Peristiwa G-30 S/PKI merupakan sebuah bagian
catatan kelam bagi bangsa ini karena pernah menyeret negara ini dalam perang
saudara yang menelah lebih dari 500,000 orang tewas serta menimbulkan trauma
mendalam serta mengkotak-kotakan bangsa ini ke dalam golongan kiri , kanan dan
tengah
Namun ditengah perdebatan mengenai siapa dalang
utama kudeta tersebut terseliplah sosok misterius yang merupakan tangan kanan DN.
Aidit untuk melakukan operasi khusus untuk menghimpun kekuatan komunis dari
kelompok militer serta merancang gerakan kudeta tersebut yang dikomandoi oleh Sjam
Kamarazuman.
Siapa Sjam Kamaruzaman ?
Sjam
Kamaruzzaman yang berarti matahari dan bulan sang zaman lahir di Tuban, Jawa
Timur pada 30 april 1924, ia merupakan seorang keturunan Arab. Ayahnya bernam R
Achmad Moebaedah sebagai penghulu dan pedagang keturunan Arab, dan ibunya Siti
Chasanah seorang keturunan ningrat bergelar Raden Roro. Dia adalah anak kelima
dari 10 bersaudara.
Sjam
kecil menimba ilmu di sekolah rakyat Tuban. selepas dari Sekolah Rakyat, ia melanjutkan sekolah di Land&Tuinbouw
School di Surabaya. sayang, Sjam tidak dapat menyelesaikan pendidikannya,
Sekolahnya ditutup akibat datangnya Jepang ke Surabaya pada tahun 1942. Setahun
kemudian, ia masuk Sekolah Menengah Dagang di Yogyakarta, hingga kelas dua, dan
putus lagi karena pecahnya perang kemerdekaan.
Sjam
mulai bersentuhan dengan dunia politik ketika bersekolah di Yogyakarta, dengan
ikut perkumpulan pemuda Pathuk. Di sini ia menumpang hidup bersama kerabatnya. Di
Jogja Sjam sering mengikuti pertemuan gelap yang digelar gerakan perlawanan.
Selama
masa perang kemerdekaan ia turut serta bergerilya melawan Belanda dalam
berbagai pertempuran seperti ikut pertempuran di Mranggen, Ambarawa, dan
Magelang, 1946-1947, dan sempat memimpin Laskar Tani di Yogyakarta. Pada 31
Desember 1947, bersama Sjam dan seorang rekan lain, Suryoputro berangkat ke
Jakarta untuk melanjutkan studi. Setelah Kelompok Pathuk bubar, banyak anggotanya
yang masuk partai politik.
Di
Karawang, mereka bertiga sempat ditahan Kemal Idris—ketika itu komandan
batalion di Cikampek. Setelah menunggu sehari, mereka melanjutkan perjalanan. Di
Jakarta, mereka tinggal di Jalan Bonang, tak jauh dari Tugu Proklamasi
sekarang. Setelah itu, mereka pindah rumah berkali-kali. Sjam jadi pegawai
Kantor Penerangan Jawa Barat, meski kantornya di Jakarta.
Sjam
bersama beberapa kawan kemudian ikut aksi gerilya malam, melempari pasukan
Sekutu yang berjaga di kawasan Senen, Jakarta Pusat, dengan granat. ”Wilayah
kerja malam” Sjam di seputar Jalan Kramat Raya. Sjam juga turut pula aktif
dalam organisasi buruh kereta api.
Bersama
rekan-rekannya, Sjam mengatur perjalanan desersi orang-orang Indonesia yang
bergabung dengan tentara Belanda, Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL),
yang ingin ”menyeberang” ke pedalaman. Ia kemudian ikut mendirikan Serikat
Buruh Mobil dan Serikat Buruh Kendaraan Bermotor.
Pada
1949, Sjam juga ikut mendirikan Serikat Buruh Kapal dan Pelabuhan, yang
kemudian berubah nama menjadi Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayaran. Ketika
terbentuk Badan Pusat Sementara Sarekat-Sarekat Buruh, yakni gabungan serikat
buruh pada masa itu, Sjam dipercaya sebagai wakil ketua. Organisasi ini
kemudian bubar, digantikan oleh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia
(SOBSI), yang berafiliasi ke PKI.
Sjam
menjadi pengurus SOBSI hingga tahun 1957. Pada masa itulah ia menikah dengan
Enok Jutianah, perempuan Sunda aktivis buruh pelabuhan, yang meninggal setelah
melahirkan anak kelima.
Sjam
dan DN Aidit
Hubungan
Aidit dan Sjam punya sejarah panjang. Keduanya sudah saling kenal sejak 1949,
tatkala Sjam aktif di Serikat Buruh Kapal Pelabuhan di Tanjung Priok, Jakarta. Perlu
diketahui juga Sekitar Juli 1948, Sjam menuju ke Solo. di Pesindo Pusat sana,
dia berbicara tentang the red drive proposal, sebuah rencana
Amerika untuk membersihkan orang-orang komunis. dan benar saja, 2 bulan kemudian,
peristiwa Madiun meletus.
Hubungan
kedekatan Sjam dan Aidit diawali dengan pertemuan pertama kali mereka pada
tahun 1949. Aidit, ketika itu, dalam persembunyian di Jakarta setelah Peristiwa
Madiun, 1948. Aidit kemudian menawari Sjam masuk PKI.
Sjam
pula lah yang membuat skenario ”penjemputan Aidit” sepulang dari Vietnam di
Pelabuhan Tanjung Priok. Ia diajak Sjam berboncengan sepeda. Di pelabuhan, Sjam
berpura-pura menjemput Aidit yang baru turun dari kapal. Skenario penjemputan
ini dibuat untuk memberikan kesan Aidit menyingkir ke Vietnam dan mempelajari
Marxisme di sana, setelah Peristiwa Madiun.
Setelah
mundur dari SOBSI pada tahun 1957, Aidit menugasinya mengurus dokumentasi yang
berhubungan dengan ideologi Marxisme-Leninisme. Pada tahun 1960, ia direkrut
menjadi anggota Departemen Organisasi PKI, dimana departemen ini ‘menggarap’
anggota dari militer.
Sjam
dan Biro Chusus
Karena kinerja departemen organisasi dianggap kurang
optimal dalam menggarap kalangan militer, maka Aidit membentuk Biro Chusus (BC)
pada Noember tahun 1964 dengan Sjam sebagai ketua. Keberadaan BC ini dipantau
langsung oleh Aidit, namun adanya BC ini tidak pernah dilaporkan dalam
sidang-sidang politbiro PKI. Oleh karena itu, wajar bila tidak banyak kalangan
‘elit’ PKI mengetahui adanya BC ini. Karena sifatnya yang dirahasiakan, maka
anggota BC yang direkrut sangat sedikit namun mampu membuat jaringan ‘merah’ di
kalangan tentara. Para anggota BC memiliki kartu tanda anggota ABRI, sehingga
mereka dengan mudah masuk ke kalangan tentara.
Biro Chusus terdiri dari 5 orang agen inti
sebagai berikut
Sjam sebagai ketua
Pono dan Bono sebagai Wakil
Suwandi sebagai staf bendahara
dan Hamim sebagai staf pendidikan
Double
agent?
Sosoknya yang misterius serta perlakuan
istimewa yang diterimanya di dalam penjara, menimbulkan dugaan bahwa ia adalah
agen intel yang disusupkan ke dalam tubuh PKI. Siapa yang menyusupkannya?
Inilah pertanyaan sulit, karena sampai ‘akhir hayat’-nya, Sjam ‘dilindungi’
oleh pemerintah Orba dan seolah pertanyaan ini dibiarkan menggantung tanpa ada
penjelasan lebih jauh.
Pertanyaan siapa yang menyusupkannya ke PKI
dapat diduga sebagai berikut:
Soeharto dkk: Soeharto telah mengenal Sjam
sejak awal perang kemerdekaan tahun 1945, dimana Sjam bersama kelompok Pemuda
Pathuk membantu Soeharto pada peristiwa 3 Juli 1946. Dari beberapa sumber
disebutkan bahwa Sjam adalah perwira intel berpangkat Lettu di Batalyon 10
Yogya, yang dikomandani Letkol Soeharto; Kecurigaan lain adalah ditengah
kebingungan serta kesimpang siuran berita di kalangan ABRI pada waktu itu,
mengapa Soeharto bisa ‘sigap’ dan ‘tahu’ langkah-langkah apa yang perlu diambil
sehingga praktis selepas isya tanggal 1 Oktober 1965, G30S ‘tidak berfungsi’.
DN Aidit: pembentukan BC adalah upaya
‘diam-diam’ untuk pembentukan sayap militer PKI, namun tidak dilaporkan secara
resmi pada politbiro. Sudisman, Sekjen PKI, dalam sidang mahmilub bahkan
menyebutkan bahwa BC sebagai PKI ‘Illegal’. Pembentukan sayap militer ini
mengacu pada pengalaman partai komunis di banyak negara, dimana merupakan
kekuatan esensial. Karena usulan PKI membentuk ‘angkatan kelima’ ditolak oleh
TNI-AD, maka dilakukan penetrasi ke kalangan ABRI. Aidit mengemukakan teori
bahwa dengan 30 persen tentara, maka PKI dapat melakukan kudeta. Konon teori
ini banyak dipersoalkan oleh para ‘elit’ PKI, karena tidak sesuai dengan
Marxisme.
Aidit terburu nafsu untuk segera melakukan
revolusi dan mewujudkan impian Marx dan Lenin, yaitu masyarakat tanpa kelas.
Akan tetapi ‘revolusi’ melalui pemilu dirasa tidak mungkin karena Soekarno dan
Demokrasi Terpimpinnya tidak membukakan kesempatan tersebut. Selain itu belajar
dari sejarah negara lain, partai komunis tidak pernah memenangkan pemilu. Oleh
karena itu, pembentukan BC dan ditugaskan melakukan penetrasi ke kalangan ABRI,
diharapkan dapat mewujudkan ‘revolusi’ PKI. Sjam, yang telah dibina secara
khusus oleh Aidit sejak tahun 1957, ditunjuk mengepalai BC.
Pihak Barat: berusaha mencegah Indonesia
menjadi ‘negara komunis’ karena Indonesia memiliki nilai strategis di Asia
Tenggara. Dikhawatirkan apabila Indonesia menjadi komunis, maka akan menular ke
negara-negara lain di Asia Tenggara. Keterkaitan dengan Sjam adalah Sjam
pernaha mendapatkan pelatihan ‘khusus’ dari Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Seperti diketahui, PSI (dan juga Masumi) menjadi ‘sponsor’ gerakan
PRRI/PERMESTA, yang didukung oleh pihak Barat. Indikasi lain adalah para
perwira ‘utama’ yang terlibat G30S, memiliki latar belakang pendidikan Barat.
Letkol Untung dan Brigjen Supardjo, pernah mendapat pelatihan militer di AS.
AS dan negara-negara sekutunya sangat ketat dalam
menerima ‘siswa’ dari Indonesia. Mereka melakukan ‘screening’ terhadap calon
siswa yang diajukan. Apabila ketahui berlatar belakang ‘merah’, maka calon
siswa tersebut pasti ditolak.
Sjam, dan G30/S-PKI?
pertengahan Mei 1965, Adanya isu rencana
kudeta Dewan Jendral membuat PKI lebih bekerja keras.
Soekarno
yang saat itu jatuh sakit, membuat Aidit was was. ditakutkan akan adanya coup oleh
Dewan Jendral apabila Presiden meninggal. dan itu sangat mempengaruhi posisi
PKI.
Aidit
kemudian memberikan wewenang kepada Sjam untuk memprakarsai rapat-rapat dengan
anggota militer serta menjelaskan segala detail rencana penculikan Dewan
Jendral. tujuannya adalah membawa para Jendral kehadapan Presiden dengan
keadaan hidup dan meminta mereka untuk membatalkan rencana coup Dewan
Jendral.
Sjam
lah yang memimpin beberapa rapat, persiapan pasukan, pembagian susunan
organisasi, hingga penentuan sasaran masing masing pasukan. 1 hal yang menarik,
ketika pasukan Cakrabirawa pimpinan Letnan Dul Arief (anak buah Letkol Untung)
akan berangkat menuju rumah para jendral. Dul Arief sempat bertanya bagaimana
jika para jendral menolak untuk diajak menghadap Presiden. Sjam pun menjawab "Para
Jendral ditangkap hidup atau mati"
Melalui siaran RRI pagi hari pada 1 Oktober
1965, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan
kepada para perwira tinggi anggota "Dewan Jenderal" yang
akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Kemudian dibentuklah Dewan Revolusi
oleh Sjam yang bertugas membentuk pemerintahan koalisi nasional berporos
Nasakom di bawah Presiden Soekarno yang bersih dari anasir Dewan Jendral dan
Kapitalis Birokrat. Setelah pengumuman itu, para pemimpin menunggu reaksi
gelombang dari anggota ABRI beserta massa sipil yang tidak pro dengan dewan
jendral. mereka akan menuntut dewan jendral diadili dan dihukum mati. sayang,
pos-pos komando tidak berjalan, gelombang massa tidak pernah muncul.
Pada
1 Oktober 1965, pukul 05.30. Tim penculik Pasopati kembali ke markas dengan
kabar buruk. Tiga jenderal tewas tertembak, termasuk sasaran utama, Ahmad Yani
sedangkan target utama lainya Jendral Nasution berhasil lolos. Semula Aidit
bermaksud membawa para jenderal ke hadapan Presiden Soekarno hidup-hidup dan
meminta mereka membatalkan rencana kup Dewan Jenderal. Namun sekarang, rencana
itu gagal.
Sejak
itu, operasi Biro Chusus PKI perlahan-lahan runtuh. Satu batalion Pasukan Gerak
Cepat TNI Angkatan Udara, yang direncanakan datang, tak pernah muncul. Pasukan
tank dan panser yang diharapkan datang dari Bandung pun tak pernah ada.
Di
tengah serangan balik kubu TNI, pukulan terakhir datang dari Presiden Soekarno
yang memerintahkan pada Brigjen Supardjo yang menemuinya di Halim, Jumat siang
1 Oktober, untuk menghentikan gerakanya, yang membuat moral mereka langsung
jatuh.
Tepat
pukul 7 malam, suara bariton Panglima Kostrad Mayjen Soeharto mengudara dan
menyatakan bahwa ”Gerakan 30 September adalah kontrarevolusioner. Lalu pada 2
Oktober pukul 1 siang, sehari setelah operasi dipastikan gagal, Sjam meninggalkan
Halim dan pulang ke rumahnya di Jalan Pramuka Jati, Jakarta Pusat. Sepekan
kemudian, tanpa pamit kepada anak-anaknya, dia lari ke Bandung.
Penangkapan Sjam dan Misteri Keberadaanya
Banyak pihak yang meragukan kematian Sjam,
meskipun pemerintah mengumumkan bahwa Sjam telah dieksekusi pada tanggal 30
September 1986. Ia diisukan tinggal di luar negeri setelah ‘dieksekusi’.
Setelah
gagalnya G 30 S, Sjam melarikan diri ke Bandung pada tanggal 8 Oktober 1965. Ia
tertangkap pada tanggal 9 Maret 1967, di daerah Cimahi dan semenjak 27 Mei 1967
ditahan di Rumah Tahanan Militer (RTM) Budi Utomo. Menurut beberapa bekas
tahanan politik yang pernah bersama Sjam, ia bertindak layaknya seorang bos.
Sjam sangat leluasa mondar-mandir dalam RTM dan mengenal banyak petugas militer
seperti berada di lingkungannya sendiri. Ia banyak di-‘pinjam’ untuk
mengidentifikasi tahanan politik agar mendapatkan ‘klasifikasi’ yang tepat.
Sjam
dijatuhi hukuman mati oleh Mahmilub pada tanggal 9 Maret 1968. Seperti yang
telah diceritakan sebelumnya, ia memainkan peran kunci untuk mengungkap
jaringan komunis dalam tubuh militer, sehingga mampu menunda eksekusi matinya
hingga 18 tahun. Kemudian pada tengah malam tanggal 30 September 1986, ia
bersama dua rekan lainnya dibawa ke Tanjung Priok, kemudian diangkut ke sebuah
pulau di Kepulauan Seribu dan dieksekusi pada pukul 3 dinihari tanggal 30
September 1986.
Namun
kematian Sjam diragukan, eks Kolonel Latief yang mengatakan sempat melihat
dirinya di penjara Cipinang pada 1990. Pasca turunnya Soeharto pun kabar itu
masih terdengar, kabarnya ia tinggal di Florida, Amerika Serikat. Ada pula yang
mengatakan ia dibuang di Arab Saudi.
Kecurigaan
lain adalah menurut dokumen-dokumen CIA yang telah dibuka untuk umum, tercatat
tiga orang yang bernama ‘Sjam’ yang ditahan oleh pihak Angkatan Darat. Apakah
yang dieksekusi itu ‘Sjam’ Kamaruzzaman atau ‘Sjam’ yang lain?
Sjam Kamaruzaman, Aktor Intelektual Kudeta G-30 S/PKI ?
4/
5
Oleh
Unknown