Interaksi
Bangsa Indonesia Dengan Jepang Pada Masa Kolonial Belanda
Sebelum
meletusnya Perang Asia Pasifik Timu Raya pada Desember 1941 Kelompok Nasionalis
seperti Gatot Mangkupraja dan Moh. Hatta telah menjalin hubungan
dengan Jepang pada akhir tahun 1933. Mereka berkeyakinan bahwa Jepang dengan
gerakan Pan-Asia mendukung pergerakkan nasional Indonesia.
Moh.
Hatta adalah tokoh yang memegang teguh paham nasionalisme. Meskipun beliau
secara tegas menolak imperialism Jepang, tetapi beliau tidak mengecam
perjuangan Jepang dalam melawan ekspansi Negara-negara Barat. Moh. Hatta
bersedia bekerja sama dengan Jepang karena beliau berkeyakinan pada ketulusan
Jepang dalam mendukung kemerdekaan Indonesia.
Faktor
lain yang menyebabkan timbulnya simpati rakyat Indonesia kepada Jepang adalah
sikap keras pemerintah Hindia Belanda menjelang akhir kekuasaannya. Pada tahun
1938, pemerintah colonial menolak Petisi Sutardjo yang meminta
pemerintahan sendiri bagi bangsa Indonesia dalam lingkungkan kekuasaan Belanda
sesudah 10 tahun. Setahun kemudian, Belanda pun menolak usulan dari Gabungan
Politik Indonesia (GAPI) yang dirumuskan dalam slogan Indonesia
Berparlemen. Penolakan-penolakan tersebut menimbulkan keyakinan kaum
pergerakan nasional Indonesia bahwa pihak Belanda tidak akan memberikan
kemerdekaan. Di lain pihak, Jepang sejak awal sudah mengumandangkan kemerdekaan
bangsa-bangsa Asia, termasuk Indonesia
Jatuhnya Indonesia ke tangan Jepang
Masa
pendudukan Jepang merupakan periode yang penting dalam perjalan sejarah bangsa Indonesia. Pendudukan Jepang di
Indonesia pada awlanya bertujuan untuk mewujudkan Persemakmuran Bersama Asia
Timur Raya. Untuk mewujudkan cita-cita itu, Jepang menyerbu pangkalan Angkatan
Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai, Penyerangan ini dilatar belakangi
karena merupakan Armada militer terkuat di Kawasan Asia Pasifik serta ketidak
sukaan Jepang akan sikap Amerika Serikat yang menyatakan netral dalam Perang
Dunia II tapi nyatanya selalu membantu militer sekutu di Eropa melawan Jerma.
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 7 Desember 1941. Gerakan invasi militer
Jepang cepat merambah ke kawasan Asia Tenggara. Pada bulan Januari-Februari
1942, Jepang menduduki Filipina, Tarakan (Kalimantan Timur), Balikpapan,
Pontianak, dan Samarinda. Pada bulan Februari 1942 Jepang berhasil menguasai
Palembang. Untuk menghadapi Jepang, Sekutu membentuk Komando gabungan. Komando
itu bernama ABDACOM (American British Dutch Australian Command). ABDACOM
dipimpin oleh Jenderal Sir Archibald Wavell dan berpusat di Bandung. Pada
tanggal 1 Maret 1942 Jepang berhasil mendarat di Jawa yaitu Teluk Banten, di
Eretan (Jawa Barat), dan di Kragan (Jawa Timur). Pada tanggal 5 Maret 1942 kota
Batavia jatuh ke tangan Jepang. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda secara
resmi menyerah tanpa syarat kepada Jepang melaui Perjanjian Kalijati.
Upacara
penyerahan kekuasaan sendiri dilakukan pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati,
Subang, Jawa Barat. Dalam upacara tersebut Sekutu diwakili oleh Gubernur
Jenderal Tjarda van Starkenborgh dan Jenderal Ter Poorten, sedang Jepang
diwakili oleh Jenderal Hitoshi Imamura. Dengan penyerahan itu secara otomatis
Indonesia mulai dijajah oleh Jepang.Kebijakan Jepang terhadap rakyat Indonesia
pada prinsipnya diprioritaskan pada dua hal, yaitu:
1. Menghapus
pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia, dan
2. Memobilisasi
rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Jepang di
Indonesia
Sistem
Pemerintahan Militer
Pada
saat Jepang menduduki Indonesia Jepang sedang terlibat dalam Perang Dunia II
namun Jepang lebih suka menyebutnya Perang Asia Timur Raya menghadapi tentara
sekuru (Amerika Serikat, Inggris, China, Belanda, dan Australia) karena masih
dalam situasi Perang maka Jepang memberlakukan sistem pemerintahan militer pada
daerah-daerah jajahan yang dikuasainya termasuk Indonesia
Ketika
Belanda berkuasa di Indonesia, hanya ada satu pemerintahan sipil yang berkuasa
yang bermarkas di Batavia. Sementara ketika Jepang berkuasa mereka membentuk tiga
pemerintahan militer penduudukan sebagai berikut.
- Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara Ke-25) untuk Sumatera, dengan pusatnya di Bukittinggi.
- Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara Ke-16) untuk Jawa dan Madura, dengan pusatnya di Jakarta.
- Pemerintahan Militer Angkatan Laut (Armada Selatan Ke-2) untuk Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, dengan pusatnya di Makassar.
Panglima
Tentara Ke-16 di Pulau Jawa ialah Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Kepala
Stafnya ialah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Mereka mendapat tugas membentuk
suatu pemerintahan militer di Jawa dan kemudian diangkat sebagai Gunseikan (kepala
pemerintahan militer). Staf pemerintahan militer pusat disebut Gunseikanbu,
yang terdiri dari atas 5 macam departemen (bu), yaitu sebagai berikut.
- Departemen Urusan Umum (Sumobu),
- Departemen Keuangan (Zaimubu),
- Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan Tangan (Sangyobu),
- Departemen Lalu Lintas (Kotsubu),
- Departemen Kehakiman (Shihobu).
Pada
bulan Agustus 1942, pemerintahan militer Jepang meningkatkan penataan
pemerintahan. Hal ini tampak dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 27 tentang
aturan pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 28 tentang aturan
pemerintahan syú dan tókubetsu syi. Kedua
undang-undang tersebut menunjukkan dimulainya pemerintahan sipil Jepang di
Pulau Jawa.
Menurut
Undang-Undang No. 27, seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali kõci (daerah
istimewa) Surakarta dan Yogyakarta, dibagi atas tingkatan berikut.
- Karesidenan (syú) dipimpin oleh seorang syucõ.
- Kotapraja (syi) dipimpin oleh seorang syicõ.
- Kabupaten (ken) dipimpin oleh seorang kencõ.
- Kawedanan atau Distrik (gun) dipimpin oleh seorang guncõ.
- Kecamatan (son) dipimpin oleh seorang soncõ.
- Kelurahan atau Desa (ku) dipimpin oleh seorang kucõ.
Meningkatnya
Perang Pasifik semakin melemahkan Angkatan Perang Jepang. Untuk menahan serangan
Sekutu yang semakin hebat, Jepang mengubah sikapnya terhadap negeri-negeri
jajahannya. Di depan Sidang Istimewa parlemen ke-82 di Tokyo pada tanggal 16
Juni 1943, Perdana Menteri Hideki Tojo mengeluarkan kebijakan memberikan
kesempatan kepada orang Indonesia untuk turut mengambil bagian dalam
pemerintahan negara untuk mengambil simpati rakyat tanah jajahan dalam membantu
Jepang memenangkan perang. Selanjutnya pada tanggal 1 Agustus 1943 dikeluarkan
pengumuman Saikō Shikikan (Panglima Tertinggi) tentang
garis-garis besar rencana mengikutsertakan orang-orang Indonesia dalam
pemerintahan.
Pengikutsertaan
bangsa Indonesia dimulai dengan pengangkatan Prof. Dr. Husein Djajadiningrat
sebagai Kepala Departemen Urusan Agama pada tanggal 1 Oktober 1943. Kemudian
pada tanggal 10 November 1943, Mas Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A Suryo
masing-masing diangkat menjadi syúcokan di Jakarta dan
Bojonegoro. Pengangkatan tujuh penasihat (sanyō) bangsa Indonesia
dilakukan pada pertengahan bulan September 1943, yaitu sebagai berikut
- Ir. Soekarno untuk Departemen Urusan Umum (Somubu).
- Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid untuk Biro Pendidikan dan Kebudayaan danDepartemen Dalam Negeri (Naimubu-bunkyōku).
- Prof. Dr. Mr. Supomo untuk Departemen Kehakiman (Shihōbu).
- Mochtar bin Prabu Mangkunegoro untuk Departemen Lalu Lintas (Kotsubu).
- Mr. Muh Yamin untuk Departemen Propaganda (Sendenbu
- Prawoto Sumodilogo untuk Departemen Perekonomian (Sangyobu).
Pemerintah
pendudukan Jepang kemudian membentuk Badan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In).
Badan hal ini bertugas mengajukan usulan kepada pemerintah serta menjawab
pertanyaan pemerintah mengenai masalah-masalah politik dan memberi saran
tindakan-tindakan yang perlu diambil oleh pemerintah militer Jepang di
Indonesia.
Pembentukan
Organisasi-Organisasi Semi Militer
Untuk memperkuat barisan pertahanan dan membantu
kekuatan militer Jepang menghadapi Perang melawan Sekutu, Jepang mengeluarkan
kebijakan untuk membentuk organisasi-organisasi semi militer yang
mengikutsertakan rakyat Indonesia, antara lain sebagai berikut.
Seinenndan
Pada tanggal 29 April 1943, tepat pada hari ulang
tahun Kaisar Jepang Hirohito, diumumkan secara resmi pembentukan dua organisasi
pemuda, yaitu seinendan dan keibodan.
Keanggotaan seinendan terbuka bagi pemuda-pemuda Asia yang
berusia antara 15-25 tahun, yang kemudian diubah menjadi batasan usia 14-22
tahun, karena suatu kebutuhan akan prajurit baru yang mendesak. Tujuan
didirikannya Seinendan adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat
menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan menggunakan tangan dan
kekuatannya sendiri. Tetapi, maksud terselubung diadakannya pendidikan dan
pelatihannya ini adalah guna mempersiapkan pasukan cadangan untuk kepentingan
Jepang di Perang Asia Timur Raya.
Keibodan
Keibodan merupakan
barisan pembantu polisi Jepang dengan tugas-tugas kepolisian, seperti penjagaan
lalu lintas dan pengaman di desa-desa. Anggotanya ialah pemuda-pemuda yang
berusia antara 20-35 tahun, yang kemudian diubah menjadi antara 26-35 tahun.
Untuk kalangan etnis Cina juga dibentuk semacam Keibodan, yang
disebut Kakyo Keibotai.
Heiho
Pada bulan April 1943 dikeluarkan pengumuman
mengenai pembukaan kesempatan kepada para pemuda Indonesia untuk menjadi
pembantu prajurit Jepang (Heiho). Pemuda yang ingin menjadi
anggota Heiho harus memenuhi syarat-syarat kecakapan umum,
seperti berbadan sehat, berkelakuan baik, berumur antara 18-25 tahun, dan
berpendidikan serendah-rendahnya adalah Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
Pembela Tanah Air (PETA)
PETA dibentuk atas
prakarsa Gatot Mangkupraja dan disahkan melalui Osamu
Seirei No. 44 tanggal 3 Oktober 1943. Berbeda dengan Heiho,
PETA mengenal lima macam tingkat kepangkata, sebagai berikut ini.
*Komandan Batalion
(Daidanco), dipilih dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat, seperti
pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamong praja, politikus, dan penegak hokum.
*Komandan Kompi (Cudanco),
dipilih dari kalangan yang telah bekerja, tetapi belum mencapai pangkat yang
tinggi, seperti guru sekolah dan juru tulis.
*Komandan Peleton (Shodanco),
dipilih dari kalangan pelajar-pelajar sekolah lanjutan tingkat pertama atau
sekolah lanjutan tingkat atas.
*Komandan Regu (Budanco)
dan Komandan Pasukan Sukarela (Giyuhei), dipilih dari kalangan pemuda
dari tingkatan Sekolah Dasar.
Dalam perkembangannya, ternyata banyak sekali anggota
PETA di beberapa daidan (battalion) yang merasa kecewa
terhadap pemerintah pendudukan Jepang. Kekecewaan tersebut menimbulkan
pemberontakan. Pemberontakan PETA di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945 yang
dipimpin oleh Supriyadi dan Muradi.
Fujinkai
Selain pemuda, juga dilakukan pembentukan organisasi
kaum wanita. Pada bulan Agustus 1943, dibentuklah Fujinkai (Himpunan
Wanita) yang usianya minimal adalah 15 tahun. Organisasi ini bertugas untuk
mengerahkan tenaga perempuan turut serta dalam memperkuat pertahanan dengan
cara mengumpulkan dana wajib. Dana wajib dapat berupa perhiasan, bahan makanan,
hewan ternak ataupun keperluan-keperluan lainnya yang digunakan untuk perang.
KEBIJAKAN
SOSIAL DAN EKONOMI
Jepang yang bertekad mmbanguan Persemakmuran Asia
Raya dengan Jepang sebagai Pemimpinya berusaha “menjepangkan” tanah jajahanya
termasuk Indonesia. Dalam rangka mensukseskan program tersebut, Jepang menetapkan
beberapa peraturan. Dalam Undang-Undang No. 4 ditetapkan hanya bendera
Jepang, Hinomaru, yang boleh dipasang pada hari-hari besar dan
hanya lagu kebangsaan Kimigayo yang boleh diperdengarkan.
Sejak tanggal 1 April 1942 ditetapkan harus menggunakan waktu (jam) Jepang.
Perbedaan waktu antara Tokyo dan Jawa adalah 90 menit. Kemudian mulai tanggal
29 April 1942 ditetapkan bahwa kalender Jepang yang bernama Sumera.
Tahun 1942 kalender Masehi, sama dengan tahun 2602 Sumera. Demikian
juga setiap tahun rakyat Indonesia diwajibkan untuk merayakan hari raya Tancōsetsu,
yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito.
Dalam situasi perang, Jepang berkepentingan untuk
membangun berbagai sarana, seperti kubu-kubu pertahanan, benteng, jalan-jalan,
dan lapangan udara. Untuk itu, perlu tenaga kasar yang disebut romusha.
Untuk menarik simpati bangsa Indonesia terhadap Romusha, Jepang menyebut
romusha sebagai “Pahlawan Pekerja/Prajurit Ekonomi”.
Para romusha diperlakukan dengan sangat buruk. Mulai
dari pagi buta hingga petang, mereka dipaksa untuk melakukan pekerjaan kasar
tanpa makanan dan perawatan yang memadai. Oleh karena itu, kondisi fisiknya
menjadi sangat lemah sehingga banyak yang menderita berbagai jenis penyakit,
bahkan meninggal dunia di tempat kerjanya. Belum lagi siksaan bagi yang melawan
mandor-mandor Jepang, seperti cambukan, pukulan-pukulan, dan bahkan tidak
segan-segan tentara Jepang menembak para pembangkang tersebut.’
Untuk
mendukung kekuatan dan kebutuhan perangnya, pemerintah Jepang mengambil
beberapa kebijakan ekonomi, antara lain:
Pengambilan Aset-Aset Pemerintah Hindia Belanda
Aset-aset yang ditinggalkan oleh pemerintah colonial
Belanda disita dan menjadi milik pemerintah pendudukan Jepang, seperti
perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, pertambangan, sarana telekomunikasi, dan
perusahaan transportasi.
Tidak semua tanaman perkebunan dan pertanian sesuai
dengan kepentingan perang. Hanya beberapa tanaman saja yang mendapat perhatian
pemerintah pendudukan Jepang, seperti karet dan kina, serta Jarak. Kopi, teh,
dan tembakau hanya dikategorikan sebagai tanaman kenikmatan dan kurang berguna
bagi keperluan perang sehingga perkebunan ketiga tanaman tersebut banyak
digantikan dengan tanaman penghasil bahan makanan dan tanaman jarak yang
berguna sebagai pelumas mesin pesawat tentara Jepang.
Kebijakan Moneter dan Perdagangan
Pemerintah pendudukan Jepang menetapkan bahwa mata
uang yang berlaku, tetap menggunakan gulden atau rupiah Hindia Belanda.
Tujuannya adalah agar harga barang-barang tetap dapat dipertahankan seperti
sebelum terjadinya perang. Perdagangan pada umumnya lumpuh dikarenakan
menipisnya persediaan barang-barang di pasaran. Barang-barang yang dibutuhkan
oleh rakyat didistribusikan melalui penyalur yang ditunjuk agar dapat dilakukan
pengendalian harga.
Sistem Ekonomi Perang
Dalam situasi perang, setiap daerah harus menetapkan
sistem ekonomi autarki, yaitu sistem ekonomi yang mengharuskan
setiap daerah berupaya memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri, tanpa mengandalkan
bantuan dari daerah lain. Setiap daerah autarki mempunyai tugas pokok memenuhi
kebutuhan pokok sendiri untuk tetap bertahan dan mengusahakan memproduksi
barang-barang untuk keperluan perang.
Pada awalnya Jepang selalu memperoleh kemenangan
demi kemenangan namun setelah kekalahan Jepang di Pertempuran Koral di Selatan
Papua Nugini ketika Jepang berusaha menguasai Australia pada tahun 1943 keadaan
perang mulai berbalik dan Jepang mulai mengalami kekalahan demi kekalahan.
Pasukan Sekutu dibawah pimpinan Jendral Mac Arthur terus memukul balik tentara
Jepang perlahan-lahan dengan strategi “lompat katak” pada akhir tahun 1944,
Jepang semakin terdesak, beberapapusat pertahanan di Jepang termasuk kepulauan
saipan jatuh ke tangan Amerika Serikat.
Terdesaknya pasukan Jepang diberbagai front menjadi berita menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Harapan bangsa Indonesia agar terjadi perubahan sikap terhadap penguasa Jepang ternyata terwujud.
Keadaan Jepang yang semakin terpuruk, semangat tempur tentara Jepang makin merosot dan persediaan senjata dan amunisi terus berkurang dan banyak kapal perang yang hilang, keadaan semakin diperburuk dengan perlawanan rakyat yang semakin menyala. Pada tanggal 17 Jui 1944, Jenderal Nideki Tojo diganti oleh Jenderal Koniaki Koiso. Pada tanggal 7 september 1994 jenderal koiso memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia dikemudian hari.
Pada 1 Maret 1945, panglima Jepang letnan jenderal
kumakici horada mengumumkan pembentukan badan penyelidikan usaha-usaha
persiapan kemerdekan Indonesia (BPUPKI). Kemudian pada 2 agustus 1945, Ir.
Soekarno beserta Moh. Hatta dan Dr. Rajiman Widyadiningrat diundang ke Dalat,
vietnam oleh Jendral Terauci untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kemerdekaan
Indonesia. Bersamaan dengan itu ktoa Hiroshima pada 6 Agustus dibom atom oleh sekutu.
Setelah BPUPKI berhasil menjalankan tugasnya makka badan ini dibubarkan dan
sebagai tindak lanjutnya dibentuklah PPKI (Panitia persiapan kemerdekana
Indonesia) PPKI yang dipimpin oleh Ir Soekarno setelah itu pada 9 Agustus 1945
Kota Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Sekutu merobohkan moral rezim militer
Jepang. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu dan
berakhirnya juga masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Masa Penjajahan Jepang (1942 -1945)
4/
5
Oleh
Unknown