Thursday, January 21, 2016

Sjam Kamaruzaman, Aktor Intelektual Kudeta G-30 S/PKI ?

Peristiwa G-30 S/PKI merupakan sebuah bagian catatan kelam bagi bangsa ini karena pernah menyeret negara ini dalam perang saudara yang menelah lebih dari 500,000 orang tewas serta menimbulkan trauma mendalam serta mengkotak-kotakan bangsa ini ke dalam golongan kiri , kanan dan tengah

Namun ditengah perdebatan mengenai siapa dalang utama kudeta tersebut terseliplah sosok misterius yang merupakan tangan kanan DN. Aidit untuk melakukan operasi khusus untuk menghimpun kekuatan komunis dari kelompok militer serta merancang gerakan kudeta tersebut yang dikomandoi oleh Sjam Kamarazuman.

Siapa Sjam Kamaruzaman ?
Sjam Kamaruzzaman yang berarti matahari dan bulan sang zaman lahir di Tuban, Jawa Timur pada 30 april 1924, ia merupakan seorang keturunan Arab. Ayahnya bernam R Achmad Moebaedah sebagai penghulu dan pedagang keturunan Arab, dan ibunya Siti Chasanah seorang keturunan ningrat bergelar Raden Roro. Dia adalah anak kelima dari 10 bersaudara.

Sjam kecil menimba ilmu di sekolah rakyat Tuban. selepas dari Sekolah Rakyat, ia melanjutkan sekolah di Land&Tuinbouw School di Surabaya. sayang, Sjam tidak dapat menyelesaikan pendidikannya, Sekolahnya ditutup akibat datangnya Jepang ke Surabaya pada tahun 1942. Setahun kemudian, ia masuk Sekolah Menengah Dagang di Yogyakarta, hingga kelas dua, dan putus lagi karena pecahnya perang kemerdekaan.

Sjam mulai bersentuhan dengan dunia politik ketika bersekolah di Yogyakarta, dengan ikut perkumpulan pemuda Pathuk. Di sini ia menumpang hidup bersama kerabatnya. Di Jogja Sjam sering mengikuti pertemuan gelap yang digelar gerakan perlawanan.

Selama masa perang kemerdekaan ia turut serta bergerilya melawan Belanda dalam berbagai pertempuran seperti ikut pertempuran di Mranggen, Ambarawa, dan Magelang, 1946-1947, dan sempat memimpin Laskar Tani di Yogyakarta. Pada 31 Desember 1947, bersama Sjam dan seorang rekan lain, Suryoputro berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan studi. Setelah Kelompok Pathuk bubar, banyak anggotanya yang masuk partai politik.

Di Karawang, mereka bertiga sempat ditahan Kemal Idris—ketika itu komandan batalion di Cikampek. Setelah menunggu sehari, mereka melanjutkan perjalanan. Di Jakarta, mereka tinggal di Jalan Bonang, tak jauh dari Tugu Proklamasi sekarang. Setelah itu, mereka pindah rumah berkali-kali. Sjam jadi pegawai Kantor Penerangan Jawa Barat, meski kantornya di Jakarta.

Sjam bersama beberapa kawan kemudian ikut aksi gerilya malam, melempari pasukan Sekutu yang berjaga di kawasan Senen, Jakarta Pusat, dengan granat. ”Wilayah kerja malam” Sjam di seputar Jalan Kramat Raya. Sjam juga turut pula aktif dalam organisasi buruh kereta api.
Bersama rekan-rekannya, Sjam mengatur perjalanan desersi orang-orang Indonesia yang bergabung dengan tentara Belanda, Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL), yang ingin ”menyeberang” ke pedalaman. Ia kemudian ikut mendirikan Serikat Buruh Mobil dan Serikat Buruh Kendaraan Bermotor.

Pada 1949, Sjam juga ikut mendirikan Serikat Buruh Kapal dan Pelabuhan, yang kemudian berubah nama menjadi Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayaran. Ketika terbentuk Badan Pusat Sementara Sarekat-Sarekat Buruh, yakni gabungan serikat buruh pada masa itu, Sjam dipercaya sebagai wakil ketua. Organisasi ini kemudian bubar, digantikan oleh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), yang berafiliasi ke PKI.

Sjam menjadi pengurus SOBSI hingga tahun 1957. Pada masa itulah ia menikah dengan Enok Jutianah, perempuan Sunda aktivis buruh pelabuhan, yang meninggal setelah melahirkan anak kelima.

Sjam dan DN Aidit
Hubungan Aidit dan Sjam punya sejarah panjang. Keduanya sudah saling kenal sejak 1949, tatkala Sjam aktif di Serikat Buruh Kapal Pelabuhan di Tanjung Priok, Jakarta. Perlu diketahui juga Sekitar Juli 1948, Sjam menuju ke Solo. di Pesindo Pusat sana, dia berbicara tentang the red drive proposal, sebuah rencana Amerika untuk membersihkan orang-orang komunis. dan benar saja, 2 bulan kemudian, peristiwa Madiun meletus.

Hubungan kedekatan Sjam dan Aidit diawali dengan pertemuan pertama kali mereka pada tahun 1949. Aidit, ketika itu, dalam persembunyian di Jakarta setelah Peristiwa Madiun, 1948. Aidit kemudian menawari Sjam masuk PKI.

Sjam pula lah yang membuat skenario ”penjemputan Aidit” sepulang dari Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok. Ia diajak Sjam berboncengan sepeda. Di pelabuhan, Sjam berpura-pura menjemput Aidit yang baru turun dari kapal. Skenario penjemputan ini dibuat untuk memberikan kesan Aidit menyingkir ke Vietnam dan mempelajari Marxisme di sana, setelah Peristiwa Madiun.

Setelah mundur dari SOBSI pada tahun 1957, Aidit menugasinya mengurus dokumentasi yang berhubungan dengan ideologi Marxisme-Leninisme. Pada tahun 1960, ia direkrut menjadi anggota Departemen Organisasi PKI, dimana departemen ini ‘menggarap’ anggota dari militer.

Sjam dan Biro Chusus
Karena kinerja departemen organisasi dianggap kurang optimal dalam menggarap kalangan militer, maka Aidit membentuk Biro Chusus (BC) pada Noember tahun 1964 dengan Sjam sebagai ketua. Keberadaan BC ini dipantau langsung oleh Aidit, namun adanya BC ini tidak pernah dilaporkan dalam sidang-sidang politbiro PKI. Oleh karena itu, wajar bila tidak banyak kalangan ‘elit’ PKI mengetahui adanya BC ini. Karena sifatnya yang dirahasiakan, maka anggota BC yang direkrut sangat sedikit namun mampu membuat jaringan ‘merah’ di kalangan tentara. Para anggota BC memiliki kartu tanda anggota ABRI, sehingga mereka dengan mudah masuk ke kalangan tentara.

Biro Chusus terdiri dari 5 orang agen inti sebagai berikut
Sjam sebagai ketua
Pono dan Bono sebagai Wakil
Suwandi sebagai staf bendahara
dan Hamim sebagai staf pendidikan

Double agent?
Sosoknya yang misterius serta perlakuan istimewa yang diterimanya di dalam penjara, menimbulkan dugaan bahwa ia adalah agen intel yang disusupkan ke dalam tubuh PKI. Siapa yang menyusupkannya? Inilah pertanyaan sulit, karena sampai ‘akhir hayat’-nya, Sjam ‘dilindungi’ oleh pemerintah Orba dan seolah pertanyaan ini dibiarkan menggantung tanpa ada penjelasan lebih jauh.

Pertanyaan siapa yang menyusupkannya ke PKI dapat diduga sebagai berikut:

Soeharto dkk: Soeharto telah mengenal Sjam sejak awal perang kemerdekaan tahun 1945, dimana Sjam bersama kelompok Pemuda Pathuk membantu Soeharto pada peristiwa 3 Juli 1946. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa Sjam adalah perwira intel berpangkat Lettu di Batalyon 10 Yogya, yang dikomandani Letkol Soeharto; Kecurigaan lain adalah ditengah kebingungan serta kesimpang siuran berita di kalangan ABRI pada waktu itu, mengapa Soeharto bisa ‘sigap’ dan ‘tahu’ langkah-langkah apa yang perlu diambil sehingga praktis selepas isya tanggal 1 Oktober 1965, G30S ‘tidak berfungsi’.

DN Aidit: pembentukan BC adalah upaya ‘diam-diam’ untuk pembentukan sayap militer PKI, namun tidak dilaporkan secara resmi pada politbiro. Sudisman, Sekjen PKI, dalam sidang mahmilub bahkan menyebutkan bahwa BC sebagai PKI ‘Illegal’. Pembentukan sayap militer ini mengacu pada pengalaman partai komunis di banyak negara, dimana merupakan kekuatan esensial. Karena usulan PKI membentuk ‘angkatan kelima’ ditolak oleh TNI-AD, maka dilakukan penetrasi ke kalangan ABRI. Aidit mengemukakan teori bahwa dengan 30 persen tentara, maka PKI dapat melakukan kudeta. Konon teori ini banyak dipersoalkan oleh para ‘elit’ PKI, karena tidak sesuai dengan Marxisme.

Aidit terburu nafsu untuk segera melakukan revolusi dan mewujudkan impian Marx dan Lenin, yaitu masyarakat tanpa kelas. Akan tetapi ‘revolusi’ melalui pemilu dirasa tidak mungkin karena Soekarno dan Demokrasi Terpimpinnya tidak membukakan kesempatan tersebut. Selain itu belajar dari sejarah negara lain, partai komunis tidak pernah memenangkan pemilu. Oleh karena itu, pembentukan BC dan ditugaskan melakukan penetrasi ke kalangan ABRI, diharapkan dapat mewujudkan ‘revolusi’ PKI. Sjam, yang telah dibina secara khusus oleh Aidit sejak tahun 1957, ditunjuk mengepalai BC.

Pihak Barat: berusaha mencegah Indonesia menjadi ‘negara komunis’ karena Indonesia memiliki nilai strategis di Asia Tenggara. Dikhawatirkan apabila Indonesia menjadi komunis, maka akan menular ke negara-negara lain di Asia Tenggara. Keterkaitan dengan Sjam adalah Sjam pernaha mendapatkan pelatihan ‘khusus’ dari Partai Sosialis Indonesia (PSI). Seperti diketahui, PSI (dan juga Masumi) menjadi ‘sponsor’ gerakan PRRI/PERMESTA, yang didukung oleh pihak Barat. Indikasi lain adalah para perwira ‘utama’ yang terlibat G30S, memiliki latar belakang pendidikan Barat. Letkol Untung dan Brigjen Supardjo, pernah mendapat pelatihan militer di AS.
AS dan negara-negara sekutunya sangat ketat dalam menerima ‘siswa’ dari Indonesia. Mereka melakukan ‘screening’ terhadap calon siswa yang diajukan. Apabila ketahui berlatar belakang ‘merah’, maka calon siswa tersebut pasti ditolak.

Sjam, dan G30/S-PKI?
pertengahan Mei 1965, Adanya isu rencana kudeta Dewan Jendral membuat PKI lebih bekerja keras.
Soekarno yang saat itu jatuh sakit, membuat Aidit was was. ditakutkan akan adanya coup oleh Dewan Jendral apabila Presiden meninggal. dan itu sangat mempengaruhi posisi PKI.
Aidit kemudian memberikan wewenang kepada Sjam untuk memprakarsai rapat-rapat dengan anggota militer serta menjelaskan segala detail rencana penculikan Dewan Jendral. tujuannya adalah membawa para Jendral kehadapan Presiden dengan keadaan hidup dan meminta mereka untuk membatalkan rencana coup Dewan Jendral.

Sjam lah yang memimpin beberapa rapat, persiapan pasukan, pembagian susunan organisasi, hingga penentuan sasaran masing masing pasukan. 1 hal yang menarik, ketika pasukan Cakrabirawa pimpinan Letnan Dul Arief (anak buah Letkol Untung) akan berangkat menuju rumah para jendral. Dul Arief sempat bertanya bagaimana jika para jendral menolak untuk diajak menghadap Presiden. Sjam pun menjawab "Para Jendral ditangkap hidup atau mati"

Melalui siaran RRI pagi hari pada 1 Oktober 1965, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota "Dewan Jenderal" yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Kemudian dibentuklah Dewan Revolusi oleh Sjam yang bertugas membentuk pemerintahan koalisi nasional berporos Nasakom di bawah Presiden Soekarno yang bersih dari anasir Dewan Jendral dan Kapitalis Birokrat. Setelah pengumuman itu, para pemimpin menunggu reaksi gelombang dari anggota ABRI beserta massa sipil yang tidak pro dengan dewan jendral. mereka akan menuntut dewan jendral diadili dan dihukum mati. sayang, pos-pos komando tidak berjalan, gelombang massa tidak pernah muncul.
Pada 1 Oktober 1965, pukul 05.30. Tim penculik Pasopati kembali ke markas dengan kabar buruk. Tiga jenderal tewas tertembak, termasuk sasaran utama, Ahmad Yani sedangkan target utama lainya Jendral Nasution berhasil lolos. Semula Aidit bermaksud membawa para jenderal ke hadapan Presiden Soekarno hidup-hidup dan meminta mereka membatalkan rencana kup Dewan Jenderal. Namun sekarang, rencana itu gagal.
Sejak itu, operasi Biro Chusus PKI perlahan-lahan runtuh. Satu batalion Pasukan Gerak Cepat TNI Angkatan Udara, yang direncanakan datang, tak pernah muncul. Pasukan tank dan panser yang diharapkan datang dari Bandung pun tak pernah ada.
Di tengah serangan balik kubu TNI, pukulan terakhir datang dari Presiden Soekarno yang memerintahkan pada Brigjen Supardjo yang menemuinya di Halim, Jumat siang 1 Oktober, untuk menghentikan gerakanya, yang membuat moral mereka langsung jatuh.
Tepat pukul 7 malam, suara bariton Panglima Kostrad Mayjen Soeharto mengudara dan menyatakan bahwa ”Gerakan 30 September adalah kontrarevolusioner. Lalu pada 2 Oktober pukul 1 siang, sehari setelah operasi dipastikan gagal, Sjam meninggalkan Halim dan pulang ke rumahnya di Jalan Pramuka Jati, Jakarta Pusat. Sepekan kemudian, tanpa pamit kepada anak-anaknya, dia lari ke Bandung.

Penangkapan Sjam dan Misteri Keberadaanya
Banyak pihak yang meragukan kematian Sjam, meskipun pemerintah mengumumkan bahwa Sjam telah dieksekusi pada tanggal 30 September 1986. Ia diisukan tinggal di luar negeri setelah ‘dieksekusi’.
Setelah gagalnya G 30 S, Sjam melarikan diri ke Bandung pada tanggal 8 Oktober 1965. Ia tertangkap pada tanggal 9 Maret 1967, di daerah Cimahi dan semenjak 27 Mei 1967 ditahan di Rumah Tahanan Militer (RTM) Budi Utomo. Menurut beberapa bekas tahanan politik yang pernah bersama Sjam, ia bertindak layaknya seorang bos. Sjam sangat leluasa mondar-mandir dalam RTM dan mengenal banyak petugas militer seperti berada di lingkungannya sendiri. Ia banyak di-‘pinjam’ untuk mengidentifikasi tahanan politik agar mendapatkan ‘klasifikasi’ yang tepat.
Sjam dijatuhi hukuman mati oleh Mahmilub pada tanggal 9 Maret 1968. Seperti yang telah diceritakan sebelumnya, ia memainkan peran kunci untuk mengungkap jaringan komunis dalam tubuh militer, sehingga mampu menunda eksekusi matinya hingga 18 tahun. Kemudian pada tengah malam tanggal 30 September 1986, ia bersama dua rekan lainnya dibawa ke Tanjung Priok, kemudian diangkut ke sebuah pulau di Kepulauan Seribu dan dieksekusi pada pukul 3 dinihari tanggal 30 September 1986.
Namun kematian Sjam diragukan, eks Kolonel Latief yang mengatakan sempat melihat dirinya di penjara Cipinang pada 1990. Pasca turunnya Soeharto pun kabar itu masih terdengar, kabarnya ia tinggal di Florida, Amerika Serikat. Ada pula yang mengatakan ia dibuang di Arab Saudi.
Kecurigaan lain adalah menurut dokumen-dokumen CIA yang telah dibuka untuk umum, tercatat tiga orang yang bernama ‘Sjam’ yang ditahan oleh pihak Angkatan Darat. Apakah yang dieksekusi itu ‘Sjam’ Kamaruzzaman atau ‘Sjam’ yang lain?








Sjam Kamaruzaman, Aktor Intelektual Kudeta G-30 S/PKI ?
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.