Monday, December 28, 2015

Ricky Elson, Potret Buram Budaya Riset Yang Tak Dihargai Oleh Negeri ini

Pada 26 Desember 2015 lalu Surat Kabar Harian Kompas menerbitkan artikel berita yang menarik sekaligus menggelitik saya sebagai pribadi dan tentunya seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya kalangan akademisi yang berjudul Menyemai Budaya Riset yang Makin "Berdebu" dengan mengangkat  tentang permasalahan budaya riset yang masih terasa sangat kurang sekali di negeri ini. Menurut saya sebagai pribadi budaya riset di negera ini masih kurang dihargai sekali baik oleh pemerintah, swasta, maupun rakyat Indonesia dan seringkali hasil riset itu hanya mangkrak dalam bentuk prototype yang disimpan dalam laboratorium semata atau bahkan karya tulis yang tersimpan rapi hingga dimakan rayap dalam perpustakaan tanpa ada follow up untuk membantu mengembangkan hasil riset tersebut.

Masih lekat dalam ingatan saya ketika bapak Dahlan Iskan yang waktu itu menjabat Menteri BUMN pergi ke Jepang menemui Ricky Elson, seorang peneliti muda asal Indonesia yang sedang mengembagkan mobil listrik disana, dengan susah payah dibujuk pak Dahlan untuk pulang ke Indonesia dan mengembangkan penelitianya disini. Tapi Ricky yang sudah tahu tentang sikap pemerintah dan swasta di Indonesia yang kurang atau bahkan tak ada sama sekali kepedulianya terhadap sebuah riset, akhirnya menerima tawaran Dahlan dengan janji jaminan bantuan dari beliau serta rasa nasionalismenya sebagai putra bangsa. Ricky pun akhirnya meninggalkan segala kenyamanan gaji besar serta berbagai fasilitas yang dimilinya di Jepang .

Masa awal-awal kedatanganya ke Indonesia kehidupanya serta riset nya tentang mobil listrik berjalan dengan baik karena dijamin oleh Pak Dahlan dengan bantuan BUMN-BUMN yang ada dibawah kekuasaan beliau. Namun segala kenyamanan itu hanya sesaat pasca Pak Dahlan tak lagi berkuasa menjadi Menteri Program riset itu dihentikan oleh Pemerintah baru dan dinyatakan bermasalah, akhirnya program ini pun mangkrak dan kehidupan Ricky beserta risetnya penuh ketidak pastian di Indonesia. Apalagi setelah prototype mobil ini setelah jadi dan diajukan uji kelayakan pada Departemen Perhubungan, Departemen ini malah menyatakan mobil ini tak layak jalan tanpa memberikan alasan apapun yang harus diperbaiki . Sungguh malang nasib Ricky yang menjadi sekelumit potret buram negara ini kurang menghargai tentang budaya riset serta kurang percaya dengan hasil karya bangsa sendiri. Padahal logika saya selalu mengatakan Jika Ricky saja sangat dihargai karya risetnya berarti riset itu memiliki masa depan yang sangat cerah di masa depan karena saya percaya perusahaan –perusahaan pendanaan riset di Jepang tak akan asal –asalan memberikan kucuran dana untuk sebuah riset yang tak memiliki masa depan, apalagi riset itu dilakukan oleh orang asing yang berasal dari negara yang berdasarkan peringkat pengembangan tekhnologinya sangat jauh di bawah Jepang

Beberapa bulan lalu tersiar kabar bahwa pemerintah Malaysia sangat tertarik terhadap proyek mobil listrik Ricky dan menjanjikan pendanaan pada proyek ini. Namun Ricky sekali lagi atas nama Nasionaisme masih pikir-pikir menerima tawaran pemerintah Diraja Malaysia karena dia ingin mobil itu dikembangkan dan menjadi milik bangsa Indonesia bukan dimiliki oleh bangsa asing .

Ricky Elson, Potret Buram Budaya Riset Yang Tak Dihargai Oleh Negeri ini
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.