Sunday, February 14, 2016

Simon Bolivar, Sang Pembebas Amerika Latin

Simon Bolivar adalah seorang revolusioner legenda Amerika Latin yang terlahir dari keluarga aristokrat yang kaya keturunan Spanyol yang berjuang membebaskan tidak hanya tanah air nya namun juga seluruh kawasan Amerika Latin dari kolonialisme Spanyol. Dia juga bercita cita membangun negara Republik Kolombia Raya dengan mempersatukan seluruh kawasan Amerika Selatan dibawah kepemimpinanya . Meski naas ide itu gagal karena terjadinya perpecahan internal dalam negeri hingga ia harus menyerahkan kekuasaanya lalu meninggal karena menderita TBC akut.

Kehidupanya pada saat remaja sangat dipengaruhi oleh ide-ide kaum pembaharu Perancis. Filosof-filosof yang kerap dia baca antara lain John Locke, Rousseau, Voltaire dan Montesqueu. Sewaktu remaja dan belajar di Spanyol, Bolivar berkelana ke beberapa negeri Eropa. Di Roma tahun 1805 di puncak bukit Aventine, Bolivar angkat sumpah, tidak akan duduk berpangku tangan sebelum tanah airnya bebas dari penindasan kolonialisme Spanyol.

Kehidupan Awal
Simon Bolivar yang memiliki nama lengkap Simón José Antonio de la Santisima Trinidad Bolívar Palacios lahir di Caracad Venezuela pada tanggal 24 Juli 1783. Sejak masih belia, ia ditinggal mati oleh kedua orang tuanya. Ia kemudian dibesarkan oleh pamannya. Sebagai anak kaum kaya, Bolivar punya kesempatan mengenyam pendidikan terbaik. Dia mendapat pendidikan privat. Simón Rodríguez, seorang radikal dan pengagum Revolusi Perancis, menjadi gurunya.
Di usia 15 tahun, Bolivar dikirim belajar di Spanyol. Di sana dia bergaul dengan keluarga kerajaan. Salah satunya Pangeran Fernando—kelak menjadi raja dengan gelar Ferdinand VII. Namun demikian, Bolivar tidak pernah lupa asal-usulnya sebagai anak dari negeri yang sedang terjajah.
Ketika berada di Spanyol Simón Bolívar menikahi María Teresa, putri seorang Spanyol terkemuka. Namun sayang istrinya meninggal dalam tahun pertama pernikahan mereka karena tersenagn penyakit demam kuning dan kemudian Bolívar tidak pernah menikah lagi.

Memulai Perjuangan Kemerdekaan
Tahun 1808 Spanyol jatuh pada Prancis pimpinan Napoleon Bonaprte. Pergeseran rezim di Spanyol ini. dimanfaatkan oleh negara-negara jajahan, termasuk Amerika Selatan, untuk mengobarkan perang kemerdekaan. Revolusi menghalau kolonialisme Spanyol di Venezuela pecah tahun 1810 tatkala gubernur Spanyol di Venezuela disepak turun dari kursinya kemudian pada bulan April 1811, Venezuela secara de-facto menyatakan merdeka. Kolonialis Spanyol untuk sementara menyingkir. Pemerintahan junta militer pun terbentuk.
Saat itu, untuk mengamankan kemerdekaannya, pemerintahan junta mengirim delegasi ke Inggris. Salah satunya adalah Bolivar. Tujuannya: untuk mendapat pengakuan sekaligus bantuan dari pemerintah Inggris.
Bagi sebagian orang, tindakan Bolivar itu terbilang janggal. Betapa tidak, sementara ia berjuang untuk keluar dari cengkeraman kolonialis Spanyol, ia justru meminta restu dari kolonialis lain yang tak kalah kejinya: Inggris. Karenanya, banyak yang mencap Bolivar sebagai seorang yang pragmatis dalam mencapai cita-citanya.
Tidak hanya itu, Bolivar juga menemui Jenderal Francisco de Miranda (Manuel Porto), seorang keturunan Venezuela yang punya kisah heroik pernah berperang bersama dengan Napoleon dan George Washington. Ia meminta Jenderal Miranda untuk kembali ke Venezuela dan memimpin revolusi. Dan, demi memastikan kesediaan Jenderal Miranda, Bolivar memberinya uang.
Memang, bersama Jenderal Miranda dan patriot lainnya, Bolivar berhasil membentuk Republik Venezuela yang merdeka. Sering dinamai Republik pertama. Namun, usia Republik pertama ini tidak cukup lama, karena pada tahun berikutnya 1812  Venezuela jatuh lagi ketangan pasukan Spanyol dibawah pimpinan Kapten Domingo Monteverde (Imanol Arias).
Pada saat terjepit itu, Jenderal Miranda berkapitulasi dengan tentara Spanyol. Hal itu membuat Bolivar marah besar. Dia menuduh Jenderal Miranda sudah berkhianat. Karena itulah, dia menangkap Jenderal tua itu, lalu menyerahkannya ke Spanyol. Saya kira, tindakan Bolivar ini sangat janggal. Pada kenyataannya, Bolivar turut ditangkap dan dibuang ke hutan Cartagena. Seluruh tanah dan kekayaannya, kecuali rumahnya, disita oleh penguasa Spanyol.
Republik Venezuela Pertama resmi kalah di tahun 1812. Dalam Manifesto Cartagena, yang dibuat oleh Bolivar tahun 1812, dijelaskan penyebab runtuhnya Republik Pertama. Selain karena rongrongan kolonialis Spanyol dan sekutu lokalnya (kaum royalis), juga karena perlawanan gereja dan bencana alam.

Revolusi Kemerdekaan
Di Cartagena, Bolivar bergabung dengan kaum Patriot. Dengan kepiawaiannya berpidato, ia berhasil menarik kaum miskin dan para budak di barisannya. Dengan kekuatan itulah ia berhasil membebaskan wilayah pesisir sungai Cartagena.
Lantaran sukses itu, Gubernur Cartagena yang diam-diam anti-Spanyol mendukung Bolivar. Dia mengirimkan legium yang dipimpin oleh Jenderal Fransisco De Paula Santander, untuk memperkuat barisan tentara Bolivar.
Pasukan Bolivar berlipat-ganda. Lalu, tahun 1813, ia berhasil memenangi pertempuran besar, yakni pertempuran Cúcuta. Saat itu pasukan Bolivar berhasil menghancurkan pasukan Spanyol dan royalis yang jumlahnya lebih besar. Ia diangkat menjadi Brigadir Jenderal.
Cúcuta terletak di perbatasan antara Kolombia dan Venezuela. Inilah menjadi “teritori merah”-nya Bolivar untuk mulai melancarkan perang pembebasan di wilayah Venezuela. Kendati keinginan tersebut ditentang oleh Jenderal Santander. Namun, berkat pidatonya yang memikat dan membakar, hampir seluruh prajurit Santander memilih ikut dengan barisan Bolivar memasuki Venezuela. Perang pembebasan dimulai.
Saat masuk ke Venezuela, Bolivar membuat dekrit perang: hidup atau mati. Dekrit ini merupakan reaksi terhadap kekejaman tentara Spanyol dan kaum royalis yang tidak segan membantai pendukung republik dan mengeksekusi kaum patriot yang tertangkap. Dekrit ini dimaksudkan untuk menghilangkan keragu-raguan para patriot dalam pertempuran.
Begitu masuk Venezuela, Bolivar langsung menarget jantung Venezuela, yakni Caracas. Saat itu, penguasa Spanyol di Caracas di bawah Monteverde tidak menduga serangan itu. Pasukannya sedang dimobilisasi keluar. Dengan begitu, pasukan Bolivar berhasil merebut Caracas dengan mudah.
6 Agustus 1813, pasukan Bolivar masuk ke kota Caracas. Mereka disambut dengan suka cita dan sorak gembira oleh rakyat di sana. Republik Venezuela Kedua terbentuk tahun 1813. Namun, Bolivar sadar, usia Republik Kedua tidak akan lama.
Dan itu benar. Pertengahan 1814, Spanyol dan kaum royalis berhasil merebut kembali Caracas. Usia Republik Kedua hanya setahun. Akibat kekalahan itu, bukan hanya Bolivar yang harus menyingkir, tapi juga seluruh rakyat Caracas pendukung Republik. Mereka melakukan long-march ke Nueva Granada (Sekarang Kolombia, sebagian Venezuela, Ekuador, Panama, dan sebagian Peru).
Tak lama kemudian, Bolivar menyingkir ke Jamaica. Di sana ia menulis Carta de Jamaica (surat dari Jamaika), yang mengevaluasi faktor penyebab keruntuhan Republik Kedua dan cita-cita memerdekakan seluruh Amerika. Tak lama kemudian, ia pergi ke Haiti. Di sana ia mendapat perlindungan dan dukungan logistik dari Presiden Haiti, Alejandro Petion.
Tahun 1816, Bolivar mulai ekspedisi untuk kembali ke Venezuela. Pertama kali ia mendarat di pulau Margarita, Venezuela. Tak lama kemudian, ia berhasil merebut daerah yang jadi pusat perbudakan, Carúpano. Di kota itu Bolivar mengeluarkan dekrit penghapusan perbudakan.
Tahun 1817, Bolivar merebut Guayana, yang kemudian dijadikan titik awal untuk membebaskan seluruh Venezuela. Tak lama berselang, Angostura (sekarang Ciudad Bolívar) direbut kaum patriot. Dia kemudian mengorganisasikan negara baru. Ia kemudian menerbitkan koran bernama Correo del Orinoco.
Tak lama kemudian, Bolivar memulai perang pembebasan Nueva Granada (Sekarang Kolombia, sebagian Venezuela, Ekuador, Panama, dan sebagian Peru). Namun, untuk melancarkan serangan dadakan, Bolivar menempuh jalan sulit: menyeberangi pegunungan Andes yang dingin. Banyak pasukannya yang mati kelaparan. Hampir seluruh kuda mereka mati. Di tahun itu juga Bolivar bertemu kembali dengan kawan seperjuangannya yang loyal, Antonio Jose de Sucre.
Lalu, dengan sisa pasukannya, pada 17 Agustus 1819, Bolivar melancarkan serangan terhadap pasukan Spanyol di Bogoto. Ini pertempuran heroik. Kendati kalah jauh dari segi jumlah, pasukan Bolivar berhasil menaklukkan tentara Spanyol yang dilengkapi senjata dan artileri. Sejarah mencatatnya sebagai “Pertempuran Boyacá”. Tentara Spanyol lari kalang-kabut meninggalkan Bogota. Akhirnya, pada 10 Agustus 1819, Bolivar memasuki Bogota.
Dengan merebut Bogota, berarti Nueva Granada bebas. Saat itulah Bolivar memproklamirkan berdirinya “Republik Besar Amerika Kolombia”, atau sering disebut ‘Gran Colombia’, yang meliputi Venezuela, Kolombia, Panama, dan Ekuador. Bolivar ditunjuk sebagai Presiden.
Namun, saat itu Caracas masih dikuasai Spanyol. Setelah membebaskan sejumlah daerah kecil di Venezuela, pada bulan Juni 1821, meletus pertempuran besar: pertempuran Carabobo. Bolivar dan kaum Republik memenangi pertempuran. Dengan demikian, Venezuela sepenuhnya terbebaskan dari Spanyol.
Setelah itu, tahun 1822, Bolivar bersama Sucre juga berhasil membebaskan Ekuador. Kemudian, pada tahun 1824, Sucre berhasil membebaskan Peru. Dengan demikian, cita-cita Bolivar membebaskan seluruh Amerika Selatan dari kolonialisme Spanyol hampir segera terwujud.

Perpecahan Di Tubuh Republik
Simon Bolivar yang terkesan dengan George Washington yang berhasil mempersatukan Amerika Serikat dengan memiliki wilayah yang luas, membuatnya bercita- cita ingin mempersatukan negara-negara Amerika Selatan dalam sebuah pemerintahan federasi dengan nama Republik Colombia Raya (Grand Colombia), Awalnya Bolivar telah berhasil mempersatukan Venezuela, Colombia dan Ecuador dengan Bolivar sebagai Presidenya.
Bolivar kemudian ingin memperluas wilayahnya dengan berusaha mempersatukan negara-negara Amerika Selatan khususnya yang pernah dijajah oleh Spanyol dengan mengadakan pertemuan bagi negara -negera Amerika yang bebas dari Spanyol pada tahun 1826, Namun sayangnya gagasan ini tak mendapat sambutan luas dari negara-negara Amerika Selatan dibuktikan dengan hanya empat negara yang hadir.
Nasib malang pun terus menghinggapi Bolivar, tak lama setelah diproklamirkan, Republik Besar Amerika Kolombia (Grand Colombia) berada diambang perpecahan akibat pertentangan internal. Pertentangan yang terbesar adalah antara pendukung ‘negara kesatuan yang terpusat’ versus pendukung ‘federalisme’. Bolivar sebagai Presiden berada di kubu “negara kesatuan yang terpusat”, sedangkan Fransisco De Paula Santander selaku Wakil Presiden berada dikubu ‘federalisme’.
Masalahnya, di kalangan politikus dan petinggi militer, ide Bolivar hanya didukung oleh kawannya yang setia, Antonio Jose de Sucre.
Pertentangan itu berujung bentrok. Pada bulan September 1828, Santander melancarkan upaya kudeta dengan berusaha membunuh Bolivar. Tetapi rencana itu dapat digagalkan dengan bantuan kekasihnya, Manuela Saenz Bolivar dapat lolos dari upaya pembunuhan.
Tetap krisis di tubuh Republik tidak berhenti di situ. Gerakan pemisahan juga berkembang. Di Venezuela, muncul gerakan pemisahan dari Republik Besar Amerika Kolombia yang dipimpin oleh tokoh pejuang kemerdekaan, José Antonio Páez. Gerakannya dinamai “La Cosiata”. Namun gerakan ini dapat dipatahkan Bolivar pada tahun 1827.
Upaya Bolivar menjaga kesatuan Republik seakan membentur tembok tebal. Gerakan pemisahan terus menguat, sementara kekuatan yang menghendaki penyatuan makin melemah. Di Nueva Granada, gerakan pemisahan bertambah kuat.

Kematian Bolivar
Di sisi lain, di tengah kerasnya perjuangan mempertahankan kesatuan Republik, Bolivar juga sakit-sakitan. Ia menderita TBC akut. Akhirnya, pda bulan April 1830, Bolivar mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden.
Bolivar benar-benar kehilangan semangatnya setelah mendengar kematian kawan seperjuangannya, Antonio Jose de Sucre, yang mati dibunuh. Tak lama kemudian, ia berkeinginan ke Eropa. Pada tanggal 7 Desember 1830, di pantai San Pedro Alejandrino, Santa Marta, Magdalena, Kolombia, ketika akan memulai perjalannya, Sang Pembebas Amerika Latin itu meninggal dunia.
Di ranjang kematiannya, Bolívar meminta Jenderal Daniel F. O'Leary untuk membakar sisa arsip tulisan-tulisannya, huruf, dan pidato. Namun O'Leary tidak mentaati perintah dan tulisan-tulisannya selamat, yang bermanfaat dalam menyediakan sejarawan dengan kekayaan informasi tentang filosofi Bolívar dan pemikiran liberal, serta rincian kehidupan pribadinya, seperti kisah cinta yang panjang dengan Manuela Sáenz.


Simon Bolivar, Sang Pembebas Amerika Latin
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.