Saturday, December 12, 2015

Peristiwa Lima Belas Januari (Malari), 15 Januari 1974

Pada akhir Repelita I mahasiswa mensinyalir terjadi penyelewengan program pembangunan nasional yang dilakukan oleh penjabat-penjabat pemerintah. Kebijakan Ekonomi yang cenderung memberikan Privilige kepada investor Jepang , dinilai merugikan rakyat.Apalagi para investor dan orang-prang Jepang yang bekerja diIndoensia berlaku arogan. Kasus kOrupsi Badan Urusan Logistik (Bulog) yang melahirkan cukongisme, disorot secara tajam oleh mahasiswa. Rekanan pada badan ini sebagai besar adalah orang –orang keturunan cina yang dijuliki cukong yang mendominasi distribusi kebutuhan pokok masyarakat. Dibidang politik ,pemerintah tidak membuka salauaran aspirasi masyarakat karena gaya kepemimpianan yang top down. Beberapa sebab keresahan mahasiswa dan masyarakat adalah pertama adanya tulisan-tulisan dalam harian Nusantara yang mengulas tentang cukongisme, mengulas mereka yang kaya dan pengaruhya terhadap kekuasaan. Koran ini kemudia dialarang terbit. Kedua merembesnya ideology New Left dan gerakan mahasiswa New left kiri baru yang anti estabilishment. Mereka ini menginginkan adanya pemimmpin bersih dan berwibawa serta ingin adanya alokasi 25 persen kursi parlemen bagi oposisi untuk mengontrol jalanya pemerintahan. Ketiga pada bulan September 1973 Jenderal Soemitro mencetuskan gagasan tentang komunikasi dua arah dan pola kempemimpianan baru. Kedua gagasan ini mendapatkan sambutan hangat dari kalangan aktivis mahasiswa dengan pemahamannya sendiri, sehingga kalangan muda ini melahirkan aksi kritik yang dikemas dalam bentuk diskusi, seminar, dan pertemuan informal kampus yang memuncak menjadi pernyataan sikap dalam bentuk unjuk rasa, pemasangan poster, serta penyebaran pamflet dan brosur. Aksi-Aksi mahasiswa ini dimulai sejak bulan September 1973. Pada Oktober 1973 ,11 orang delegasi mahasiswa ITB mendatangi pimpinan DPR yang diterima oleh ketua komisi IX ,Djamil Ali,.mereka menyatakan anti koptamtib dan menyampaikan surat terbuka kepada para wakil rakyat. Isi surat tersebut sebagai berikut.
“ Kami adalah sebagian dari generasi muda kini, masa yang dipenuhi harapan dan kekecewaan. Masa yang kami harap membawa kesejahteraan bagi Rakyat Indonesia . Negeri ini negeri yang aman sampai kapankah satatus Quo setengah SOB ini terus dipertahankan? Kami tidak mau hanya dijadikan permaianan politik karena kamilah pewaris negeri ini”

Surat delegasi mahasiswa ini ditandatangai oleh ketua Dewan Mahasiswa ITB Muslim Tampubollon, Komarudin, Ahmad fuad ,Tahir Mujahidin, dan Hindrajat. MahasiswaUI pun ikut bergerak .
Menjelang hari peringatan Sumpah Pemuda 1973 pada bulan oktober, Diskusi Panel Mahasiswa yang diadakan di Gedung Balai Budaya, Jakarta mengeluarkan petisi yang berisi lain peringatan dan menyusun starategi baru yang didalamnya terdapat tuntutan keseimbangan dibidang politik, sosial, ekonomi, serta anti kemiskinan, kebodohan, dan ketidakailan. Segera bebaskan rakyat dari cekaman ketidakpastian pemerkosan hokum merajarela korupis dan penyelewengan kenaikan harga ,dan pengangguran,
Dalam menanggapi aksi-aksi mahasiswa ini, yang disebutkan sbagai keresahan kampus. Presiden Soeharto memerintahkan Pangkopkamtib JenderalSoemitro untuk melakuakan safari kekampus-kampus guna meredam aksi-aksi mahasiswa yang semakin meningkat dan menanggpi opini yang negative terhadap pemerintah.
Pada Oktober 1973 Pangkopkamtib datang ke Jawa Timur untuk berdialog dengan mahasiswa dan tokoh-tokoh masyarakat Jawa Timur. Dalam dialog tersebut Organisasi-organisasi mahasiswa mengeluarkan semua unek-unek mereka mengenai kebijakan pemerintah. Safari kampus Soemitro kemudian dilanjutkan ke Yogyakarta, bertempat dikampus Universitas Gajah Mada, dalam dialog tersebut Soemitro melayani semua pertanyaan mahasiswa. Pertanyaan Mahasiswa yang diantara lain berkenan dengan status Koptamtib dan mahasiswa menuntut agar Kopkamtib dibubarkan. Namun jawaban Soemitro ini dianggap tidak memuaskan
 Di tengah dialog ini terjadi aksi demontrasi oleh sekelompok mahasiswa yang tidak bergabung dalam dewan mahasiswa, mereka menamakan diri “mahasiswa gelandangan” atau mahasiswa jalanan yang ditokohi oleh Anhar gonggong. Menurut kelompok ini dewan mahasiswa tidak dapat diharapkap mampu menyalurkan aspirasi mahsiswa dan masyarakat. Kemudian Soemitro berjanji akan berdialog secara khusus dangan kelompok ini. Pada 2 November 1973 Pangkopkamtib berdialog dengan mahasiswa se-Jawa Barat di gedung PIAI Bandung yang dihadiri oleh mahasiswa ITB, UNPAD, IKIP, UNP, danUNISBA.
Dalam dialog yang berlangsung selama enam jam tersebut Dewan Senat mahasiswa ITB menyampaikan memorandum yang ditandatangani oleh delapan orang pemimpin dewan yang berisi tuntutan perbaikan kehidupan sosial dan politik pada pemerintah. Pada berbagai kesempatan Soemitro mencetuskkan mengenai konsepsinya tentang komunikasi Dua arah dan pola kepemimpinan nasional secara utuh.
Menginjak bulan desember 1973, aksi-aksi mahasiwa semakin meningkat. Sasarannya antara lain kedutaan besar Jepang di Jalan Thamrin. Mahasiswa hukum UI menyerahkan memorandum yang berjudul mahasiswa menuntut memorandum mahasiswa menggugat juga disampaikan kepada penjabat Dapartemen Luar Negeri. Aksi menyerahkan memorandum kepada penjabat pemerintah menjadi modal aksi disamping demokrasi.
Ditengah maraknya aksi demonstrasi mahasiswa, kedatangan Drs J.P Pronk selaku  Ketua IGGI menembah panasnya situasi dan sentimen anti modal asing makin memanas. Mahasiswa menilai sikap Pronk sangat arogan dan kolonial. Dalam pertemuannya dengan pimpinan DPR terjadi dialog yang terkesan bersikap sebagai tuan besar semakin membangkitkan kebencian mahasiswa terhadap bantuan asing.
Pada 1 Desember 1973 , Pelaksanaan Khusus Panglima Kopkamtib Daerah Jakarta Raya, Laksusda Jaya menyuarakan agar mahasiswa yang melakukan aksi semakin nekad. Aksi coret-cotret dilakukan dipelbagai tempat diJakarta. Disamping aksi mahasiswa ,beberapa cendiakiawan antara lain mochtar lubis ,Dorajatun Kuntjoro jakti, Suhadi Mangkusumawando, dan Maruli panggabean mengadakan tema gerakan mahasiswa. Pada tanggal 18 desember 1973, mahasiswa UI melanggar pernyataan kebulatan tekad untuk memperjuangkan perombakan keadaan kearah kehidupan kenegaraan secara menyeluruh ,yang ditandatangani oleh Hariman Siregar dan Judil Hery. Hari-hari berkutnya aksi mahasiswa bertambah kompak dan solid pada desember 24 desember 173 lebih kurang 200 mahasiswa yang mewakili 12 Dewan mahasiswa, berangkat dari kampus UI Selemba bergerak menuju Bina Graha dan Cendana dengan maksud ingin berdialog dengan Presiden Soeharto. Namun hanya 12 orang yang diterima petugas bina graha yaitu para ketua Dewan Mahasiswa.  Akhirnya Presiden Soeharto bersedia menerima dan berdialog dengan delegasi mahasiswa tersebut.
Sementara itu, para ketua Dewan Mahasiswa, di Cirebon pada 30 Desember 1973 berhasil merumuskan Deklarasi Mahasiswa yang berisi tuntutan agar pemerintah melaksanakan kepemimpinan secara terbuka. Setelah itu pada 10 Januari 1974, para delegasi mahasiswa berkumpul lagi untuk merumuskan memorandum tuntutan mahasiswa. Keesokan harinya pada 11 januari Presiden mengadakan dialog dengan mahasiswa selama dua jam. Dalam kesempatan itu para Ketua Dewan Mahasiswa menyerahkan memorandum tuntutan mahasiswa yang terdiri atas enam pokok, antara lain sebagai berikut
  1. Pola pembangunan yang beriontasi kepada keadilan social dan memakmuran bagi rakyat babnyak.
  2. Terwujudnya iklim politik yang berdasarkan demokrasi sehingga pemerintahan benar-benar milik rakyat untuk kepentingan rakyat.
  3. Pembangunan hokum untuk tegaknya tertib hokum dan mekanisme peradilan yang tidak memihak dimana setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama dimata hokum.
  4. Pembatasan segala bentuk kemewahan dan mencegah serta mengadakan pemberantasan korupsi.
Sekalipun telah bertemu dengan presiden, sentiment anti modal asing semakin menguat. Pada 12 januari 1974 sejumlah mahasiswa berkumpul dikampus UKI di Jalan Diponegoro melakukan apel siaga dengan membakar dua patung kertas yang diberi nama Imperalisme Ekonomi Jepang dan Anjing Tokyo serta menggelar poster-poster yang bernada anti Jepang. Pada Senin, 14 Januari 1974 Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka tiba di Jakarta dan para mahasiswa pun menyambutnya dengan memblokade jalan keluar Bandara Kemayoran. Pada keesokan harinya 15 Januari 1974 terjadi demokrasi mahasiswa secara besar-besaran lewat jalan Thamrin menuju arah Istana Negara. Panglima Kopjkamtib yang mendapatkan laporan adanya demontrasi bergegas mencegat mereka di Bundaran Air Mancur didepan Bank Indonesia, agar tidak memasuki kawasan Istana. Akhirnya demonstrasi besar –besaran itupun berubah menjadi aksi anarkis besar – besaran yang disetai pengerusakan dan penjarahan terhadap toko-toko yang menjual produk Jepang serta mobil-mobil buatan Jepang dan penjarahan terhadap berbagai toko dan pasar, di lain tempat diperkirakan sekitar 20.000 orang mengepung Istana kepresidenan.

Baru setelah hari kedua peristiwa ini atau tepatnya 17 Januari 1974, Panglima Koptamtib, Jendral Sumitro mulai bertindak untuk meredakan aksi anarkis tersebut. Untuk pertama kalinya, alih-alih menunduh orang – orang komunis sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam kerusushan itu, pemerintah menuduhkan pada para mantan aktivis Masyumi dan PSI.
Dalam peristiwa Malari ini Koptamtib dilaporkan menahan 770 orang termasuk para pimpinan demonstran seperti Hariman Siregar, Marsilam Simanjuntak, Dorojatun Kuntjoro Jakti, Fahmi Idris, Imam Waluyo, dan H.J.C Princen namun pada akhirnya hampir semua yang ditahan kemudian dibebaskan pada bulan Mei 1976. 

Dampak dari peristiwa ini pemerintah menutup surat kabar Indonesia Raya, Pedoman, Abadi, dan delapan suarat kabat lainya karena terlalu kritis dalam memberitakan peristiwa Malari ini. Selain itu dalam pemerintahan Soemitro diberhentikan dari Panglima Koptamtib karena dianggap terlibat serta melakukan pembiaran dan selanjutnya jabatanya diambil alih langsung oleh Soeharto dengan menunjuk Laksama Sudomo sebagai kepala stafnya.


Peristiwa Lima Belas Januari (Malari), 15 Januari 1974
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.