Pada
akhir Repelita I mahasiswa mensinyalir terjadi penyelewengan program
pembangunan nasional yang dilakukan oleh penjabat-penjabat pemerintah.
Kebijakan Ekonomi yang cenderung memberikan Privilige
kepada investor Jepang , dinilai merugikan rakyat.Apalagi para investor dan
orang-prang Jepang yang bekerja diIndoensia berlaku arogan. Kasus kOrupsi Badan
Urusan Logistik (Bulog) yang melahirkan cukongisme, disorot secara tajam oleh
mahasiswa. Rekanan pada badan ini sebagai besar adalah orang –orang keturunan
cina yang dijuliki cukong yang mendominasi distribusi kebutuhan pokok
masyarakat. Dibidang politik ,pemerintah tidak membuka salauaran aspirasi
masyarakat karena gaya kepemimpianan yang top
down. Beberapa sebab keresahan mahasiswa dan masyarakat adalah pertama
adanya tulisan-tulisan dalam harian Nusantara yang mengulas tentang cukongisme,
mengulas mereka yang kaya dan pengaruhya terhadap kekuasaan. Koran ini kemudia
dialarang terbit. Kedua merembesnya ideology
New Left dan gerakan mahasiswa New
left kiri baru yang anti estabilishment.
Mereka ini menginginkan adanya pemimmpin bersih dan berwibawa serta ingin adanya
alokasi 25 persen kursi parlemen bagi oposisi untuk mengontrol jalanya
pemerintahan. Ketiga pada bulan September 1973 Jenderal Soemitro mencetuskan
gagasan tentang komunikasi dua arah dan pola kempemimpianan baru. Kedua gagasan
ini mendapatkan sambutan hangat dari kalangan aktivis mahasiswa dengan
pemahamannya sendiri, sehingga kalangan muda ini melahirkan aksi kritik yang
dikemas dalam bentuk diskusi, seminar, dan pertemuan informal kampus yang
memuncak menjadi pernyataan sikap dalam bentuk unjuk rasa, pemasangan poster,
serta penyebaran pamflet dan brosur. Aksi-Aksi mahasiswa ini dimulai sejak
bulan September 1973. Pada Oktober 1973 ,11 orang delegasi mahasiswa ITB
mendatangi pimpinan DPR yang diterima oleh ketua komisi IX ,Djamil Ali,.mereka
menyatakan anti koptamtib dan menyampaikan surat terbuka kepada para wakil
rakyat. Isi surat tersebut sebagai berikut.
“ Kami
adalah sebagian dari generasi muda kini, masa yang dipenuhi harapan dan kekecewaan.
Masa yang kami harap membawa kesejahteraan bagi Rakyat Indonesia . Negeri ini
negeri yang aman sampai kapankah satatus Quo setengah SOB ini terus dipertahankan?
Kami tidak mau hanya dijadikan permaianan politik karena kamilah pewaris negeri
ini”
Surat
delegasi mahasiswa ini ditandatangai oleh ketua Dewan Mahasiswa ITB Muslim
Tampubollon, Komarudin, Ahmad fuad ,Tahir Mujahidin, dan Hindrajat. MahasiswaUI
pun ikut bergerak .
Menjelang
hari peringatan Sumpah Pemuda 1973 pada bulan oktober, Diskusi Panel Mahasiswa yang
diadakan di Gedung Balai Budaya, Jakarta mengeluarkan petisi yang berisi lain
peringatan dan menyusun starategi baru yang didalamnya terdapat tuntutan keseimbangan
dibidang politik, sosial, ekonomi, serta anti kemiskinan, kebodohan, dan
ketidakailan. Segera bebaskan rakyat dari cekaman ketidakpastian pemerkosan
hokum merajarela korupis dan penyelewengan kenaikan harga ,dan pengangguran,
Dalam
menanggapi aksi-aksi mahasiswa ini, yang disebutkan sbagai keresahan kampus. Presiden
Soeharto memerintahkan Pangkopkamtib JenderalSoemitro untuk melakuakan safari
kekampus-kampus guna meredam aksi-aksi mahasiswa yang semakin meningkat dan
menanggpi opini yang negative terhadap pemerintah.
Pada
Oktober 1973 Pangkopkamtib datang ke Jawa Timur untuk berdialog dengan
mahasiswa dan tokoh-tokoh masyarakat Jawa Timur. Dalam dialog tersebut
Organisasi-organisasi mahasiswa mengeluarkan semua unek-unek mereka mengenai
kebijakan pemerintah. Safari kampus Soemitro kemudian dilanjutkan ke
Yogyakarta, bertempat dikampus Universitas Gajah Mada, dalam dialog tersebut
Soemitro melayani semua pertanyaan mahasiswa. Pertanyaan Mahasiswa yang
diantara lain berkenan dengan status Koptamtib dan mahasiswa menuntut agar
Kopkamtib dibubarkan. Namun jawaban Soemitro ini dianggap tidak memuaskan
Di tengah dialog ini terjadi aksi demontrasi
oleh sekelompok mahasiswa yang tidak bergabung dalam dewan mahasiswa, mereka
menamakan diri “mahasiswa gelandangan” atau mahasiswa jalanan yang ditokohi
oleh Anhar gonggong. Menurut kelompok ini dewan mahasiswa tidak dapat
diharapkap mampu menyalurkan aspirasi mahsiswa dan masyarakat. Kemudian Soemitro
berjanji akan berdialog secara khusus dangan kelompok ini. Pada 2 November 1973
Pangkopkamtib berdialog dengan mahasiswa se-Jawa Barat di gedung PIAI Bandung yang
dihadiri oleh mahasiswa ITB, UNPAD, IKIP, UNP, danUNISBA.
Dalam
dialog yang berlangsung selama enam jam tersebut Dewan Senat mahasiswa ITB
menyampaikan memorandum yang ditandatangani oleh delapan orang pemimpin dewan
yang berisi tuntutan perbaikan kehidupan sosial dan politik pada pemerintah.
Pada berbagai kesempatan Soemitro mencetuskkan mengenai konsepsinya tentang
komunikasi Dua arah dan pola kepemimpinan nasional secara utuh.
Menginjak
bulan desember 1973, aksi-aksi mahasiwa semakin meningkat. Sasarannya antara
lain kedutaan besar Jepang di Jalan Thamrin. Mahasiswa hukum UI menyerahkan
memorandum yang berjudul mahasiswa menuntut memorandum mahasiswa menggugat juga
disampaikan kepada penjabat Dapartemen Luar Negeri. Aksi menyerahkan memorandum
kepada penjabat pemerintah menjadi modal aksi disamping demokrasi.
Ditengah
maraknya aksi demonstrasi mahasiswa, kedatangan Drs J.P Pronk selaku Ketua IGGI menembah panasnya situasi dan
sentimen anti modal asing makin memanas. Mahasiswa menilai sikap Pronk sangat arogan
dan kolonial. Dalam pertemuannya dengan pimpinan DPR terjadi dialog yang
terkesan bersikap sebagai tuan besar semakin membangkitkan kebencian mahasiswa
terhadap bantuan asing.
Pada
1 Desember 1973 , Pelaksanaan Khusus Panglima Kopkamtib Daerah Jakarta Raya,
Laksusda Jaya menyuarakan agar mahasiswa yang melakukan aksi semakin nekad.
Aksi coret-cotret dilakukan dipelbagai tempat diJakarta. Disamping aksi
mahasiswa ,beberapa cendiakiawan antara lain mochtar lubis ,Dorajatun Kuntjoro
jakti, Suhadi Mangkusumawando, dan Maruli panggabean mengadakan tema gerakan
mahasiswa. Pada tanggal 18 desember 1973, mahasiswa UI melanggar pernyataan
kebulatan tekad untuk memperjuangkan perombakan keadaan kearah kehidupan
kenegaraan secara menyeluruh ,yang ditandatangani oleh Hariman Siregar dan
Judil Hery. Hari-hari berkutnya aksi mahasiswa bertambah kompak dan solid pada
desember 24 desember 173 lebih kurang 200 mahasiswa yang mewakili 12 Dewan mahasiswa,
berangkat dari kampus UI Selemba bergerak menuju Bina Graha dan Cendana dengan
maksud ingin berdialog dengan Presiden Soeharto. Namun hanya 12 orang yang
diterima petugas bina graha yaitu para ketua Dewan Mahasiswa. Akhirnya Presiden Soeharto bersedia menerima
dan berdialog dengan delegasi mahasiswa tersebut.
Sementara
itu, para ketua Dewan Mahasiswa, di Cirebon pada 30 Desember 1973 berhasil
merumuskan Deklarasi Mahasiswa yang berisi tuntutan agar pemerintah
melaksanakan kepemimpinan secara terbuka. Setelah itu pada 10 Januari 1974,
para delegasi mahasiswa berkumpul lagi untuk merumuskan memorandum tuntutan
mahasiswa. Keesokan harinya pada 11 januari Presiden mengadakan dialog dengan
mahasiswa selama dua jam. Dalam kesempatan itu para Ketua Dewan Mahasiswa
menyerahkan memorandum tuntutan mahasiswa yang terdiri atas enam pokok, antara
lain sebagai berikut
- Pola pembangunan
yang beriontasi kepada keadilan social dan memakmuran bagi rakyat babnyak.
- Terwujudnya
iklim politik yang berdasarkan demokrasi sehingga pemerintahan benar-benar
milik rakyat untuk kepentingan rakyat.
- Pembangunan
hokum untuk tegaknya tertib hokum dan mekanisme peradilan yang tidak
memihak dimana setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama dimata
hokum.
- Pembatasan segala bentuk kemewahan dan mencegah serta mengadakan pemberantasan korupsi.
Sekalipun telah bertemu dengan presiden,
sentiment anti modal asing semakin menguat. Pada 12 januari 1974 sejumlah
mahasiswa berkumpul dikampus UKI di Jalan Diponegoro melakukan apel siaga dengan
membakar dua patung kertas yang diberi nama Imperalisme Ekonomi Jepang dan
Anjing Tokyo serta menggelar poster-poster yang bernada anti Jepang. Pada
Senin, 14 Januari 1974 Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka tiba di Jakarta
dan para mahasiswa pun menyambutnya dengan memblokade jalan keluar Bandara
Kemayoran. Pada keesokan harinya 15 Januari 1974 terjadi demokrasi mahasiswa
secara besar-besaran lewat jalan Thamrin menuju arah Istana Negara. Panglima
Kopjkamtib yang mendapatkan laporan adanya demontrasi bergegas mencegat mereka
di Bundaran Air Mancur didepan Bank Indonesia, agar tidak memasuki kawasan
Istana. Akhirnya demonstrasi besar –besaran itupun berubah menjadi aksi anarkis
besar – besaran yang disetai pengerusakan dan penjarahan terhadap toko-toko
yang menjual produk Jepang serta mobil-mobil buatan Jepang dan penjarahan
terhadap berbagai toko dan pasar, di lain tempat diperkirakan sekitar 20.000
orang mengepung Istana kepresidenan.
Baru setelah hari kedua peristiwa ini atau
tepatnya 17 Januari 1974, Panglima Koptamtib, Jendral Sumitro mulai bertindak
untuk meredakan aksi anarkis tersebut. Untuk pertama kalinya, alih-alih
menunduh orang – orang komunis sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam
kerusushan itu, pemerintah menuduhkan pada para mantan aktivis Masyumi dan PSI.
Dalam
peristiwa Malari ini Koptamtib dilaporkan menahan 770 orang termasuk para
pimpinan demonstran seperti Hariman Siregar, Marsilam Simanjuntak, Dorojatun
Kuntjoro Jakti, Fahmi Idris, Imam Waluyo, dan H.J.C Princen namun pada akhirnya
hampir semua yang ditahan kemudian dibebaskan pada bulan Mei 1976.
Dampak
dari peristiwa ini pemerintah menutup surat kabar Indonesia Raya, Pedoman,
Abadi, dan delapan suarat kabat lainya karena terlalu kritis dalam memberitakan
peristiwa Malari ini. Selain itu dalam pemerintahan Soemitro diberhentikan dari
Panglima Koptamtib karena dianggap terlibat serta melakukan pembiaran dan
selanjutnya jabatanya diambil alih langsung oleh Soeharto dengan menunjuk
Laksama Sudomo sebagai kepala stafnya.
Peristiwa Lima Belas Januari (Malari), 15 Januari 1974
4/
5
Oleh
Unknown