolak. Akhirnya mereka mengancam akan menyerang penduduk sipil maupun tentara sehubungan undang-undang yang meresmikan bahasa Srilanka sebagai bahasa nasional.

Pemilu 1982 meskipun di bawah ancaman gerilyawan Tamil, namun tetap menghasilkan mayoritas Sinhala mendukung pemerintah, presiden JR Jayewerda menyatakan bahwa pemerintah Srilanka akan menindak tegas pelaku-pelaku terorisme kaum sparatis Tamil. Usaha tersebut akhirnya menimbulkan bentrokan dengan kapal-kapal nelayan India, bahkan melibatkan angkatan laut kedua Negara. 5 juli 1985 terjadi peristiwa berdarah di mana Tamil telah menerima serangan senapan dan di hancurkannya kuil Hindu dan sekolah, hal ini membangkitkan kaum sparatis Tamil untuk balas menyerang perkampungan Sinhala yaitu dengan menyerang dan menghancurkan dua masjid yang di penuhiyang di penuhi jemaah sembayang jumatan, yang membantai banyak rakyat sipil.


Srilanka sejak tahun 1980-1991 menjadi arena perjuangan mempertahankan suatu proses politik demokrasi melawan kesetiaan ethnis. Srilanka sebagai  pecahan kesatuan indi, sesudah merdeka mengulang masalah ethnis Tamil Sinhala. Peranan Tamil Nadu masih membayangi kematian Rijav Gandhi dan kemerdekaan di jaffna terpisah dari Srilanka masih belum menentu karena masalah etnis dan ras diskriminasi.

Perang saudara di Sri Lanka sejak 1983 berakhir 2009, dengan kemenangan pasukan pemerintah atas gerilyawan Macan Tamil Eelam. Pada saat kekalahan itu, tokoh-tokoh Macan Tamil seperti Vellupilai Prabhakaran dan Charles Anthony tewas di front timur Killinochi dan Mullaitivu. Perang selama seperempat abad lebih dengan korban jiwa 78.000 tersebut, memang menimbulkan banyak korban jiwa dan harta benda.

Konflik sektarian antara etnik mayoritas Sinhala dan etnik minoritas Tamil, akibat etnik minoritas Tamil merasa merasa tersisih oleh penetapan bahasa nasional Sinhala dan agama Buddha sebagai agama resmi Sri Lanka. Dengan penetapan tersebut minoritas Tamil pemeluk Hindu dan berbahasa Tamil merasa terpojok dan tidak diadilkan sebagai bangsa Sri Lanka.Dampaknya adalah konfrontasi politik disertai konflik bersenjata yang berlarut-larut sekitar seperempat abad. Adalah mendiang Vellupilai Prabhakaran yang mengangkat senjata melawan ketidakadilan politik buatan mayoritas Sinhala dukungan pemerintah.

Perang gerilya terjadi di berbagai kantong etnik Tamil di selatan, utara dan timur negara pulau tersebut. Pusat pertahanan Macan Tamil Eelam di utara - Semenanjung Jaffna. Adalah Komisi Soulsbury (dari Inggris) yang menjelang kemerdekaan Sri Lanka menetapkan keputusan penting yang dianggap fair, karena etnik Sinhala dan pemeluk Buddha adalah etnik dan agama mayoritas bangsa Sri Lanka.

Namun, penolakan etnik Tamil menyebabkan konflik di Sri Lanka terus berlarut selama 28 tahun lebih itu, menelan korban jiwa serta harta benda yang cukup besar. Posisi Sri Lanka sebagai pusat wisata di selatan India juga terganggu, karena menurunnya jumlah kunjungan turis asing. Dampak perang saudara yang berkepanjangan tersebut tetap membekas di batin kedua pihak, sehingga masih sering terjadi balas dendam dan kerusuhan baru, sewaktu-waktu. Tantangan yang harus dijawab dengan dukungan data adalah benar-tidaknya kekerasan fisik dan pelanggaran HAM pada pertempuran terakhir kedua pihak pada Februari 2009. Dalam versi netral, Pemerintah Kolombo bisa membela diri, dengan alasan dalam pertempuran tersebut pasti kedua pihak (Pemerintah dan Macan Tamil) harus saling bertahan. Terutama pemerintah agar simbol-simbol nasional, yakni kedaulatan dan Pemerintah Sri Lanka. Jadi, setiap gerakan separatisme harus ditentang baik ideologis maupun fisik.

Komisi HAM PBB, pada April 2011, menetapkan penelitian para korban pertempuran terakhir Macan Tamil versus pasukan pemerintah Februari 2009 di Killinochi, pusat pertahanan LTTE di timur laut. Banyak versi tentang jatuhnya korban masyarakat sipil. Menurut pemerintah, Macan Tamil mengerahkan ribuan rakyat sebagai perisai hidup untuk bertahan. Sebaliknya, ada laporan bahwa semuanya terjadi akibat serangan besar-besaran pasukan pemerintah, sehingga ribuan rakyat etnik Tamil tewas. Laporan lainnya menyatakan, pada pertempuran terakhir selama dua bulan, terdapat korban rakyat sipil 2.000 orang, dan terluka 4.000 orang. Malahan, ada laporan yang menyatakan Macan Tamil membawa 330.000 rakyat sipil sebagai perisai menghadapi serbuan pasukan pemerintah.
Kini, dampak perang masih terus berjalan terutama berlangsungnya isu penculikan dan orang hilang. Tentu tudingan segera diarahkan kepada pemerintahan Presiden Mahinda Rajapaksa. Presiden Rajapaksa sudah bertekad menghabisi perlawanan Macan Tamil Eelam sayap gerilya militan yang disinyalir masih tersisa di kantong-kantong pertahanan timur serta utara-Semenanjung Jaffna. Penduduk Srilanka 18 juta, dengan mayoritas Sinhala 69,4 persen. Minoritas Tamil Sri Lanka dan Tamil India 22,7 persen (masing-masing 11 persen). Sisinya etnik Moor 6,4 persen, Burghers, dan Melayu 1,6 persen. Gesekan-gesekan antarkedua etnik masih sering terjadi, Penculikan dan orang hilang sering terdengar, meskipun Komisi HAM Internasional dan PBB sudah mengintervensi agar hal-hal negatif mereda-berkurang.

Pemberontakan Tamil sejak 1983, diawali bentrokan etnik Tamil-Sinhala di ibu kota Kolombo, berlanjut ke kantong-kantong Tamil di utara dan timur laut. Pemimpin Tamil Eelam, Velupilai Prabahakaran, yang enerjik sepak terjangnya. Menurut penulis War or Peace in Srianka, TDSA Dissanayaka, gerakan separatis berawal dari penetapan konsitusi bahwa bahasa dan agama resmi Srilanka adalah Sinhala dan Buddha. Komisi Soulsbury untuk mengalihkan kekuasaan dari Inggris, ternyata menetapkan UU 1956 yang menyatakan Sinhala adalah bahasa resmi negara. Padahal, pada era kolonial, kaum Tamil banyak menjadi pemuka pemerintahan di berbagai bidang, termasuk menguasai ekonomi dan perdagangan.

Pemicu utamanya ketika baru merdeka, anggota Kongres Tamil, GG Ponambalan, mengusulkan kepada Komisi Soulsbury, agar jumlah anggota parlemen yang dibentuk harus berbanding sama 50:50 dan 50 (untuk Sinhala, Tamil dan minoritas lainnya termasuk Kristen Sinhala). Usul ini ditolak Lord Soulsbury dengan mengatakan, mayoritas bangsa adalah Sinhala. Latar belakang sejarah konflik ini demi memahami begitu lamanya penentangan Tamil Eelam.

Pertempuran hebat antara LTTE dan Tentara Sri Lanka pada akhir Januari 2009, mereda dengan korban sekitar 52 orang dari sekitar 250.000 warga sipil yang terkepung di Kilinochchi, front pertempuran baru, di timur laut. Ternyata, konflik berlarut hingga awal 2012 masih meresahkan komunitas negara pulau dan pusat wisata terkenal itu. Keresahan baru muncul setelah dua tokoh, yakni Lalith Kumar Weerajai dan Muragananthan lenyap bagi ditelan bumi, sejak 9 Desember 2011. Menyusul hilangnya kedua tokoh, muncul demonstrasi di Kolombo pada 9 Januari 2012. Weerajaj dan Murugannthan, yang disebut sebagai pihak yang berdemonstrasi, mempertanyakan hilangnya para tokoh Tamil Sri Lanka. Mereka yang hilang itu sebelumnya diinterogasi pemerintah. Lalith Kumar dan Murugananthan sebelumnya berada di pusat etnik Tamil di Semenanjung Jaffna di utara.

Kedua pihak menolak tudingan bahwa para korban adalah target tembakan mereka, termasuk penolakan bahwa tentara maupun demonstran telah menggunakan bom renteng. Sejak jatuhnya Jaffna tahun 2006 basis pertahanan LTTE, kejayaan militer separatis Sri Lanka memudar. Pada 2002, sudah dimulai gencatan senjata dan upaya perdamaian, yang dimediasi oleh kuartet Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Norwegia. Gencatan senjata 2002- CFA-Ceasefire Agreement, dimediasi Norwegia. Pada saat itu juru damai Kuartet mengerahkan 37-57 anggota delegasi yang tangguh. Sayangnya Macan Tamil marah, karena AS maupun Uni Eropa menuduh bahkan melarang LTTE sebagai kelompok terganas di Asia Selatan. Macan Tamil lalu memulai perang baru tahun 2006 bertema Eelam War IV-Perang Eelam Tahap IV.

Kolombo, yang mengungguli perang pada akhir Januari-awal Februari 2009 di Mullaitivu, menganggap musuhnya Macan Tamil sudah sekarat. Tadinya Provinsi Mullaitivu dan Klilinochchi (sekitar1.000 km2) dikuasai LTTE. Namun, akibat serangan total Sri Lanka, kini wilayah Macan Tamil tinggal 30 km2.Kejayaan tiga dekade Macan Tamil Eelam bergerilya dan bertempur, mulai merosot. Pemimpin LTTE, Velupilai Prabahakaran, yang didewakan, berwibawa dan amat ditakuti, juga kabur. Dugaan, dia menyamar ke Thailand atau Malaysia, ke kantong-kantong etnik Tamil yang selama ini membiayai perang separatis di Sri Lanka. Di Kolombo mendiang Menlu Laskhman Kadirgamar (keturunan Tamil yang terbunuh oleh Macan Tamil tahun 2004) mengisahkan penyebab konflik etnik berlarut. Penulis atas rekomendasi Uskup Agung Sri Lanka, Fernando, bisa memasuki markas Tamil di Trincomale, Batticaloa dan Mullaitivu, pada akhir 1999.

Setelah perjanjian perdamaian di batalkan, dengan segera keadaan menjadi semakin buruk. Hal ini dipicu setelah kembalinya Karuna dari penahanannya di Inggris. Karuna langsung aktif dalam perpolitikan dengan bergabung di Tamil Makkal Viduthalai Puligal (TMVP), salah satu organisasi bangsa Tamil. Karuna berhasil memenangkan suara dan membawanya bergabung dengan parlemen.  Pada Januari 2009, pemerintah menyerang tentara LTTE di distrik Mullaitivu yang banyak terdapat rakyat sipil sehingga mengakibatkan 300.000 orang terjebak dalam lokasi peperangan dimana akses air dan makanan sangat terbatas. Pada tanggal 13 Maret 2009 PBB menyampaikan keprihatinannya terhadap situasiyang terjadi di sana, dan meminta kepada kedua belah pihak untuk mengizinkan masuknya bantuan kemanuasiaan, tapi pemerintah menolak untuk berhenti sejenak dari peperangan.


Dalam peristiwa ini PBB mengindikasikan sekitar 7.500 orang meninggal dan lebih dari 15.000 orang yang terluka antara pertengahan Januari sampai awal Mei. Pada minggu terakhir peperangan, di awal Juni media melaporkan sekitar 20.000 orang meninggal tetapi kabar ini di bantah oleh pemerintah. Mei 2009, pemerintah mengumumkan kemenangannya dengan menunjukkan foto jasad pemimpin LTTE, Velupillai Prabhakaran. Prabhakaran tewas ketika berusaha melarikan diri dari perang bersama dua orang deputinya.Mereka menggunakan mobil ambulans untuk keluar dari daerah konflik, tetapi tentara pemerintah berhasil meroket mobil tersebut. Dengan kekalahan dari pihak LTTE ini, tentara yakin bahwa mereka telah berhasil menghentikan gerakan seperatise yeng terjadi selama 25 tahun ini.

Usaha Penyelesaian Masalah Tamil
Secara budaya orang Tamil Srilanka dengan Tamil Nadu memiliki kesamaan, di mana pemuda-pemuda Tamil di latih kemiliteran di Tamil Nadu dekat madras. Dari peristiwa-persistiwa yang terjadi pemerintah India turun tangan sesuai ketentuan konferensi Dacca Desember 1985. Terutama memelihara perdamaian dan stbilitas regional dengan mentaati hukum hubungan antar bangsa Asia selatan.

Dari hasil pemilu India 1985 Rajiv Gandhi sebagai perdana menteri mengigat terjadinya peristiwa 5 juni 1985 yang berakibat rusaknya tempat peribadatan diskusi antar kelompok ethnis dan keagamaan membahas bahasa resmi dalam pemerintahan, ketatanegaraan, pemindahan penduduk ke daerah leluhur kelompok Tamil belum dapat di terima. Sehingga penyelesaian masalah mengalami kegagalan. Wakil Sinhala menuntut pemerintah, agar Srilanka menjadi 24 distrik sedangkan wakil Tamil menuntut otonomi.

Pemerintah Srilanka mendapat desakan dari pemrintah India dan internasional untuk segera menyelesaikan masalah politik dalam negeri. Pemerintah presiden JR Jayewerdane agar India membantu bahan makanan dan persenjataan kepada pasukan Srilanka. Pada 29 juli 1987 ditandatangani  perjanjian perdamaian antar kedua pemerintah untuk mengakhiri gerakan sparatis Tamil. Masyarakat Sinhala memprotes perundingan tersebut karena hanya menguntungkan kelompok minoritas, dan apabila berhasil di bentuk Negara Tamil maka akan muncul bahaya bahaya bagi Sinhala yaitu serangan Tamil yang di bantu Tamil Nadu.

Kaum separatis Tamil juga menolak penyerahan senjata sesuai perjanjian tersebut, kaum separatis mengajukan persyaratan untuk penyerahan senjata, apabila India telah menarik semua pasukan Srilanka dari semenanjung Jaffna. India sanggup memberi jaminan perdamaian dan segera menarik mundur tentara Srilanka dukungan India, dan meminta tentara PBB untuk menggantikan pasukan India. Presiden JR Jayewerdane bersama menteri Gemini Dissanayake menyampaikan pernyataan”No Tamil Will Bealive In Ceylon”, jika India menyerang Srilanka, untuk sementara Srilanka tenang.

Dalam pemilu India 1989 konggres kalah, kekalahan di pihak Rajiv Ghandi di sebabkan karena beberapa faktor diantaranya isu korupsi. Ekonomi yang macet dan lebih mendekati rakyat jelata, kaum hindu militant menuduh Rajiv Gandhi melindungi kaum islam dan keterlibatan India dalam masalah dalam negeri Srilanka. 25 mei 1991 Rajiv Gandhi mati terbunuh akibat pemboman di daerah Sri Perumpundur di Negara bagian Tamil. Di duga pelaku pemboman tersebut di lakukan kelompok yang mendalangi pembunuhan Rajiv Gandhi yaitu:
  1. Kelompok sikli selalu  menteror pemerintah-pemerintah India dan tetap menuntut Negara sikh merdeka.
  2. Kelompok teroris Assam(Assam Sahitia Sabha) yang menginginkan Negara Assam merdeka dengan Bama Bodoland.
  3. Pemberontakan Islam Kashmir, yang menginginkan islam di Kashmir yang di dukung oleh Pakistan.
Gerakan Separatis Tamil, Konflik Agama dan Budaya di Sri Lanka
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.