Pada 26 Desember 2015 lalu Surat Kabar Harian
Kompas menerbitkan artikel berita yang menarik sekaligus menggelitik saya
sebagai pribadi dan tentunya seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya
kalangan akademisi yang berjudul Menyemai Budaya Riset yang Makin "Berdebu" dengan mengangkat tentang permasalahan budaya riset yang masih terasa sangat kurang sekali
di negeri ini. Menurut saya sebagai pribadi budaya riset di negera ini masih
kurang dihargai sekali baik oleh pemerintah, swasta, maupun rakyat Indonesia
dan seringkali hasil riset itu hanya mangkrak dalam bentuk prototype yang
disimpan dalam laboratorium semata atau bahkan karya tulis yang tersimpan rapi
hingga dimakan rayap dalam perpustakaan tanpa ada follow up untuk membantu
mengembangkan hasil riset tersebut.
Masih lekat dalam ingatan saya ketika
bapak Dahlan Iskan yang waktu itu menjabat Menteri BUMN pergi ke Jepang menemui
Ricky Elson, seorang peneliti muda asal Indonesia yang sedang mengembagkan
mobil listrik disana, dengan susah payah dibujuk pak Dahlan untuk pulang ke
Indonesia dan mengembangkan penelitianya disini. Tapi Ricky yang sudah tahu
tentang sikap pemerintah dan swasta di Indonesia yang kurang atau bahkan tak
ada sama sekali kepedulianya terhadap sebuah riset, akhirnya menerima tawaran
Dahlan dengan janji jaminan bantuan dari beliau serta rasa nasionalismenya
sebagai putra bangsa. Ricky pun akhirnya meninggalkan segala kenyamanan gaji
besar serta berbagai fasilitas yang dimilinya di Jepang .
Masa awal-awal kedatanganya ke Indonesia
kehidupanya serta riset nya tentang mobil listrik berjalan dengan baik karena
dijamin oleh Pak Dahlan dengan bantuan BUMN-BUMN yang ada dibawah kekuasaan
beliau. Namun segala kenyamanan itu hanya sesaat pasca Pak Dahlan tak lagi
berkuasa menjadi Menteri Program riset itu dihentikan oleh Pemerintah baru dan
dinyatakan bermasalah, akhirnya program ini pun mangkrak dan kehidupan Ricky beserta
risetnya penuh ketidak pastian di Indonesia. Apalagi setelah prototype mobil
ini setelah jadi dan diajukan uji kelayakan pada Departemen Perhubungan,
Departemen ini malah menyatakan mobil ini tak layak jalan tanpa memberikan
alasan apapun yang harus diperbaiki . Sungguh malang nasib Ricky yang menjadi
sekelumit potret buram negara ini kurang menghargai tentang budaya riset serta
kurang percaya dengan hasil karya bangsa sendiri. Padahal logika saya selalu
mengatakan Jika Ricky saja sangat dihargai karya risetnya berarti riset itu
memiliki masa depan yang sangat cerah di masa depan karena saya percaya
perusahaan –perusahaan pendanaan riset di Jepang tak akan asal –asalan memberikan
kucuran dana untuk sebuah riset yang tak memiliki masa depan, apalagi riset itu
dilakukan oleh orang asing yang berasal dari negara yang berdasarkan peringkat pengembangan
tekhnologinya sangat jauh di bawah Jepang
Beberapa bulan lalu tersiar kabar bahwa
pemerintah Malaysia sangat tertarik terhadap proyek mobil listrik Ricky dan
menjanjikan pendanaan pada proyek ini. Namun Ricky sekali lagi atas nama
Nasionaisme masih pikir-pikir menerima tawaran pemerintah Diraja Malaysia
karena dia ingin mobil itu dikembangkan dan menjadi milik bangsa Indonesia
bukan dimiliki oleh bangsa asing .
Ricky Elson, Potret Buram Budaya Riset Yang Tak Dihargai Oleh Negeri ini
4/
5
Oleh
Unknown