Simon
Bolivar adalah seorang revolusioner legenda Amerika Latin yang terlahir dari
keluarga aristokrat yang kaya keturunan Spanyol yang berjuang membebaskan tidak
hanya tanah air nya namun juga seluruh kawasan Amerika Latin dari kolonialisme
Spanyol. Dia juga bercita cita membangun negara Republik Kolombia Raya dengan
mempersatukan seluruh kawasan Amerika Selatan dibawah kepemimpinanya . Meski
naas ide itu gagal karena terjadinya perpecahan internal dalam negeri hingga ia
harus menyerahkan kekuasaanya lalu meninggal karena menderita TBC akut.
Kehidupanya
pada saat remaja sangat dipengaruhi oleh ide-ide kaum pembaharu Perancis.
Filosof-filosof yang kerap dia baca antara lain John Locke, Rousseau, Voltaire
dan Montesqueu. Sewaktu remaja dan belajar di Spanyol, Bolivar berkelana ke
beberapa negeri Eropa. Di Roma tahun 1805 di puncak bukit Aventine, Bolivar
angkat sumpah, tidak akan duduk berpangku tangan sebelum tanah airnya bebas
dari penindasan kolonialisme Spanyol.
Kehidupan Awal
Simon
Bolivar yang memiliki nama lengkap Simón José Antonio de la Santisima Trinidad
Bolívar Palacios lahir di Caracad Venezuela pada tanggal 24 Juli 1783. Sejak
masih belia, ia ditinggal mati oleh kedua orang tuanya. Ia kemudian dibesarkan
oleh pamannya. Sebagai anak kaum kaya, Bolivar punya kesempatan mengenyam
pendidikan terbaik. Dia mendapat pendidikan privat. Simón Rodríguez, seorang
radikal dan pengagum Revolusi Perancis, menjadi gurunya.
Di
usia 15 tahun, Bolivar dikirim belajar di Spanyol. Di sana dia bergaul dengan
keluarga kerajaan. Salah satunya Pangeran Fernando—kelak menjadi raja dengan
gelar Ferdinand VII. Namun demikian, Bolivar tidak pernah lupa asal-usulnya
sebagai anak dari negeri yang sedang terjajah.
Ketika
berada di Spanyol Simón Bolívar menikahi María Teresa, putri seorang Spanyol
terkemuka. Namun sayang istrinya meninggal dalam tahun pertama pernikahan
mereka karena tersenagn penyakit demam kuning dan kemudian Bolívar tidak pernah
menikah lagi.
Memulai
Perjuangan Kemerdekaan
Tahun
1808 Spanyol jatuh pada Prancis pimpinan Napoleon Bonaprte. Pergeseran
rezim di Spanyol ini. dimanfaatkan oleh negara-negara jajahan, termasuk Amerika
Selatan, untuk mengobarkan perang kemerdekaan. Revolusi menghalau kolonialisme
Spanyol di Venezuela pecah tahun 1810 tatkala gubernur Spanyol di Venezuela
disepak turun dari kursinya kemudian pada bulan April 1811, Venezuela
secara de-facto menyatakan merdeka. Kolonialis Spanyol untuk
sementara menyingkir. Pemerintahan junta militer pun terbentuk.
Saat
itu, untuk mengamankan kemerdekaannya, pemerintahan junta mengirim delegasi ke
Inggris. Salah satunya adalah Bolivar. Tujuannya: untuk mendapat pengakuan
sekaligus bantuan dari pemerintah Inggris.
Bagi
sebagian orang, tindakan Bolivar itu terbilang janggal. Betapa tidak, sementara
ia berjuang untuk keluar dari cengkeraman kolonialis Spanyol, ia justru meminta
restu dari kolonialis lain yang tak kalah kejinya: Inggris. Karenanya, banyak
yang mencap Bolivar sebagai seorang yang pragmatis dalam mencapai cita-citanya.
Tidak
hanya itu, Bolivar juga menemui Jenderal Francisco de Miranda (Manuel Porto),
seorang keturunan Venezuela yang punya kisah heroik pernah berperang bersama
dengan Napoleon dan George Washington. Ia meminta Jenderal Miranda untuk
kembali ke Venezuela dan memimpin revolusi. Dan, demi memastikan kesediaan
Jenderal Miranda, Bolivar memberinya uang.
Memang,
bersama Jenderal Miranda dan patriot lainnya, Bolivar berhasil membentuk
Republik Venezuela yang merdeka. Sering dinamai Republik pertama. Namun, usia
Republik pertama ini tidak cukup lama, karena pada tahun berikutnya 1812 Venezuela jatuh lagi ketangan pasukan Spanyol dibawah
pimpinan Kapten Domingo Monteverde (Imanol Arias).
Pada
saat terjepit itu, Jenderal Miranda berkapitulasi dengan tentara Spanyol. Hal
itu membuat Bolivar marah besar. Dia menuduh Jenderal Miranda sudah berkhianat.
Karena itulah, dia menangkap Jenderal tua itu, lalu menyerahkannya ke Spanyol.
Saya kira, tindakan Bolivar ini sangat janggal. Pada kenyataannya, Bolivar
turut ditangkap dan dibuang ke hutan Cartagena. Seluruh tanah dan kekayaannya,
kecuali rumahnya, disita oleh penguasa Spanyol.
Republik
Venezuela Pertama resmi kalah di tahun 1812. Dalam Manifesto Cartagena,
yang dibuat oleh Bolivar tahun 1812, dijelaskan penyebab runtuhnya Republik
Pertama. Selain karena rongrongan kolonialis Spanyol dan sekutu lokalnya (kaum
royalis), juga karena perlawanan gereja dan bencana alam.
Revolusi
Kemerdekaan
Di
Cartagena, Bolivar bergabung dengan kaum Patriot. Dengan kepiawaiannya
berpidato, ia berhasil menarik kaum miskin dan para budak di barisannya. Dengan
kekuatan itulah ia berhasil membebaskan wilayah pesisir sungai Cartagena.
Lantaran
sukses itu, Gubernur Cartagena yang diam-diam anti-Spanyol mendukung Bolivar.
Dia mengirimkan legium yang dipimpin oleh Jenderal Fransisco De Paula
Santander, untuk memperkuat barisan tentara Bolivar.
Pasukan
Bolivar berlipat-ganda. Lalu, tahun 1813, ia berhasil memenangi pertempuran besar,
yakni pertempuran Cúcuta. Saat itu pasukan Bolivar berhasil menghancurkan
pasukan Spanyol dan royalis yang jumlahnya lebih besar. Ia diangkat menjadi
Brigadir Jenderal.
Cúcuta
terletak di perbatasan antara Kolombia dan Venezuela. Inilah menjadi “teritori
merah”-nya Bolivar untuk mulai melancarkan perang pembebasan di wilayah
Venezuela. Kendati keinginan tersebut ditentang oleh Jenderal Santander. Namun,
berkat pidatonya yang memikat dan membakar, hampir seluruh prajurit Santander
memilih ikut dengan barisan Bolivar memasuki Venezuela. Perang pembebasan
dimulai.
Saat
masuk ke Venezuela, Bolivar membuat dekrit perang: hidup atau mati. Dekrit ini
merupakan reaksi terhadap kekejaman tentara Spanyol dan kaum royalis yang tidak
segan membantai pendukung republik dan mengeksekusi kaum patriot yang
tertangkap. Dekrit ini dimaksudkan untuk menghilangkan keragu-raguan para
patriot dalam pertempuran.
Begitu
masuk Venezuela, Bolivar langsung menarget jantung Venezuela, yakni Caracas.
Saat itu, penguasa Spanyol di Caracas di bawah Monteverde tidak menduga
serangan itu. Pasukannya sedang dimobilisasi keluar. Dengan begitu, pasukan
Bolivar berhasil merebut Caracas dengan mudah.
6
Agustus 1813, pasukan Bolivar masuk ke kota Caracas. Mereka disambut dengan
suka cita dan sorak gembira oleh rakyat di sana. Republik Venezuela Kedua
terbentuk tahun 1813. Namun, Bolivar sadar, usia Republik Kedua tidak akan
lama.
Dan
itu benar. Pertengahan 1814, Spanyol dan kaum royalis berhasil merebut kembali
Caracas. Usia Republik Kedua hanya setahun. Akibat kekalahan itu, bukan hanya
Bolivar yang harus menyingkir, tapi juga seluruh rakyat Caracas pendukung
Republik. Mereka melakukan long-march ke Nueva Granada
(Sekarang Kolombia, sebagian Venezuela, Ekuador, Panama, dan sebagian Peru).
Tak
lama kemudian, Bolivar menyingkir ke Jamaica. Di sana ia menulis Carta
de Jamaica (surat dari Jamaika), yang mengevaluasi faktor penyebab
keruntuhan Republik Kedua dan cita-cita memerdekakan seluruh Amerika. Tak lama
kemudian, ia pergi ke Haiti. Di sana ia mendapat perlindungan dan dukungan
logistik dari Presiden Haiti, Alejandro Petion.
Tahun
1816, Bolivar mulai ekspedisi untuk kembali ke Venezuela. Pertama kali ia
mendarat di pulau Margarita, Venezuela. Tak lama kemudian, ia berhasil merebut
daerah yang jadi pusat perbudakan, Carúpano. Di kota itu Bolivar mengeluarkan
dekrit penghapusan perbudakan.
Tahun
1817, Bolivar merebut Guayana, yang kemudian dijadikan titik awal untuk
membebaskan seluruh Venezuela. Tak lama berselang, Angostura (sekarang Ciudad
Bolívar) direbut kaum patriot. Dia kemudian mengorganisasikan negara baru.
Ia kemudian menerbitkan koran bernama Correo del Orinoco.
Tak
lama kemudian, Bolivar memulai perang pembebasan Nueva Granada (Sekarang Kolombia, sebagian Venezuela, Ekuador,
Panama, dan sebagian Peru). Namun, untuk melancarkan serangan dadakan, Bolivar
menempuh jalan sulit: menyeberangi pegunungan Andes yang dingin. Banyak
pasukannya yang mati kelaparan. Hampir seluruh kuda mereka mati. Di tahun itu
juga Bolivar bertemu kembali dengan kawan seperjuangannya yang loyal, Antonio
Jose de Sucre.
Lalu,
dengan sisa pasukannya, pada 17 Agustus 1819, Bolivar melancarkan serangan
terhadap pasukan Spanyol di Bogoto. Ini pertempuran heroik. Kendati kalah jauh
dari segi jumlah, pasukan Bolivar berhasil menaklukkan tentara Spanyol yang
dilengkapi senjata dan artileri. Sejarah mencatatnya sebagai “Pertempuran
Boyacá”. Tentara Spanyol lari kalang-kabut meninggalkan Bogota. Akhirnya, pada
10 Agustus 1819, Bolivar memasuki Bogota.
Dengan
merebut Bogota, berarti Nueva Granada bebas. Saat itulah Bolivar
memproklamirkan berdirinya “Republik Besar Amerika Kolombia”, atau sering
disebut ‘Gran Colombia’, yang meliputi Venezuela, Kolombia, Panama, dan
Ekuador. Bolivar ditunjuk sebagai Presiden.
Namun,
saat itu Caracas masih dikuasai Spanyol. Setelah membebaskan sejumlah daerah
kecil di Venezuela, pada bulan Juni 1821, meletus pertempuran besar:
pertempuran Carabobo. Bolivar dan kaum Republik memenangi pertempuran.
Dengan demikian, Venezuela sepenuhnya terbebaskan dari Spanyol.
Setelah
itu, tahun 1822, Bolivar bersama Sucre juga berhasil membebaskan Ekuador.
Kemudian, pada tahun 1824, Sucre berhasil membebaskan Peru. Dengan demikian,
cita-cita Bolivar membebaskan seluruh Amerika Selatan dari kolonialisme Spanyol
hampir segera terwujud.
Perpecahan
Di Tubuh Republik
Simon Bolivar yang terkesan dengan George Washington
yang berhasil mempersatukan Amerika Serikat dengan memiliki wilayah yang luas,
membuatnya bercita- cita ingin mempersatukan negara-negara Amerika Selatan
dalam sebuah pemerintahan federasi dengan nama Republik Colombia Raya (Grand
Colombia), Awalnya Bolivar telah berhasil mempersatukan Venezuela, Colombia dan
Ecuador dengan Bolivar sebagai Presidenya.
Bolivar kemudian ingin memperluas wilayahnya dengan
berusaha mempersatukan negara-negara Amerika Selatan khususnya yang pernah
dijajah oleh Spanyol dengan mengadakan pertemuan bagi negara -negera Amerika yang
bebas dari Spanyol pada tahun 1826, Namun sayangnya gagasan ini tak mendapat
sambutan luas dari negara-negara Amerika Selatan dibuktikan dengan hanya empat
negara yang hadir.
Nasib
malang pun terus menghinggapi Bolivar, tak lama setelah diproklamirkan,
Republik Besar Amerika Kolombia (Grand Colombia) berada diambang perpecahan
akibat pertentangan internal. Pertentangan yang terbesar adalah antara
pendukung ‘negara kesatuan yang terpusat’ versus pendukung ‘federalisme’.
Bolivar sebagai Presiden berada di kubu “negara kesatuan yang terpusat”,
sedangkan Fransisco De Paula Santander selaku Wakil Presiden berada dikubu
‘federalisme’.
Masalahnya,
di kalangan politikus dan petinggi militer, ide Bolivar hanya didukung oleh
kawannya yang setia, Antonio Jose de Sucre.
Pertentangan
itu berujung bentrok. Pada bulan September 1828, Santander melancarkan upaya
kudeta dengan berusaha membunuh Bolivar. Tetapi rencana itu dapat digagalkan
dengan bantuan kekasihnya, Manuela Saenz Bolivar dapat lolos dari upaya
pembunuhan.
Tetap
krisis di tubuh Republik tidak berhenti di situ. Gerakan pemisahan juga
berkembang. Di Venezuela, muncul gerakan pemisahan dari Republik Besar Amerika
Kolombia yang dipimpin oleh tokoh pejuang kemerdekaan, José Antonio Páez.
Gerakannya dinamai “La Cosiata”. Namun gerakan ini dapat dipatahkan Bolivar
pada tahun 1827.
Upaya
Bolivar menjaga kesatuan Republik seakan membentur tembok tebal. Gerakan
pemisahan terus menguat, sementara kekuatan yang menghendaki penyatuan makin
melemah. Di Nueva Granada, gerakan pemisahan bertambah kuat.
Kematian Bolivar
Di
sisi lain, di tengah kerasnya perjuangan mempertahankan kesatuan Republik,
Bolivar juga sakit-sakitan. Ia menderita TBC akut. Akhirnya, pda bulan April
1830, Bolivar mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden.
Bolivar
benar-benar kehilangan semangatnya setelah mendengar kematian kawan seperjuangannya,
Antonio Jose de Sucre, yang mati dibunuh. Tak lama kemudian, ia berkeinginan ke
Eropa. Pada tanggal 7 Desember 1830, di pantai San Pedro Alejandrino, Santa
Marta, Magdalena, Kolombia, ketika akan memulai perjalannya, Sang Pembebas
Amerika Latin itu meninggal dunia.
Di
ranjang kematiannya, Bolívar meminta Jenderal Daniel F. O'Leary untuk membakar
sisa arsip tulisan-tulisannya, huruf, dan pidato. Namun O'Leary tidak mentaati
perintah dan tulisan-tulisannya selamat, yang bermanfaat dalam menyediakan
sejarawan dengan kekayaan informasi tentang filosofi Bolívar dan pemikiran
liberal, serta rincian kehidupan pribadinya, seperti kisah cinta yang panjang
dengan Manuela Sáenz.
Simon Bolivar, Sang Pembebas Amerika Latin
4/
5
Oleh
Unknown