Monday, December 28, 2015

Mempertanyakan Dana Ketahanan Energi ?

Pada Akhir Tahun 2015 ini harga minyak dunia mencapai titik terendahnya selama satu dasawarsa terakhir dengan terus bergerak dalam kisaran harga dibawah $50 per barel. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia membuat kebijakan baru dengan menurunkan harga pasar BBM kita setelah memperhatikan tren harga minyak dunia tersebut.

23 Desember 2015 lalu pemerintah memberikan kado natal dan tahun baru bagi seluruh rakyat Indonesia dengan menurunka harga BBM kita yang akan mulai berlaku pada 5 Januari 2015 mendatang. Namun penurunan harga itu dinilai setengah hati oleh publik indonesia karena hanya sebesar 200 -300 rupiah saja. Selain itu pemerintah juga membuat kebijakan baru dengan memberlakukan kebijakan dana energi yang dibebankan pada pengguna Premium dan Solar. Kebijakan Dana Energi ini jelas membuat bertanya –tanya publik karena kebijakan ini tiba-tiba saja muncul tanpa adanya landasan hukum serta sasaran yang jelas. Untuk itu Redaksi Referensiana akan mencoba membedah polemik ini dalam artikel berikut.

Energi Fosil Kian Habis
Berdasarkan asumsi data dari Pakar LNG Yoga Soeprapto pada (22/12/2015) lallu dipaparkan data bahwa cadangan minyak Indonesia hanya 0,36 persen dari 99,64 persen cadangan dunia, cadangan Batubara kita 0,55 persen dari 99,45 persen cadangan dunia dan persediaan gas alam nya hanya 1,53 dari 98,47 persen cadangan dunia.

Jelas Cadangan tersebut tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang kita miliki

Kebijakan yang Carut-Marut
Kebijakan energi kita pun turut ambil bagian dari carut- marut pengelolaan energi kita dengan terus mengekspor bahan mentah cadangan energi kita ke luarnegeri seperti gas alam tapoi lalu mengimpor lagi bahan bakar tersebut tapi kemudian mengimpor lagi dalam bentuk jadi seperti amonia, etanol, petrokimia. Sehingga tidak aneh jika PDB kita rendah.

Pola pikir masyarakat Indonesia yang dibentuk tentang energi pun juga salah kaprah dengan menganggap bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya energi sehingga membuat masyarakat kita selalu menginginkan energi selalu siap sedia dengan harga yang murah.

Apa itu Dana Ketahanan Energi?
Sebelum kita membahas apa itu dana ketahan energi, alangkah baiknya kita membedah dahulu, apa itu Ketahanan Energi ?

Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan pernah menjelaskan bahwa pengertian sederhana ketahanan energi adalah, berhubungan dengan mengamankan energi masa depan suatu bangsa dengan cara mendapatkan sumber daya energi yang stabil dan berkecukupan dengan harga terjangkau.

Terdengar cukup sederhana namun di bawah permukaan definisi simpel ini terselubung gunung persoalan yang kompleks yang harus kita pecahkan. Kegagalan untuk melakukannya berisiko membahayakan masa depan energi kita untuk jangka waktu yang lama.

Jadi dapat kita simpulkan bersama bahwa dana ketahan energi adalah Dana yang digunakan mengamankan energi masa depan suatu bangsa dengan cara berinvestasi terhadap sumber daya energi baru untuk mendapatkan sumber daya energi yang stabil dan berkecukupan dengan harga terjangkau.

Kebijakan Tanpa Dasar
Kebijakan pemerintah Indonesia yang akan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi namun memasukkan pungutan dana ketahanan energi Rp 200 untuk setiap liter Premium dan Rp 300 untuk per liter solar menimbulkan pro kontra di masyarakat karena pemberlakuan tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. Kebijakan ini dianggap sebagai sesuatu yang ngawur karena membuat nantinya “seolah-olah” kini menempatkan publik yang memberikan subsidi pada pemerintah sehingga membuat pemerintah untung besar dan jelas itu tidak sesuai dengan Undang-Undang 30/2007 tentang Energi serta Pasal 33 Konstitusi dasar kita, yang jelas-jelas menentang mekanisme pasar diberlakukan dalam pengelolaan energi kita.

Sasaran dan Akunabilitas yang Tidak Jelas
Kebijakan Dana ketahanan energi yang dibebankan pada rakyat kecil dinilai kurang tepat karena kondisi masyarakat kita pengguna premium dan solar sebagian besar adalah kondisi menenengah kebawah. Kalaupun kebijakan itu akan diberlakukan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan, sebaiknya kebijakan itu lebih tepat jika dipungut dari kontraktor sebagai kompensasi kerusakan alam akibat eksplorasi energi yang mereka lakukan.

Selain itu akuntabilitas dalam pengelolaan dana ini juga dinilai kurang begitu jelas sperti dasar hitung –hitungan nominal yang digunakan pemerintah untuk melakukan pemungutan dan berapa lama serta sasaran investasi penggunaan dana itu kurang jelas karena kebijakan ini berpangkal dari peraturan yang tidak jelas pula.

Seperti diketahui, Rabu (23/12) kemarin, pemerintah mengumumkan penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar yang berlaku mulai 5 Januari 2016.

Harga Premium turun dari Rp 7.300 menjadi Rp 6.950 per liter. Dengan ada pungutan Rp 200 maka harga barunya Rp 7.150 per liter. Sementara untuk solar diturunkan dari Rp 6.700 menjadi Rp 5.650 per liter. Dengan ada pungutan Rp 300 maka harga barunya Rp 5.950 per liter.

Padahal menurut hitung-hitungan Kementerian ESDM, dengan pungutan sebesar itu, dana ketahanan energi yang terkumpul besarnya sekitar Rp15 triliun hingga Rp16 triliun dalam satu tahun.


Jadi Sebenarnya tujuan pemberlakuan dana ketahanan energi ini baik untuk melakukan investasi dan pengembangan energi baru yang lebih melimpah dan ramah lingkungan untuk menggantikann cadangan enegi fosil kita yang kian menipis, namun penerapan kebijakan ini dilakukan tanpa dasar hukum serta sasaran yang kurang jelas dan minimnya sosialisasi yang tidak ada sehingga membuat masyarakat bingung. Dan sebaik apapun sebuah kebijakan dilakukan tanpa sebuah landasan dan sasaran yang kurang jelas dikemudian hari akan membuat masalah besar pada “Si pembuat Kebijakan”
Mempertanyakan Dana Ketahanan Energi ?
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.