Pada
Akhir Tahun 2015 ini harga minyak dunia mencapai titik terendahnya selama satu
dasawarsa terakhir dengan terus bergerak dalam kisaran harga dibawah $50 per
barel. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia membuat kebijakan baru dengan
menurunkan harga pasar BBM kita setelah memperhatikan tren harga minyak dunia
tersebut.
23
Desember 2015 lalu pemerintah memberikan kado natal dan tahun baru bagi seluruh
rakyat Indonesia dengan menurunka harga BBM kita yang akan mulai berlaku pada 5
Januari 2015 mendatang. Namun penurunan harga itu dinilai setengah hati oleh
publik indonesia karena hanya sebesar 200 -300 rupiah saja. Selain itu
pemerintah juga membuat kebijakan baru dengan memberlakukan kebijakan dana
energi yang dibebankan pada pengguna Premium dan Solar. Kebijakan Dana Energi
ini jelas membuat bertanya –tanya publik karena kebijakan ini tiba-tiba saja
muncul tanpa adanya landasan hukum serta sasaran yang jelas. Untuk itu Redaksi
Referensiana akan mencoba membedah polemik ini dalam artikel berikut.
Energi Fosil Kian Habis
Berdasarkan
asumsi data dari Pakar LNG Yoga Soeprapto pada (22/12/2015) lallu dipaparkan
data bahwa cadangan minyak Indonesia hanya 0,36 persen dari 99,64 persen
cadangan dunia, cadangan Batubara kita 0,55 persen dari 99,45 persen cadangan
dunia dan persediaan gas alam nya hanya 1,53 dari 98,47 persen cadangan dunia.
Jelas
Cadangan tersebut tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang kita miliki
Kebijakan yang Carut-Marut
Kebijakan
energi kita pun turut ambil bagian dari carut- marut pengelolaan energi kita dengan
terus mengekspor bahan mentah cadangan energi kita ke luarnegeri seperti gas alam
tapoi lalu mengimpor lagi bahan bakar tersebut tapi kemudian mengimpor lagi
dalam bentuk jadi seperti amonia, etanol, petrokimia. Sehingga tidak aneh jika PDB
kita rendah.
Pola
pikir masyarakat Indonesia yang dibentuk tentang energi pun juga salah kaprah
dengan menganggap bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya energi sehingga
membuat masyarakat kita selalu menginginkan energi selalu siap sedia dengan harga
yang murah.
Apa
itu Dana Ketahanan Energi?
Sebelum
kita membahas apa itu dana ketahan energi, alangkah baiknya kita membedah
dahulu, apa itu Ketahanan Energi ?
Direktur
Utama Pertamina, Karen Agustiawan pernah menjelaskan bahwa pengertian sederhana
ketahanan energi adalah, berhubungan dengan mengamankan energi masa depan suatu
bangsa dengan cara mendapatkan sumber daya energi yang stabil dan berkecukupan
dengan harga terjangkau.
Terdengar
cukup sederhana namun di bawah permukaan definisi simpel ini terselubung gunung
persoalan yang kompleks yang harus kita pecahkan. Kegagalan untuk melakukannya
berisiko membahayakan masa depan energi kita untuk jangka waktu yang lama.
Jadi
dapat kita simpulkan bersama bahwa dana ketahan energi adalah Dana yang
digunakan mengamankan energi masa depan suatu bangsa dengan cara berinvestasi
terhadap sumber daya energi baru untuk mendapatkan sumber daya energi yang
stabil dan berkecukupan dengan harga terjangkau.
Kebijakan Tanpa Dasar
Kebijakan
pemerintah Indonesia yang akan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi namun memasukkan pungutan dana ketahanan energi Rp 200 untuk setiap
liter Premium dan Rp 300 untuk per liter solar menimbulkan pro kontra di
masyarakat karena pemberlakuan tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.
Kebijakan ini dianggap sebagai sesuatu yang ngawur karena membuat nantinya “seolah-olah”
kini menempatkan publik yang memberikan subsidi pada pemerintah sehingga membuat
pemerintah untung besar dan jelas itu tidak sesuai dengan Undang-Undang 30/2007
tentang Energi serta Pasal 33 Konstitusi dasar kita, yang jelas-jelas menentang
mekanisme pasar diberlakukan dalam pengelolaan energi kita.
Sasaran dan Akunabilitas yang Tidak
Jelas
Kebijakan
Dana ketahanan energi yang dibebankan pada rakyat kecil dinilai kurang tepat
karena kondisi masyarakat kita pengguna premium dan solar sebagian besar adalah
kondisi menenengah kebawah. Kalaupun kebijakan itu akan diberlakukan untuk pengembangan
energi baru dan terbarukan, sebaiknya kebijakan itu lebih tepat jika dipungut
dari kontraktor sebagai kompensasi kerusakan alam akibat eksplorasi energi yang
mereka lakukan.
Selain
itu akuntabilitas dalam pengelolaan dana ini juga dinilai kurang begitu jelas
sperti dasar hitung –hitungan nominal yang digunakan pemerintah untuk melakukan
pemungutan dan berapa lama serta sasaran investasi penggunaan dana itu kurang
jelas karena kebijakan ini berpangkal dari peraturan yang tidak jelas pula.
Seperti
diketahui, Rabu (23/12) kemarin, pemerintah mengumumkan penurunan harga BBM
jenis Premium dan Solar yang berlaku mulai 5 Januari 2016.
Harga
Premium turun dari Rp 7.300 menjadi Rp 6.950 per liter. Dengan ada pungutan Rp
200 maka harga barunya Rp 7.150 per liter. Sementara untuk solar diturunkan
dari Rp 6.700 menjadi Rp 5.650 per liter. Dengan ada pungutan Rp 300 maka harga
barunya Rp 5.950 per liter.
Padahal
menurut hitung-hitungan Kementerian ESDM, dengan pungutan sebesar itu, dana
ketahanan energi yang terkumpul besarnya sekitar Rp15 triliun hingga Rp16
triliun dalam satu tahun.
Jadi Sebenarnya tujuan pemberlakuan dana ketahanan energi ini baik untuk melakukan investasi dan pengembangan energi baru yang lebih melimpah dan ramah lingkungan untuk menggantikann cadangan enegi fosil kita yang kian menipis, namun penerapan kebijakan ini dilakukan tanpa dasar hukum serta sasaran yang kurang jelas dan minimnya sosialisasi yang tidak ada sehingga membuat masyarakat bingung. Dan sebaik apapun sebuah kebijakan dilakukan tanpa sebuah landasan dan sasaran yang kurang jelas dikemudian hari akan membuat masalah besar pada “Si pembuat Kebijakan”
Mempertanyakan Dana Ketahanan Energi ?
4/
5
Oleh
Unknown