Tuesday, March 1, 2016

Masa Penjajahan Jepang (1942 -1945)


Interaksi Bangsa Indonesia Dengan Jepang Pada Masa Kolonial Belanda
Sebelum meletusnya Perang Asia Pasifik Timu Raya pada Desember 1941 Kelompok Nasionalis seperti Gatot Mangkupraja dan Moh. Hatta telah menjalin hubungan dengan Jepang pada akhir tahun 1933. Mereka berkeyakinan bahwa Jepang dengan gerakan Pan-Asia mendukung pergerakkan nasional Indonesia.
Moh. Hatta adalah tokoh yang memegang teguh paham nasionalisme. Meskipun beliau secara tegas menolak imperialism Jepang, tetapi beliau tidak mengecam perjuangan Jepang dalam melawan ekspansi Negara-negara Barat. Moh. Hatta bersedia bekerja sama dengan Jepang karena beliau berkeyakinan pada ketulusan Jepang dalam mendukung kemerdekaan Indonesia.
Faktor lain yang menyebabkan timbulnya simpati rakyat Indonesia kepada Jepang adalah sikap keras pemerintah Hindia Belanda menjelang akhir kekuasaannya. Pada tahun 1938, pemerintah colonial menolak Petisi Sutardjo yang meminta pemerintahan sendiri bagi bangsa Indonesia dalam lingkungkan kekuasaan Belanda sesudah 10 tahun. Setahun kemudian, Belanda pun menolak usulan dari Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang dirumuskan dalam slogan Indonesia Berparlemen. Penolakan-penolakan tersebut menimbulkan keyakinan kaum pergerakan nasional Indonesia bahwa pihak Belanda tidak akan memberikan kemerdekaan. Di lain pihak, Jepang sejak awal sudah mengumandangkan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia, termasuk Indonesia

Jatuhnya Indonesia ke tangan Jepang
Masa pendudukan Jepang merupakan periode yang penting dalam perjalan  sejarah bangsa Indonesia. Pendudukan Jepang di Indonesia pada awlanya bertujuan untuk mewujudkan Persemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Untuk mewujudkan cita-cita itu, Jepang menyerbu pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai, Penyerangan ini dilatar belakangi karena merupakan Armada militer terkuat di Kawasan Asia Pasifik serta ketidak sukaan Jepang akan sikap Amerika Serikat yang menyatakan netral dalam Perang Dunia II tapi nyatanya selalu membantu militer sekutu di Eropa melawan Jerma. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 7 Desember 1941. Gerakan invasi militer Jepang cepat merambah ke kawasan Asia Tenggara. Pada bulan Januari-Februari 1942, Jepang menduduki Filipina, Tarakan (Kalimantan Timur), Balikpapan, Pontianak, dan Samarinda. Pada bulan Februari 1942 Jepang berhasil menguasai Palembang. Untuk menghadapi Jepang, Sekutu membentuk Komando gabungan. Komando itu bernama ABDACOM (American British Dutch Australian Command). ABDACOM dipimpin oleh Jenderal Sir Archibald Wavell dan berpusat di Bandung. Pada tanggal 1 Maret 1942 Jepang berhasil mendarat di Jawa yaitu Teluk Banten, di Eretan (Jawa Barat), dan di Kragan (Jawa Timur). Pada tanggal 5 Maret 1942 kota Batavia jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda secara resmi menyerah tanpa syarat kepada Jepang melaui Perjanjian Kalijati.
Upacara penyerahan kekuasaan sendiri dilakukan pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Dalam upacara tersebut Sekutu diwakili oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh dan Jenderal Ter Poorten, sedang Jepang diwakili oleh Jenderal Hitoshi Imamura. Dengan penyerahan itu secara otomatis Indonesia mulai dijajah oleh Jepang.Kebijakan Jepang terhadap rakyat Indonesia pada prinsipnya diprioritaskan pada dua hal, yaitu:
1.    Menghapus pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia, dan
2.    Memobilisasi rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Jepang di Indonesia
Sistem Pemerintahan Militer
Pada saat Jepang menduduki Indonesia Jepang sedang terlibat dalam Perang Dunia II namun Jepang lebih suka menyebutnya Perang Asia Timur Raya menghadapi tentara sekuru (Amerika Serikat, Inggris, China, Belanda, dan Australia) karena masih dalam situasi Perang maka Jepang memberlakukan sistem pemerintahan militer pada daerah-daerah jajahan yang dikuasainya termasuk Indonesia
Ketika Belanda berkuasa di Indonesia, hanya ada satu pemerintahan sipil yang berkuasa yang bermarkas di Batavia. Sementara ketika Jepang berkuasa mereka membentuk tiga pemerintahan militer penduudukan sebagai berikut.
  1. Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara Ke-25) untuk Sumatera, dengan pusatnya di Bukittinggi.
  2. Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara Ke-16) untuk Jawa dan Madura, dengan pusatnya di Jakarta.
  3. Pemerintahan Militer Angkatan Laut (Armada Selatan Ke-2) untuk Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, dengan pusatnya di Makassar.

Panglima Tentara Ke-16 di Pulau Jawa ialah Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Kepala Stafnya ialah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Mereka mendapat tugas membentuk suatu pemerintahan militer di Jawa dan kemudian diangkat sebagai Gunseikan (kepala pemerintahan militer). Staf pemerintahan militer pusat disebut Gunseikanbu, yang terdiri dari atas 5 macam departemen (bu), yaitu sebagai berikut.
  •  Departemen Urusan Umum (Sumobu),
  • Departemen Keuangan (Zaimubu),
  • Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan Tangan (Sangyobu),
  • Departemen Lalu Lintas (Kotsubu),
  • Departemen Kehakiman (Shihobu).

Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan militer Jepang meningkatkan penataan pemerintahan. Hal ini tampak dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 27 tentang aturan pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 28 tentang aturan pemerintahan syú dan tókubetsu syi. Kedua undang-undang tersebut menunjukkan dimulainya pemerintahan sipil Jepang di Pulau Jawa.
Menurut Undang-Undang No. 27, seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali kõci (daerah istimewa) Surakarta dan Yogyakarta, dibagi atas tingkatan berikut.
  • Karesidenan (syú) dipimpin oleh seorang syucõ.
  • Kotapraja (syi) dipimpin oleh seorang syicõ.
  • Kabupaten (ken) dipimpin oleh seorang kencõ.
  • Kawedanan atau Distrik (gun) dipimpin oleh seorang guncõ.
  • Kecamatan (son) dipimpin oleh seorang soncõ.
  • Kelurahan atau Desa (ku) dipimpin oleh seorang kucõ.
Meningkatnya Perang Pasifik semakin melemahkan Angkatan Perang Jepang. Untuk menahan serangan Sekutu yang semakin hebat, Jepang mengubah sikapnya terhadap negeri-negeri jajahannya. Di depan Sidang Istimewa parlemen ke-82 di Tokyo pada tanggal 16 Juni 1943, Perdana Menteri Hideki Tojo mengeluarkan kebijakan memberikan kesempatan kepada orang Indonesia untuk turut mengambil bagian dalam pemerintahan negara untuk mengambil simpati rakyat tanah jajahan dalam membantu Jepang memenangkan perang. Selanjutnya pada tanggal 1 Agustus 1943 dikeluarkan pengumuman Saikō Shikikan (Panglima Tertinggi) tentang garis-garis besar rencana mengikutsertakan orang-orang Indonesia dalam pemerintahan.
Pengikutsertaan bangsa Indonesia dimulai dengan pengangkatan Prof. Dr. Husein Djajadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama pada tanggal 1 Oktober 1943. Kemudian pada tanggal 10 November 1943, Mas Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A Suryo masing-masing diangkat menjadi syúcokan di Jakarta dan Bojonegoro. Pengangkatan tujuh penasihat (sanyō) bangsa Indonesia dilakukan pada pertengahan bulan September 1943, yaitu sebagai berikut
  1.   Ir. Soekarno untuk Departemen Urusan Umum (Somubu).
  2. Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid untuk Biro Pendidikan dan Kebudayaan danDepartemen Dalam Negeri (Naimubu-bunkyōku).
  3.   Prof. Dr. Mr. Supomo untuk Departemen Kehakiman (Shihōbu).
  4.  Mochtar bin Prabu Mangkunegoro untuk Departemen Lalu Lintas (Kotsubu).
  5.  Mr. Muh Yamin untuk Departemen Propaganda (Sendenbu
  6.  Prawoto Sumodilogo untuk Departemen Perekonomian (Sangyobu).

Pemerintah pendudukan Jepang kemudian membentuk Badan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In). Badan hal ini bertugas mengajukan usulan kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah mengenai masalah-masalah politik dan memberi saran tindakan-tindakan yang perlu diambil oleh pemerintah militer Jepang di Indonesia.

Pembentukan Organisasi-Organisasi Semi Militer
Untuk memperkuat barisan pertahanan dan membantu kekuatan militer Jepang menghadapi Perang melawan Sekutu, Jepang mengeluarkan kebijakan untuk membentuk organisasi-organisasi semi militer yang mengikutsertakan rakyat Indonesia, antara lain sebagai berikut.

Seinenndan
Pada tanggal 29 April 1943, tepat pada hari ulang tahun Kaisar Jepang Hirohito, diumumkan secara resmi pembentukan dua organisasi pemuda, yaitu seinendan dan keibodan. Keanggotaan seinendan terbuka bagi pemuda-pemuda Asia yang berusia antara 15-25 tahun, yang kemudian diubah menjadi batasan usia 14-22 tahun, karena suatu kebutuhan akan prajurit baru yang mendesak. Tujuan didirikannya Seinendan adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan menggunakan tangan dan kekuatannya sendiri. Tetapi, maksud terselubung diadakannya pendidikan dan pelatihannya ini adalah guna mempersiapkan pasukan cadangan untuk kepentingan Jepang di Perang Asia Timur Raya.

Keibodan
Keibodan merupakan barisan pembantu polisi Jepang dengan tugas-tugas kepolisian, seperti penjagaan lalu lintas dan pengaman di desa-desa. Anggotanya ialah pemuda-pemuda yang berusia antara 20-35 tahun, yang kemudian diubah menjadi antara 26-35 tahun. Untuk kalangan etnis Cina juga dibentuk semacam Keibodan, yang disebut Kakyo Keibotai.

Heiho
Pada bulan April 1943 dikeluarkan pengumuman mengenai pembukaan kesempatan kepada para pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang (Heiho). Pemuda yang ingin menjadi anggota Heiho harus memenuhi syarat-syarat kecakapan umum, seperti berbadan sehat, berkelakuan baik, berumur antara 18-25 tahun, dan berpendidikan serendah-rendahnya adalah Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).

Pembela Tanah Air (PETA)
PETA dibentuk atas prakarsa Gatot Mangkupraja dan disahkan melalui Osamu Seirei No. 44 tanggal 3 Oktober 1943. Berbeda dengan Heiho, PETA mengenal lima macam tingkat kepangkata, sebagai berikut ini.
*Komandan Batalion (Daidanco), dipilih dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat, seperti pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamong praja, politikus, dan penegak hokum.
*Komandan Kompi (Cudanco), dipilih dari kalangan yang telah bekerja, tetapi belum mencapai pangkat yang tinggi, seperti guru sekolah dan juru tulis.
*Komandan Peleton (Shodanco), dipilih dari kalangan pelajar-pelajar sekolah lanjutan tingkat pertama atau sekolah lanjutan tingkat atas.
*Komandan Regu (Budanco) dan Komandan Pasukan Sukarela (Giyuhei), dipilih dari kalangan pemuda dari tingkatan Sekolah Dasar.
Dalam perkembangannya, ternyata banyak sekali anggota PETA di beberapa daidan (battalion) yang merasa kecewa terhadap pemerintah pendudukan Jepang. Kekecewaan tersebut menimbulkan pemberontakan. Pemberontakan PETA di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Supriyadi dan Muradi.

Fujinkai
Selain pemuda, juga dilakukan pembentukan organisasi kaum wanita. Pada bulan Agustus 1943, dibentuklah Fujinkai (Himpunan Wanita) yang usianya minimal adalah 15 tahun. Organisasi ini bertugas untuk mengerahkan tenaga perempuan turut serta dalam memperkuat pertahanan dengan cara mengumpulkan dana wajib. Dana wajib dapat berupa perhiasan, bahan makanan, hewan ternak ataupun keperluan-keperluan lainnya yang digunakan untuk perang.

KEBIJAKAN SOSIAL DAN EKONOMI
Jepang yang bertekad mmbanguan Persemakmuran Asia Raya dengan Jepang sebagai Pemimpinya berusaha “menjepangkan” tanah jajahanya termasuk Indonesia. Dalam rangka mensukseskan program tersebut, Jepang menetapkan beberapa peraturan. Dalam Undang-Undang No. 4 ditetapkan hanya bendera Jepang, Hinomaru, yang boleh dipasang pada hari-hari besar dan hanya lagu kebangsaan Kimigayo yang boleh diperdengarkan. Sejak tanggal 1 April 1942 ditetapkan harus menggunakan waktu (jam) Jepang. Perbedaan waktu antara Tokyo dan Jawa adalah 90 menit. Kemudian mulai tanggal 29 April 1942 ditetapkan bahwa kalender Jepang yang bernama Sumera. Tahun 1942 kalender Masehi, sama dengan tahun 2602 Sumera. Demikian juga setiap tahun rakyat Indonesia diwajibkan untuk merayakan hari raya Tancōsetsu, yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito.

Dalam situasi perang, Jepang berkepentingan untuk membangun berbagai sarana, seperti kubu-kubu pertahanan, benteng, jalan-jalan, dan lapangan udara. Untuk itu, perlu tenaga kasar yang disebut romusha. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia terhadap Romusha, Jepang menyebut romusha sebagai “Pahlawan Pekerja/Prajurit Ekonomi”.

Para romusha diperlakukan dengan sangat buruk. Mulai dari pagi buta hingga petang, mereka dipaksa untuk melakukan pekerjaan kasar tanpa makanan dan perawatan yang memadai. Oleh karena itu, kondisi fisiknya menjadi sangat lemah sehingga banyak yang menderita berbagai jenis penyakit, bahkan meninggal dunia di tempat kerjanya. Belum lagi siksaan bagi yang melawan mandor-mandor Jepang, seperti cambukan, pukulan-pukulan, dan bahkan tidak segan-segan tentara Jepang menembak para pembangkang tersebut.’

Untuk mendukung kekuatan dan kebutuhan perangnya, pemerintah Jepang mengambil beberapa kebijakan ekonomi, antara lain:
Pengambilan Aset-Aset Pemerintah Hindia Belanda
Aset-aset yang ditinggalkan oleh pemerintah colonial Belanda disita dan menjadi milik pemerintah pendudukan Jepang, seperti perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, pertambangan, sarana telekomunikasi, dan perusahaan transportasi.

Kontrol terhadap Perkebunan dan Pertanian Rakyat
Tidak semua tanaman perkebunan dan pertanian sesuai dengan kepentingan perang. Hanya beberapa tanaman saja yang mendapat perhatian pemerintah pendudukan Jepang, seperti karet dan kina, serta Jarak. Kopi, teh, dan tembakau hanya dikategorikan sebagai tanaman kenikmatan dan kurang berguna bagi keperluan perang sehingga perkebunan ketiga tanaman tersebut banyak digantikan dengan tanaman penghasil bahan makanan dan tanaman jarak yang berguna sebagai pelumas mesin pesawat tentara Jepang.

Kebijakan Moneter dan Perdagangan
Pemerintah pendudukan Jepang menetapkan bahwa mata uang yang berlaku, tetap menggunakan gulden atau rupiah Hindia Belanda. Tujuannya adalah agar harga barang-barang tetap dapat dipertahankan seperti sebelum terjadinya perang. Perdagangan pada umumnya lumpuh dikarenakan menipisnya persediaan barang-barang di pasaran. Barang-barang yang dibutuhkan oleh rakyat didistribusikan melalui penyalur yang ditunjuk agar dapat dilakukan pengendalian harga.

Sistem Ekonomi Perang
Dalam situasi perang, setiap daerah harus menetapkan sistem ekonomi autarki, yaitu sistem ekonomi yang mengharuskan setiap daerah berupaya memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri, tanpa mengandalkan bantuan dari daerah lain. Setiap daerah autarki mempunyai tugas pokok memenuhi kebutuhan pokok sendiri untuk tetap bertahan dan mengusahakan memproduksi barang-barang untuk keperluan perang.

Pada awalnya Jepang selalu memperoleh kemenangan demi kemenangan namun setelah kekalahan Jepang di Pertempuran Koral di Selatan Papua Nugini ketika Jepang berusaha menguasai Australia pada tahun 1943 keadaan perang mulai berbalik dan Jepang mulai mengalami kekalahan demi kekalahan. Pasukan Sekutu dibawah pimpinan Jendral Mac Arthur terus memukul balik tentara Jepang perlahan-lahan dengan strategi “lompat katak” pada akhir tahun 1944, Jepang semakin terdesak, beberapapusat pertahanan di Jepang termasuk kepulauan saipan jatuh ke tangan Amerika Serikat.

Terdesaknya pasukan Jepang diberbagai front menjadi berita menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Harapan bangsa Indonesia agar terjadi perubahan sikap terhadap penguasa Jepang ternyata terwujud.

Keadaan Jepang yang semakin terpuruk, semangat tempur tentara Jepang makin merosot dan persediaan senjata dan amunisi terus berkurang dan banyak kapal perang yang hilang, keadaan semakin diperburuk dengan perlawanan rakyat yang semakin menyala. Pada tanggal 17 Jui 1944, Jenderal Nideki Tojo diganti oleh Jenderal Koniaki Koiso. Pada tanggal 7 september 1994 jenderal koiso memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia dikemudian hari.

Pada 1 Maret 1945, panglima Jepang letnan jenderal kumakici horada mengumumkan pembentukan badan penyelidikan usaha-usaha persiapan kemerdekan Indonesia (BPUPKI). Kemudian pada 2 agustus 1945, Ir. Soekarno beserta Moh. Hatta dan Dr. Rajiman Widyadiningrat diundang ke Dalat, vietnam oleh Jendral Terauci untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kemerdekaan Indonesia. Bersamaan dengan itu ktoa Hiroshima pada 6 Agustus dibom atom oleh sekutu. Setelah BPUPKI berhasil menjalankan tugasnya makka badan ini dibubarkan dan sebagai tindak lanjutnya dibentuklah PPKI (Panitia persiapan kemerdekana Indonesia) PPKI yang dipimpin oleh Ir Soekarno setelah itu pada 9 Agustus 1945 Kota Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Sekutu merobohkan moral rezim militer Jepang. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu dan berakhirnya juga masa pendudukan Jepang di Indonesia.



Masa Penjajahan Jepang (1942 -1945)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas? Silakan berlangganan postingan terbaru langsung via email.